Kepikunan Jiang Cheng!

1.5K 237 11
                                    


Jiang Cheng mendengus kesal sambil melihat saudara angkatnya yang tengah sibuk menata hiasan makanan dari tadi, pasalnya Wei Wuxian berencana untuk mengunjungi ayah, ibu dan juga jiejie tersayangnya hari ini.

Mentimun yang dibentuk hati, selada yang diiris dengan rapi, tomat kalau bisa mau dibuatnya bentuk hati juga tetapi sayangnya tidak bisa dan sambal spesial hasil temuan barunya hari ini.

"Aiyo, selain wajahku yang rupawan ini mengapa Tuhan juga memberiku akal yang luar biasa. Tsk, membuat iri banyak orang saja," ucap Wei Wuxian sambil melirik ke arah Jiang Cheng dengan senyuman tengilnya.

Bergidik ngeri Jiang Cheng segera melempar mentimun yang baru digigit ujungnya pada Wei Wuxian. "Dari jutaan manusia mengapa Tuhan memilihku untuk menjadi saudara angkatmu!"

Wei Wuxian tertawa begitu keras sambil terus mengulek sambal yang belum tergerus sempurna, membuat Wen Ning dan juga Mianmian geleng-geleng kepala melihat kelakuan bos mereka.

"Kau yang tertawa mengapa aku yang jatuh cinta," ucap Wen Ning dengan tersenyum tipis.

"Bagaimana Lan Wangji tidak jatuh dalam pelukanmu? Kau begitu luar biasa." Mianmian berkata lirih sambil terus menatap Wei Wuxian.

Jiang Cheng yang secara tidak sengaja menoleh pada dua pekerja Wei Wuxian ini memergoki bahwa mereka tengah menatap pria yang masih asyik dengan kegiatannya, berdehem keras pria bermarga Jiang ini kembali berkata, "Hei, bagaimana hubunganmu dengan anak konglomerat itu?"

Wei Wuxian menjeda sebentar aktifitasnya dan mencicipi sedikit sambal dengan ujung telunjuknya. "Pedasnya pas. Hmm bagaimana ya? Kalau aku mengatakan Lan Zhan tergila-gila padaku sejak kita SMP apa kau akan percaya?" tanya Wei Wuxian.

Jiang Cheng yang tengah duduk di atas meja terlonjak kaget dan memijit keningnya, seakan ada sesuatu yang baru saja dia ingat.

"Nah, apa ku bilang! Kita pernah satu sekolah memang," ucap Jiang Cheng dengan semangat menggebu.

Wei Wuxian berdecih dengan mencebikkan bibir. "Iya, dia sudah mengatakan semuanya padaku."

"Akan tetapi bukan hanya itu, aku merasa ingat sesuatu." Jiang Cheng menatap Wei Wuxian dengan bingung.

Tanpa menjawab ucapan pria di sebelahnya, Wei Wuxian mengambil plastik sambal berukuran sedang dan segera memasukkan isi ke dalamnya.

"Wei Wuxian!" Jiang Cheng berseru.

"Dari tadi kau terus membicarakan Lan Zhan, aku jadi rindu." Wei Wuxian meletakkan kepalanya di atas meja dengan menggeser cobek terlebih dulu tentunya.

Jiang Cheng dengan tidak sabar mengetuk-ngetuk meja dan mengguncang bahu Wei Wuxian dengan keras. "Cepat hubungi kekasihmu dan tanyakan apakah dia pernah menitipkan sesuatu padaku," Perintah Jiang Cheng.

Dengan mengangkat kepalanya, Wei Wuxian mendongak pada Jiang Cheng dengan menggosok hidung miliknya. "Kau ini bicara apa."

"Cepat telefon saja," ucap Jiang Cheng dengan agak panik.

Wei Wuxian mengangguk dan segera menghubungi kekasih satu-satunya, sebenarnya dia tidak tega karena takut mengganggu pekerjaan Lan Wangji. Namun, sepertinya Jiang Cheng benar-benar serius dengan ucapannya.

Telefon tersambung, tetapi kali ini Lan Wangji sedikit agak lama mengangkatnya.

"Wei Ying," ucap pria di seberang.

Wei Wuxian sedikit menyesal karena sudah menghubunginya,
tetapi Lan Wangji sudah terlanjur mengangkat telfonnya. Tidak mungkin bagi Wei Wuxian untuk memutus sambungan telfon begitu saja, itu sama halnya dengan membuat Lan Wangji khawatir setengah mati.

"Hallo, Lan Zhan. Apa aku menganggu pekerjaanmu?" Wei Wuxian bertanya pada kekasihnya dengan manis dan mengeraskan volume ponselnya agar Jiang Cheng juga bisa mendengar tanpa perlu menguping.

"Jangan romantis-romantisan! Cepat langsung keintinya," hardik Jiang Cheng dengan melengos karena tidak mau telinganya mendengar suara lovey dovey insan yang tengah diracun cinta.

"Wei Ying? Ada apa? Kau butuh apa?" tanya Lan Wangji, sangat jelas sekali kalau dia cemas.

Wei Wuxian menggaruk lehernya lalu menuding Jiang Cheng dengan memelototkan mata, ponselnya ditutup dengan tangan agar Lan Wangji tidak mendengar. "Apa ku bilang! Dia pasti khawatir," ucap Wei Wuxian dengan setengah berbisik sambil kakinya menendang paha Jiang Cheng.

Jiang Cheng kembali memasang muka garang dan menjitak kepala Wei Wuxian. "Langsung keintinya!"

Wei Wuxian memajukan bibirnya dan segera menuruti perintah saudara angkatnya itu.
"Umm, Lan Zhan. Aku boleh tanya sesuatu?"

"Tentu. Katakan," ucap Lan Wangji.

"Begini, Jiang Cheng menyuruhku untuk menanyakan padamu. Apa kau pernah menitipkan sesuatu padanya, dulu?" tanya Wei Wuxian dengan melihat ke arah Jiang Cheng yang menginstruksikan harus bicara apa melalui bibirnya.

"Mn. Kenapa?" tanya Lan Wangji.

"Apa itu," ucap Jiang Cheng dengan tidak sabarnya dan merebut ponsel milik Wei Wuxian.

"Siapa kau." Lan Wangji dengan suara beratnya yang terdengar sangat bahaya ketika cemburu.

"Tsk. Aku Jiang Cheng, tidak usah cemburu padaku. Aku hanya ingin tanya, apa dulu kau menitipkan sesuatu padaku?" Jiang bertanya dengan menahan kepala Wei Wuxian yang ingin merebut kembali ponselnya.

"Mn," Lan Wangji menjawab singkat.

"Sepucuk surat dalam amplop warna biru." Lanjutnya.

Jiang Cheng terduduk lemas dengan tangan memegang kepala. "Lan Wangji, maaf."

Wei Wuxian menatap ke arah Jiang Cheng dengan tatapan yang sarat akan kebingungan, sementara Wen Ning dan Mianmian masih tetap berusaha mencuri dengar dengan memfokuskan telinga mereka.

"Aku lupa tidak menyampaikannya pada Wei Wuxian," jawab Jiang Cheng dengan lemas.

"Surat???" tanya Wei Wuxian.

CHILI AND COFFEE ✓ || BOOK 1 ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang