Hari demi hari bergulir begitu cepat tanpa disadari. Seiring dengan itu, hidup Syafira kini kembali seperti biasa. Dia sudah bisa menyesuaikan diri dengan keadaan yang akan sering dialaminya. Seperti rasa sakit dan cemburu dikala mendengar Hanafi yang selalu menceritakan bagaimana segala persiapan pernikahannya dengan Zulfa. Jika tidak tahan maka Syafira akan mengasingkan diri lalu menangis sejadi-jadinya.
Berbeda dengan Hanafi yang semakin hari semakin tampak aura bahagianya. Seperti halnya sekarang, pria yang sedang berjalan di koridor pesantren itu mengawali paginya dengan sebuah senyuman yang membuat wajahnya tampak cerah. Dan ketika ada yang menyapa, Hanafi akan menyahut dengan hangat, seperti biasa. Namun langkahnya harus terhenti ketika ponselnya tiba-tiba berdering. Diraihnya benda pipih itu di saku, tersenyum kecil begitu melihat sebaris nama yang tertera di layar.
"Assalamualaikum. Iya, Zulfa?"
"Waalaikumussalam. Mas, ibu masuk rumah sakit."
"Ibu? Ibu kenapa?"
"Ceritanya nanti aja, ya? Aku harus follow up pasien sekarang. Ibu dirawat di kamar 075."
"Ya udah, saya segera ke sana."
Memutuskan sambungan, Hanafi kembali berputar arah. Namun sebelum mengambil langkah, ada seseorang yang lebih dulu menyerukan namanya hingga membuat Hanafi terurung. Dia Syafira.
"Ada apa? Kok balik lagi?"
"Ibu masuk rumah sakit."
"Apa? Ibu sakit? Sakit apa?"
"Maaf, Sya, saya buru-buru."
"Kalau begitu syafakillah buat ibu. Titip salam juga."
Hanafi mengangguk, yang kemudian bergegas pergi menuju rumah sakit. Setelah mendengar cerita dari Zulfa, Hanafi semakin bertambah khawatir. Katanya, Salimah tiba-tiba jatuh pingsan saat di pasar. Dan beliau di antar ke rumah sakit oleh warga setempat. Tapi syukurlah setibanya Hanafi, Salimah sudah sadarkan diri. Namun kondisinya masih sangat lemah bahkan sampai harus dirawat sementara.
"Ibu kenapa bisa sampai seperti ini?"
"Ibu kelelahan aja."
"Lain kali kalau mau pergi bilang sama Hanafi, biar Hanafi yang antar, atau Hanafi yang belanjain. Pokoknya mulai sekarang Hanafi nggak akan izinin Ibu pergi sendiri lagi."
"Ibu nggak mau merepotkan kamu."
Menghela napas, Hanafi mengelus tangan Salimah. "Apanya yang merepotkan, Bu? Ibu itu ibunya Hanafi. Dan sudah menjadi kewajiban Hanafi untuk menjaga Ibu."
"Ya sudah, yang penting Ibu masih baik-baik aja ini."
Syafira yang berada di samping kiri Salimah kemudian turut menyentuh tangan Salimah. Ia baru saja datang beberapa menit yang lalu. "Mulai sekarang Ibu harus banyak istirahat, nggak boleh capek-capek lagi. Kalau Ibu butuh bantuan Sya, masak atau apa, Ibu tinggal panggil Sya aja, ya? Sya siap dua puluh empat jam buat Ibu."
Salimah tertawa kecil mengelus pipi Syafira. "Makasih perhatiannya anak-anak Ibu yang baik. Maaf ya sudah membuat kalian khawatir."
Syafira tersenyum memeluk sosok wanita yang sudah dianggapnya ibu itu.
Tak lama kemudian Zulfa memasuki ruangan beserta makanan di tangannya yang lantas ia simpan di atas nakas dekat tempat tidur Salimah. "Dimakan ya, Bu?" ucapnya ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syahid Cinta [New Version]
Roman d'amourTentang cinta sejati, ketulusan hati, dan sebuah ikhlas tanpa tepi.