INTROGASI!

2.6K 335 23
                                    


Seminggu setelah perkenalannya dengan Lan Wangji, Wei Wuxian merasa semakin dekat dengan pria yang ketampanannya mampu membius siapa saja dalam sekali pandang.

Wei Wuxian mengernyit, menatap Wen Ning yang mendiamkannya sejak tadi. "Ada apa dengan, Wen Ning? Apa dia sariawan? Cih, aku juga pernah sariawan tetapi aku tetap lancar bicara," desis Wei Wuxian lirih dengan mulut cemberut.

Belum sempat dia membuka mulutnya untuk bertanya.
Tiba-tiba Jiang Cheng datang ke kedainya, menatap Wei Wuxian dengan muka galak seperti biasa dan terkesan curiga.

"Kemana kau tadi malam! Aku cari ke rumahmu kau tidak ada. Bahkan ketika aku kembali lagi kau tetap tidak ada, jiejie menyuruhku mengantarkan makanan untukmu! Dia khawatir kau belum makan, aku sampai dikira berbohong karena makanannya ku bawa pulang lagi," cerocos Jiang cheng sambil melengos.

"Aiyo, Jiang Cheng? Maaf, maaf aku tadi malam terlambat pulang. Aah, jiejie-ku pasti khawatir, nanti malam aku akan kesana, aku tidak mau membuatnya cemas," jawab Wei Wuxian sambil menatap Jiang Cheng dengan rasa bersalah karena telah membuat khawatir jiejie-nya.

"Ku tanya sekali lagi! Kemana kau tadi malam." Jiang Cheng agaknya masih penasaran pada saudara angkatnya itu.

"Aku tadi malam keluar dengan teman baruku," jawab Wei Wuxian dengan menampilkan seringainya.

"Teman? Teman yang mana?" tanya Jiang Cheng dengan memicingkan mata, tampak sangat terlihat begitu curiga.

"Tsk, tsk, tsk, kau pikir temanku hanya kau dan Wen Ning? Begitu," jawab Wei Wuxian dengan berang.

"Aku semalam pergi dengan Lan Zhan. Puas kau," Wei Wuxian menjawab dengan melipat tangan di dada.

Seketika mata Jiang Cheng melotot pada saudara angkatnya itu. "Siapa katamu! Lan Zhan? Lan Wangji maksudmu? Jangan memanggil seseorang dengan nama lahirnya kalau tidak akrab. Tidak sopan," ucap Jiang Cheng hampir tak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Ohh, nama panggilannya Lan Wangji? Tetapi dia memberitahuku namanya Lan Zhan. Hei! kau kenal dia juga, ya?" tanya Wei Wuxian dengan mendekatkan diri pada Jiang Cheng dengan muka sumringah bahagia luar biasa.

"Siapa yang tidak tahu dia. Keluarganya, kan pemilik apotek terbesar di Gusu. Lagipula bisnis ayah kita juga bekerja sama dengan gege-nya, mana mungkin aku tidak tahu," sahut Jiang Cheng menjelaskan.

"Bagaimana kau bisa kenal dia?" Jiang Cheng bertanya penuh selidik pada Wei Wuxian dengan raut muka serius dan menarik kursi di depannya untuk bisa duduk lebih dekat lagi dengan manusia di depannya.

Kemudian Wei Wuxian menceritakan semua kejadian tempo hari pada Jiang Cheng dengan sangat detail, dan berakhir dengan mereka berdua pergi keluar malam itu. Tidak lupa Wei Wuxian juga bercerita bagaimana dia menyuguhi Lan Wangji dengan masakan ceker setannya yang berakhir dengan perkenalan dan bertukar nomor ponsel.

Jiang Cheng mendengarkan semua ocehan Wei Wuxian dengan kedua tangan yang menutup mulutnya yang menganga, pria itu menghela napas panjang dan merutuki dirinya sendiri. Bagimana mungkin dia bisa mempunyai saudara macam Wei Wuxian ini, benar-benar patut dipertanyakan.

Sementara Wei Wuxian tertawa terpingkal melihat raut muka Jiang Cheng yang dirasanya seperti maling ayam yang baru kena tangkap massa, pria tampan menjurus kemanis itu terlihat begitu gembira dengan ekspresi Jiang Cheng yang cengo.

