Foreplay

19.3K 773 10
                                    


Mulainya ... bagaimana sih?

Hanum memandangi wajah Sinta, lalu melirik ke bawah lagi. Entah kebiasaan entah sengaja, Sinta menyibakkan rambut dan menyilangkan kaki, gestur biasa yang tiba-tiba saat ini terasa sensual untuk Hanum.

Cium? Tapi itu kalau sama pacar kan ...?

Lain di pikiran, lain di aksi, Hanum mendekatkan wajahnya ke wajah Sinta. Baunya enak. Hanum menyentuh dagu Sinta sebelum mencium lembut lehernya.

"Geli," kikik Sinta. Respons yang Hanum anggap positif.

"Boleh buka bajumu?" tanya Hanum perlahan.

"Boleh."

Tanpa ragu, jari Sinta membuka dua kancing teratas blusnya. Belahan dada dan tepian pakaian dalamnya terlihat.

"Aku lanjut atau kamu mau lanjutin?" tanya Sinta, sadar betul pandangan Hanum terpaku ke dadanya.

"Aku ...." Hanum menelan ludah. Sudah. Pasrah sajalah, Num. "Aku yang buka."

"Oke."

Hanum membuka kancing blus Sinta satu persatu dengan khusyuk. Di sudut jauh benaknya, Hanum teringat adegan hubungan seks entah dari film entah dari buku, yang mana dibuka dengan salah satu dari mereka merobek pakaian pasangannya saking tidak sabar menelanjangi si pasangan. Apa Sinta pernah dapat klien seperti itu juga? Dari ceritanya, dia punya banyak pengalaman dengan berbagai jenis klien.

"Badan Sinta bagus." Ucapan itu terceletuk begitu saja dari bibir Hanum ketika ia melihat lekuk pinggang dan payudara Sinta. Putih bersih, terawat, dan proporsional.

"Makasih." Sinta mengusap lembut rambut pendek Hanum. "Jadi aku termasuk yang sesuai seleramu, ya?"

Hanum tersipu malu. "Aku ... nggak pernah mikirin sebetulnya kriteria cewek idamanku kayak apa."

"Jangan-jangan asal cewek bottom, bungkus?"

"Nggak segitunya."

"Bercanda, bercanda." Sinta pelan-pelan mengacak rambut Hanum.

Hanum mengecup lembut leher Sinta sekali lagi, terdiam sejenak, lalu mencium bahunya. Baunya enak.

"Ah ...." Sinta tersentak sedikit. "Geli."

"Sori."

"Nggak apa. Aku menikmati kok."

Aku menikmati, ulang Hanum dalam hati. Rasanya seperti diberi izin berbuat lebih dari ini.

Pelan-pelan, Hanum meraih ke balik punggung Sinta, menemukan pengait pakaian dalamnya dan melepaskannya. Sepasang payudara langsung terbebas dari penyangga dan penutupnya.

Hanum menyingkap bra Sinta dan menangkupkan tangannya di bagian bawah dada. Jempol kanannya bergerak menyentuh pucuk dada Sinta.

"Ah! Mm ...."

"Sakit?" gumam Hanum. Ia tahu persis puting susu adalah salah satu titik rangsangan paling sensitif dan biasanya tidak sakit jika hanya disentuh atau dikulum, tapi dia ingin memastikan. Ini seks pertamanya, jadi sangat mungkin ia melakukan kesalahan yang menyakiti pasangannya. Hanum tidak mau itu terjadi.

"Nggak kok." Di luar dugaan, Sinta justru menarik wajah Hanum mendekat ke dadanya.

Cewek bottom. Bungkus. Pikiran Hanum mulai tidak karuan. Kalimat-kalimat jungkir balik dalam benaknya, kata-kata tertukar dan terlupakan. Di antara kekacauan itu, hanya ada satu yang tetap fokus dalam kepala Hanum, mengomando dirinya untuk menggarap Sinta.

Sinta mendesah saat Hanum mengulum dadanya. Satu tangan Hanum ragu-ragu hendak meremas payudara yang satu lagi, berakhir hanya menyentuh dan sedikit memijatnya.

"Ah .... Mm."

Agak lama Hanum berkutat di dada Sinta, hanya sesekali beralih mengecup leher, bahu, atau dagu si escort. Selangkangan Hanum terasa lembab. Mungkin Sinta juga. Mungkin. Mungkin juga ini tidak ada apa-apanya. Hanum cuma menebak.

Hanum berhenti sejenak, menarik napas. Pandangan matanya bertemu dengan pandangan mata Sinta.

"Kayaknya senang ya jadi pacar kamu," kata Sinta. Ia menanggalkan blus dan bra-nya. "Seks sama kamu halus dan slow. Santai. Nggak agresif kayak mau perkosa orang."

"Ah, sori." Wajah Hanum terasa panas. "Terlalu slow ya?"

"Nggak apa-apa." Sinta berdiri, menanggalkan seluruh pakaian yang masih melekat di badannya. Hanum refleks melihat ke arah lain saat Sinta menurunkan celana dalam dan selarik benang bening terlihat sekilas. Padahal kalau menonton film justru adegan inilah yang biasanya paling dapat perhatian Hanum. "Aku suka slow begini. Rileks dan santai."

Sinta mendorong Hanum bersandar ke sofa. Wajahnya dekat sekali; ujung hidungnya dan hidung Hanum cuma sesenti jaraknya. Jantung Hanum berdebur lebih keras dan lebih cepat dari biasanya. Perutnya terasa panas di luar.

Hanum mencium bibir Sinta. Singkat. Sekilas, namun terpatri dalam ingatan.

Mungkin ini harusnya tidak dilakukan. Mungkin bukan begini cara rekreasi ini terjadi. Sinta pun nampak sedikit terkejut.

Tapi, menurut Hanum, dia sudah melakukan sesuatu yang benar.

Hanum dan Sinta [R18] [GxG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang