Kue tart dan singkong rebus

1.8K 253 6
                                    


"Apa?!" Jiang Cheng menjerit histeris setelah mendengar cerita Wei Wuxian.

Terlonjak kaget, Wei Wuxian spontan mengurut dadanya yang rata karena hampir dibuat jantungan oleh teriakan saudara angkatnya.
"Kenapa tidak pakai pengeras suara sekalian! Tsk." Decak Wei Wuxian.

"Wahh! Benar, 'kan apa yang kubilang? Laki-laki es itu menyukaimu, lalu bagaimana jawabanmu?! Apa kalian sudah resmi bersama," cecar Jiang Cheng layaknya pembawa acara gosip di TV.

Menyandarkan punggung pada belakang kursi, Wei Wuxian asyik menyeruput minuman boba-nya. "Aiyaa, jangan memanggilnya pria es. Bagiku dia adalah pria paling tampan setelah Ayah Wei dan Ayah Jiang.
Membayangkan wajahnya saja hatiku sudah berdebar hahahaa."

Menghembuskan napas dengan berat. "Yah, baiklah dia memang tampan. Akan tetapi, mari fokus kepada masalah ini dulu, sampai mana hubungan kalian," tanya pria tsundere itu.

Mengernyitkan alis, Wei Wuxian tampak berpikir sebelum menjawab pertanyaan Jiang Cheng. "Maksudmu? Hubungan yang bagaimana?"

"Maksudku emmm ... Itu, ahh memang tidak sopan bertanya hal ini. Tapi mengingat betapa tidak pekanya dirimu, maka kau wajib mengatakannya padaku," rayu Jiang Cheng yang terlihat antusias akan hubungan Wei Wuxian dan Lan Wangji.

Wei Wuxian mengangguk,  tangannya menggaruk belakang kepala yang sebenarnya tidak gatal. Dengan muka bersemu merah, Wei Wuxian menceritakan apa yang sudah dialaminya dengan Lan Wangji di danau. "Untuk saat ini kami hanya sampai pada tahap itu saja, selebihnya aku tidak mau mengatakan! Ini sangat rahasia."

"Be-berciuman?!! Kalian! Astaga Wei Wuxian, berarti kau memang harus menerima Lan Wangji. Tidak ada bantahan," titah Jiang Cheng mutlak seraya menutup mulut dengan kedua tangannya.

Menggeserkan sedikit bokongnya, Wei Wuxian menatap Jiang Cheng dengan curiga. "Apa tidak akan ada yang marah kalau aku menerima Lan Zhan? Apa kau yakin tidak ada gadis yang menyukainya?"

Kali ini Jiang Cheng benar-benar kehabisan kesabaran. Saudara angkatnya ini tidak bodoh, dia hanya tipikal orang yang terlalu mengutamakan orang lain. Jadilah dia seperti yang sekarang, manusia yang memiliki kepekaan di bawah rata-rata.

"Siapa perduli dengan gadis yang menyukai, Lan Wangji. Lagipula dia juga sudah memilihmu, kan," tanya Jiang Cheng.

Mengendikkan bahu, Wei Wuxian terlihat seperti bingung bercampur ragu. "Apa aku pantas untuknya? Ya, maksudku kau tahu bagaimana latar belakang keluargaku. Aku tidak mau merusak nama baiknya."

Jiang Cheng terhenyak, dia merasa ditikam dengan kata-kata itu. Walau bagaimanapun Wei Wuxian merupakan bagian dari keluarganya, soal latar belakang pria manis itu, jelas Jiang Cheng tahu dengan betul.

"Omong kosong macam apa itu!Apa kau sudah tidak menganggap keluargaku, jangan bilang kau berniat untuk keluar dari keluarga Jiang. Kalau begitu sayang sekali, kau tidak punya kesempatan," cerocos Jiang Cheng dengan melengos malas.

"Aiyo, kenapa malah sensi begini? Baik-baik jangan melototiku, Lan Zhan masih punya 2 hari lagi untuk mendengarkan jawabanku," jawab Wei Wuxian tersenyum lebar.

Membuang muka. "Cih! Sok jual mahal. Setelah diambil orang baru tahu rasa kau! Apa kau pikir di luar sana sedikit yang mengantre untuk jadi pasagannya?! Kudengar bulan lalu ada wanita yang sudah melamar Lan Wangji." cecar Jiang Cheng sengit.

Uggh!

"Kau bercanda, kan, Jiang Cheng," tanya Wei Wuxian panik sambil cepat-cepat mengusap minuman yang berceceran di mejanya.

Melempar tisu ke arah Wei Wuxian, Jiang Cheng merampas minuman yang ada di tangan saudara angkatnya itu. "Siapa yang tidak tahu Lan Wangji, apa mukaku terlihat bercanda sekarang? Makanya jangan menyia-nyiakan kue tart yang sudah tinggal dimakan, sok jual mahal nanti ujung-ujungnya malah dapat singkong rebus. Tahu rasa kau!"

Untuk sesaat Wei Wuxian terhenyak mendengar jawaban Jiang Cheng, bagaimana kalau ini benar terjadi? Bagaimana kalau Lan Zhan jatuh kepelukan orang lain? Berpuluh macam pertanyaan lalu mulai bermunculan di kepala Wei Wuxian, menyisakan ketakutan yang terlihat kentara di wajahnya yang manis menjurus ketampan itu.

"Aku akan memberinya jawaban sekarang juga, bayarkan minumanku," ucapnya mutlak sambil berlalu pergi, bahkan setengah berlari meninggalkan Jiang Cheng sendirian di kafe minuman itu.

Terkekeh pelan, Jiang Cheng menengok Wei Wuxian yang sibuk berbicara dengan benda kotak digenggamannya.

"Kena kau," batin Jiang Cheng.

CHILI AND COFFEE ✓ || BOOK 1 ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang