Seera melangkah mondar-mondar di dalam kamarnya sendiri. Menggigit ujung kuku Jemarinya saat Abercio masuk kedalam kamar. Tidak tertarik pada kedatangan pria itu, Seera malah melangkah ke arah ranjang dan membanting tubuhnya di atas kasur empuk itu.
Keduanya begitu sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Selalu seperti itu. Sejak dulu. Mungkin itulah yang membuat hubungan mereka terasa hambar, memuakkan. Entah disadari atau tidak, keduanya yang membuat jarak itu tercipta.
Seera berguling di atas ranjang, lalu tanpa sengaja menemukan Abercio yang tengah melepaskan pakaian atasnya—membelakanginya, membuat Seera hanya bisa menikmati punggung kokohnya.
Ada bekas luka di sepanjang bahu hingga punggung kiri. Namun alih-alih melihat itu sebagai kekurangan, Seera malah merasa Abercio tampak seksi dengan luka itu.
Sebagai tangan kanan Ares, Seera tidak perlu bertanya darimana Abercio mendapatkan luka-luka itu. Bukan tidak khawatir, hanya—Seera ingin Abercio menceritakannya sendiri. Membuka dirinya untuk Seera, meskipun terasa mustahil. Sejauh ini, Abercio masih begitu sangat tertutup dan privasi.
"Dunia mortal, kau pernah mendengarnya?"
Abercio memelankan gerakan jemari tangannya yang sedang membuka satu persatu kancing pakaian yang masih membalut tubuh kokohnya, melirik Seera sekilas dari cermin besar yang menampilkan sosok wanita itu.
"Aku ingin buku itu."
Benar. Jika kedua pelayan itu tidak bisa ia harapkan lagi untuk membantunya mengambil buku mortal karena ternyata Ares telah mendapatkannya dari Madame Teressa, maka orang yang paling memungkinkan adalah Abercio—yang selalu dekat dan senantiasa berada dimana pun Ares berada.
"Jangan lakukan itu."
Seera membalas tatapan Abercio dari pantulan cermin.
"Apapun yang sedang Anda pikirkan, Anda tidak boleh melakukannya."
Seera tersenyum meremehkan. "Memangnya apa yang sedang aku pikirkan?"
Abercio berbalik, menatap kearah Seera yang sedang duduk bersandar di atas ranjang, dengan kedua tangan bersedekap dan sepasang kaki jenjang yang diluruskan.
Wanita itu tentu tahu benar Abercio tidak akan berani menghentikannya melakukan apapun. Namun, kali ini Abercio merasa perlu menghentikan Seera sebelum masalah lebih besar datang menghantui wanitanya itu.
"Anda mungkin tidak hanya akan berakhir di kandang kuda jika masih nekat tetap melakukanya."
Seera mendelik, kesal. "Kenapa harus kandang kuda lagi?"
"Selain menyakiti diri sendiri, Anda juga menyakiti semua orang." Konyol memang—Seera sempat berharap Abercio akan mengatakan hal yang romantis seperti Anda juga menyakiti saya alih-alih menyakiti semua orang.
Lagi-lagi Seera mengharapkan hal yang mustahil.
🌠🌠🌠
Gelap. Ruangan itu sangat gelap meski cahaya bulan diluar masih menyorotkan sinarnya. Namun tentu tidak menghalangi seseorang memilah isi tempat itu. Tampak sedang berusaha mencari sesuatu. Begitu hati-hati, penuh perhitungan dan berusaha tidak meninggalkan jejak setitik pun. Meskipun lumayan sulit, namun ia mampu melakukannya.
"Aku tidak mengira kau akan melakukan ini demi, Seera?"
Ares meletakkan buku itu di atas meja, menarik kursi dan duduk di kursinya. Tatapannya terus tertuju pada sosok Abercio yang tidak pernah Ares sangka-sangka akan ia temukan masuk kedalam ruangannya di tengah malam begini.
Ares memang sudah menduganya—akan ada orang yang menyusup diam-diam mencuri buku yang telah berpindah ke tangannya. Namun, Ares pikir itu Seera, mengingat, adiknya itu mengintip dari balik pilar ketika ia, Madame Teressa, dan kedua pelayan itu bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mate Bond (Tamat)
خيال (فانتازيا)Sequel : Soulmate Terlahir sebagai seorang putri dari sang penguasa kegelapan, membuat hidup Seera terasa sangat membosankan. Terlalu banyak larangan, di balik alasan demi kebaikannya sendiri. Hingga pada akhirnya iblis wanita itu memutuskan untuk k...