Reminiscence and Memories

12.9K 614 5
                                    

Malam ini rasanya adalah salah satu malam terpanjang dalam hidup Hanum. Pagi serasa tak kunjung tiba. Ketika Hanum tertidur, entah berapa lama, mimpi yang teringat olehnya sesaat sebelum bangun adalah ia tengah bersenggama dengan seorang wanita. Saat Hanum terbangun, bersentuhan sedikit dengan Sinta membuatnya langsung menginisiasi seks lagi. Satu waktu, Hanum tak yakin mana yang mimpi dan mana yang benar-benar terjadi.

Hanum tengah memeluk Sinta dari belakang, meremas dan memainkan payudaranya dengan satu tangan, sementara jari tangan lainnya memasuki kemaluan, ketika ia menyadari sang escort menangis.

"Sinta?" Suara Hanum parau. Pelan-pelan ia menjauhkan tangan dari dada dan selangkangan Sinta. Dia merengkuh sang escort. "Kenapa?"

"Maaf .... Ingat suamiku dulu." Sinta mengusap air matanya. "Aku nggak apa-apa. Lanjut aja--"

"Suami?" Satu kata itu membuat Hanum surut. Pikiran bahwa jangan-jangan dia menyetubuhi wanita bersuami langsung membuatnya ngeri.

"Meninggal berapa tahun lalu. Kecelakaan pesawat. Anakku juga meninggal kecelakaan itu."

"Oh ...." Sungguh, Hanum orang sensitif yang mudah merasa bersalah. Meskipun suami dan anak Sinta (Itu berarti dia sudah menikah dan punya anak? batin Hanum kaget.) sudah meninggal, rasanya salah kalau ia melanjutkan. "Maaf. Mau udahan?"

"Kok malah Hanum yang minta maaf?" Sinta, tak disangka-sangka, mencubit pelan pipi Hanum.

"Auauau."

"Aku sama suamiku sempat kayak kita sekarang. Seminggu sehabis pesta nikahan, sehabis urusan bongkar hadiah sama balikin baju pinjeman, kita baru 'malam pertama'." Sinta menyandarkan diri pada Hanum. "Kejadiannya agak mirip: kita senggama, ketiduran, bangun buat senggama lagi, ketiduran lagi, dan seterusnya. Suamiku juga nggak banyak gaya. Mirip kayak kita hari ini."

"Maaf."

"Kok maaf lagi?"

"Soalnya aku bikin jadi ingat sesuatu yang sedih?"

Sinta menghela napas. "Harusnya aku yang minta maaf."

Selama beberapa saat kemudian, Hanum dan Sinta tak bersuara. Hanum masih memeluk Sinta dari belakang. Mereka masih telanjang bulat.

"Sinta? Aku tadinya mau tanya sesuatu."

"Yang tadi nggak jadi karena terlalu pribadi?"

"Iya. Tapi aku penasaran."

"Boleh, tanya aja. Nggak apa-apa."

"Sinta gimana ceritanya jadi escort?"

"Oh itu ...."

Sinta kembali menghela napas. Hanum cepat-cepat menambahkan, "Kalau nggak mau cerita juga nggak apa-apa."

"Aku mau ganti posisi dong."

Hanum mengikuti arahan Sinta untuk berbaring di sofa. Sinta sendiri kemudian berbaring di atas Hanum. Sentuhan kulit mereka membuat Hanum berjengit. Ini merangsang, tapi momennya tidak tepat untuk lanjut seks.

"Kira-kira setelah suami dan anakku nggak ada, stresku bertumpuk." Pandangan Sinta nampak menerawang. "Waktu itu aku cuma kepikiran kalau aku mau ngeseks gila-gilaan supaya lupa. Peduli amat kalau habis itu aku ketularan penyakit kelamin. Tapi supaya nggak usah pusing mikir nggak sengaja hamil, aku mutusin buat main sama cewek."

"Tapi Sinta aslinya straight, ya?"

"Iya. Biarpun aku dengar semua manusia itu biseksual. Tinggal lebih kuat tertarik ke lawan jenis atau sesama jenis."

"Aku pernah dengar juga soal itu."

"Lanjut. Jadi sehabis memutuskan gitu, aku ikutan party segala macam. Yang isinya cewek semua. Mungkin ada satu mingguan itu aku tidur sama cewek random."

Hanum tidak pernah mengalami apapun yang mendekati pengalaman duka Sinta, tapi ia bisa merasakan betapa menderitanya Sinta saat itu. Ia merengkuh Sinta, menyisiri rambutnya dengan jemari.

"Hanum?"

"Eh ... lanjut aja." Wajah Hanum terasa panas. "Aku dengerin. Cuma nggak tahu harus bilang apa."

Sinta tertawa pelan. "Memang itu hari-hari liar banget. Yang terakhir malah aku ikutan orgy. Semalaman mungkin ada main sama lima atau enam cewek. Tapi di acara itu aku ketemu sama yang punya tempat ini. Kita ngobrol, aku cerita soal suami dan anakku. Aku nggak punya kerjaan. Nggak tahu harus ngapain. Oh ... waktu ngobrol itu juga ... tengah pembicaraan aku maksa seks sama dia. Ahh, aku kacau banget waktu itu. Pulang dari tempat orgy, aku sama si pemilik tempat ini juga lanjut lagi. Kita baru lanjut ngobrol agak serius waktu makan malam. Dia nawarin aku kerja di sini, soalnya dia lihat aku lumayan jago. Mau jadi top atau bottom bisa."

"Tapi Sinta sekarang udah nggak apa-apa, kan?"

"Udah nggak apa-apa kok." Sinta tersenyum. "Makasih."

Hanum memeluk Sinta, tak yakin harus mengucapkan apa. Tanpa disadari, ia kembali menyusuri rambut Sinta dengan jemarinya.

"Num?"

"Eh ...?" Tangan Hanum berhenti. "Harusnya jangan?"

Sinta tertawa pelan, lalu mengecup lembut bibir Hanum.

"Nggak apa-apa kok."

***

Hingga pagi kira-kira pukul empat atau lima, Hanum tidur memeluk Sinta. Badan si escort terasa hangat. Seumur-umur ini pertama kalinya Hanum tidur sambil memeluk seseorang.

Ketika sesi berakhir, Hanum pikir dia ingin bertemu lagi dengan Sinta.

Bukan sebagai escort dan klien. Kalau bisa.

Hanum dan Sinta [R18] [GxG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang