Teriknya matahari tak menyurutkan niat dua orang pria yang tengah berburu ojek di pangkalan, dengan berlari sekencang mungkin sampai napas dirasa megap-megap dan jantung serasa mau bocor.
"Hhh, i-ini gar gara k-kau tidak b-bawa mobbil," ucap Wei Wuxian dengan menekan dadanya.
Jiang Cheng tidak mengindahkan ucapan pria di sampingnya, pria dengan muka garang itu terlihat sibuk mengatur napasnya yang dirasa tinggal separuh.
"Diam." Jiang Cheng menepuk dadanya beberapa kali dengan mulut terbuka lebar mencoba menghirup udara sebanyak yang bisa ia ambil.
Wei Wuxian menyeka keringat yang mengalir di kening dan lehernya dengan gusar. Pria dengan wajah semanis tebu alami itu menoleh pada saudara angkatnya yang seperti ikan mau mati, menggelepar tak berdaya minta disiram air. Wajahnya menunjukkan raut muka kasihan, walau bagaimana pun dirinya juga yang memaksa Jiang Cheng untuk berlari ke pangkalan ojek dengan tujuan mengambil surat yang dititipkan Lan Wangji tiga belas tahun lamanya.
"Semoga surat itu masih ada, Jiang Cheng. Kalau tidak, mati saja kau!" Ancam Wei Wuxian dengan memijit bahu Jiang Cheng yang tengah berjongkok.
"Iya itu enak, nah benar sebelah situ. Hei! Tanganmu terlalu kuat menekan, apa kau mau mencekikku!" Jiang Cheng terus mengomel sembari menepis tangan Wei Wuxian.
"Sudahlah ayo! Kenapa aku malah memijitimu, lihat di depan sudah ada tukang ojek," jawab Wei Wuxian mengingatkan.
Mengangguk lemah Jiang Cheng segera menuruti perintah Wei Wuxian, kali ini pria tsundere itu tunduk dan patuh karena biar bagaimana pun dirinya tetap merasa bersalah pada saudara angkatnya ini.
"Ahh! Apakah kalian ingin naik ojek anak muda?" tanya salah satu tukang ojek pada Wei Wuxian dan Jiang Cheng.
Jiang Cheng mendengus kesal dengan memelototkan mata. "Memangnya di sini ada biang lala. Tentu saja kami ingin naik ojek!"
Tukang ojek hanya terkekeh pelan dan segera memberikan helmet pada Jiang Cheng. "Baiklah, baiklah. Ini pakai helmet dulu, temanmu yang satu ini biar temanku yang mengantarnya."
Wei Wuxian celingukan melihat tukang ojek yang jumlahnya ada tiga orang itu, kemudian tangannya menunjuk salah satu tukang ojek yang sedang menyeruput kopi.
"Aku pilih bapak itu," tunjuknya pada tukang ojek bapak-bapak.
Tukang ojek yang dipilih menggeleng dengan cepat dan menunjuk temannya yang masih muda, "Bukan menolak rejeki, Nak. Sekarang bukan giliranku, lagipula sama saja naik dengan dia. Masih muda pula."
Wei Wuxian tersenyum canggung pada tukang ojek dan berkata lirih pada Jiang Cheng, "Justru karena dia masih muda, pokoknya jangan sampai aku naik ojek dengan yang muda itu. Kalau Lan Zhan tahu, aku tidak yakin pangkalan ojek ini masih utuh besok."
Seolah mengerti dengan apa yang Wei Wuxian takutkan, Jiang Cheng segera mengambil helmet untuk dirinya. "Lekas bawa kami. Aku bersama pria ini, dan saudaraku ini bersama bapak ini. Sudah, tidak ada debat," jawab Jiang Cheng mutlak dengan memasang helmet.
Wei Wuxian tersenyum lega dan segera memasang alat pelindung kepala untuk dirinya. Bapak tukang ojek hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum. "Baiklah, baik. Ayo kuantar kalian, mau kemana?" tanya tukang ojek paruh baya itu ramah.
"Sambil jalan akan kutunjukkan, Pak," jawab Wei Wuxian sopan.
Jadilah mereka berdua naik ojek di tengah paparan sinar matahari. Berkali-kali Jiang Cheng terus mengomel karena tadi lebih memilih menumpang pada mobil ayahnya, kalau saja dia menuruti perkataan jiejie-nya untuk naik mobil sendiri. Pasti sekarang dia sudah sampai di rumahnya bersama Wei Wuxian.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHILI AND COFFEE ✓ || BOOK 1 ||
RomanceHanya cerita fiktif yang di buat untuk menghibur penggemar wangxian. (Tidak terkecuali aku ^-^) Dan ini imajinasi semata, semua tokoh meminjam karakter dari novel karangan MXTX , bergenre BL, bernuansa Comedy, Romance. Bagi yang anti yaoi bisa tekan...