Tidak habis pikir, jampi-jampi apa yang Wei Wuxian gunakan sehingga bisa langsung akrab dengan Lan Wangji. Lalu bagaimana bisa Wei Wuxian memperlakukan generasi kedua dari keluarga bermarga Lan itu dengan mengajaknya makan di pinggir jalan dan mengerjainya seperti itu. Di pikir dengan nalar puluhan kali pun, Jiang Cheng tidak akan pernah bisa untuk berbuat seperti Wei Wuxian ini.

"Benar-benar tidak tahu malu," umpat Jiang Cheng dengan mendengus.

"Tunggu dulu, bukankah ini agak aneh. Bagaimana mungkin dia bisa langsung akrab denganmu? Melihatnya saja orang akan sungkan dan takut karena wajah dinginnya itu, memang benar dia tampan tetapi menurutku dia seperti orang yang tidak punya ekspresi apapun." Jiang Cheng mencoba mengungkapkan pendapatnya.

Wei Wuxian mendengarkan keluhan Jiang Cheng dengan menggosok hidungnya. "Memang sih dia agak kaku, tetapi dia bisa tersenyum dan tertawa tadi malam denganku. Jadi apa yang harus ku takutkan," sangkal Wei Wuxian seolah tidak terima jika Jiang Cheng mencela Lan Zhan seperti itu.

"A-apaa?! Dia tertawa! Bahkan melihat senyumnya pun aku rasa hanya keluarga inti yang tahu. Wahh, sepertinya aku mencium aroma mencurigakan di sini," ucap Jiang Cheng sudah seperti pembawa acara gosip handal.

"Mencium aroma katamu? Aku tetap memakai parfum yang bau kayu manis itu," sahut Wei Wuxian sambil mencium kaosnya sendiri.

Jiang Cheng mendengus kesal dengan menghentakkan kaki lalu bersiap mengangkat tangan kanannya hendak memukul kepala Wei Wuxian, sejurus kemudian ia baru tersadar bahwa saudara bukan kandungnya ini memiliki tingkat kepekaan di bawah rata-rata. Bahkan amat sangat di bawah rata-rata!

"Astaga, Wei Wuxian! Bukan itu maksudku. Bagaimana, ya menjelaskannya." Jiang Cheng kini berdiri dari tempatnya duduk dan terlihat begitu bingung, gemas sekaligus sebal bercampur jadi satu.

"Ya sudah jangan dijelaskan. Begitu saja kau heboh, hahahaa," jawab Wei Wuxian dengan tertawa tanpa beban. (Memang sangat tidak peka sekali manusia satu ini, mari cemplungkan dia gais. Seret ke kamar mandi Jingshi, ehekk.)

Tidak tahan lagi dengan kelakuan Wei Wuxian, Jiang Cheng langsung mendaratkan satu pukulan yang mendarat mulus di kepala Wei Wuxian.

Plakk!

"Aaww, sakit Jiang Cheng! Kalau jiejie tahu kau memukulku mak---"

"Dia mungkin menyukaimu. Lan Wangji menyukaimu, Wei Wuxian!" Pekik Jiang Cheng dengan napas memburu.

"Hah? Dia? Lan Zhan? menyukaiku? Ohh, ayolah Jiang Cheng, dia bahkan bisa memilih wanita mana saja yang dia inginkan hanya dengan menutup mata," sahut Wei Wuxian merasa lucu mendengar omongan Jiang Cheng barusan. Padahal dia sendiri merasa seperti ada yang beterbangan di perutnya tiap kali nama itu disebutkan, dan sayangnya Wei Wuxian tidak tahu jenis perasaan apa itu.

"Memangnya kau tidak ingat dia, ya? Dia, kan pernah satu sekolah dengan kita dulu." Jiang Cheng kembali berbicara.

"Waktu SMP." Lanjut Jiang Cheng mencoba menggali ingatan Wei Wuxian.

"SMP? Woahh, itu sudah lama sekali. Mana mungkin aku ingat," Wei Wuxian menjawab sambil pura-pura berpikir.

"Dia memang tidak lama waktu itu, mungkin kurang dari satu bulanan. Tepatnya sebelum dia masuk kelas kita, lalu keluarganya pindah ke luar negeri dan sekarang menetap di Gusu," sahut Jiang Cheng.

"Emm, begitu rupanya," Wei Wuxian berucap sambil menatap Jiang Cheng yang geleng-geleng kepala.

"Pantas saja dia mengenalku. Ternyata aku sangat populer dulu waktu di sekolah," Wei Wuxian terkekeh sendiri.

CHILI AND COFFEE ✓ || BOOK 1 ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang