Floor Plan

16.5K 658 14
                                    

"Mau lanjut di lantai?" tanya Sinta, memegangi gelas berisi air di pangkuannya. "Karpetnya sengaja dipilih yang nyaman buat alas." Ia terlihat mengulum senyum sebelum melanjutkan. "Mejanya bisa digeser supaya kita nggak kebentur."

Wajah Hanum merah lagi. "Yang tadi ... maaf."

"Yang mana?"

"Uhm ... yang ... aku klimaks gara-gara cuma kesentuh sedikit."

Sinta tertawa kecil. "Aku kaget juga tadi. Tapi, bukan salah Hanum kok. Memang kalau lagi sensitif-sensitifnya, disentuh dikit bisa reaksinya berlebihan."

Hanum menghirup minumnya sendiri, hanya bisa mengangguk pelan.

"Jadi, mau lanjut di lantai?" ulang Sinta. Ia mendekati Hanum hingga lengan mereka bersentuhan. Mereka berdua masih telanjang bulat.

"Boleh ...." Hanum mengusap bagian belakang lehernya dengan agak gugup. "Aku kayaknya masih pengen lanjut."

"Aku juga."

"Biasanya Sinta juga lebih dari satu sesi?"

"Tergantung stamina klien juga, tapi aku kuat ngeladenin beberapa ronde."

"Oh." Hanum menghabiskan air di gelasnya.

"Mau pakai alat?"

"Ha? Alat?"

Sinta mengangguk ke arah dompet di atas meja. Dompet itu tidak tertutup dan dildo di dalamnya terlihat cukup jelas.

Hanum ragu-ragu. Ia tidak punya pengalaman menggunakan alat, termasuk saat masturbasi sekalipun, dan sepertinya menggunakan alat rentan mencederai pasangannya.

"Wah, lengkap." Sinta berkomentar saat memeriksa isi dompet. "Dental dam buat oral agak nggak enak sebetulnya, tapi memang kalau mau aman, apa boleh buat."

"Aku juga mikir gitu." Hanum mengangkat bahu. "Makanya nggak oral tadi."

Sinta mengeluarkan dildo, memasangnya di strap-on, lalu menjilat dan mengulum batangan silikon yang dipegangnya. Gerak-geriknya sensual. Terlalu sensual, membuat Hanum merasa ingin menerkamnya saat itu juga.

"Ini pas," lanjut Sinta.

"He?"

"Ukurannya." Sang escort menyentuhkan ujung dildo ke selangkangannya. "Ukuran segini enak keluar masuknya."

Hanum menelan ludah.

"Mau dibantuin pasang?" tanya Sinta.

"Boleh ...."

"Yang tipe ini nggak pakai kalibrasi syaraf, jadi gampang."

"Model paling baru kalibrasi syaraf juga tinggal plug-and-play sebetulnya," kata Hanum. Aku kebetulan nonton review dari vlogger."

"Wah? Suka nonton reviewer sex toy juga?"

Hanum merasa wajahnya panas karena malu. "Itu sebetulnya video porno karena mereka selalu test drive pakai alat yang lagi dibahas."

Sinta tertawa pelan. "Iya sih. Tapi aku lebih suka nonton mereka daripada nonton porno."

"Sama. Lebih kelihatan alami si reviewer."

Selesai memasang dildo dan strap-on, Sinta berlutut mengangkang di pangkuan Hanum yang duduk di sofa. Sang escort pelan-pelan menurunkan diri. Batangan silikon menelusup masuk ke celah kemaluannya.

Hanum menahan napas.

"Mm ... pas," gumam Sinta lirih.

Seluruh batangan telah masuk sepenuhnya ketika Sinta berkomentar tentang ukuran.

"Nggak sakit?" tanya Hanum pelan. Ia masih berusaha melawan godaan untuk menyerah pada naluri purbanya akan reproduksi.

"Nggak sakit," jawab Sinta. Ia pelan-pelan mengangkat badan dan menurunkannya kembali. Pada titik ini, melihat dildo keluar dan masuk kembali ke dalam selangkangan Sinta saja menggoyahkan pertahanan Hanum. "Udah basah juga sama yang awal tadi."

Sekali lagi Hanum menelan ludah. Sekali lagi pula Sinta menandak di pangkuan Hanum.

Respons Hanum adalah helaan napas panjang dan keputusannya untuk menyerah pada nafsu. Ia memegang pinggang Sinta dan menggerakkan pinggulnya, mendorong apa yang bersemayam di selangkangan Sinta ketika ia menurunkan tubuhnya.

"Aah. Mmh."

Apa yang akan terjadi, seandainya saat Hanuman menemui Sinta, ia justru membawa kabur sang putri? Rama pasti murka. Rahwana pasti murka. Keduanya tidak akan berperang dan justru mungkin malah bekerjasama mengejar Hanuman.

Tapi ini bukan epos Ramayana, pikir Hanum. Ini cerita erotis sampah yang isinya dua orang wanita bersenggama semalaman.

Hanum dan Sinta [R18] [GxG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang