12

669 124 4
                                    

Ketika Taeyong pergi meninggalkan Jisoo malam itu, di dalam mobil Taeyong menangis. Air matanya terus-menerus keluar tanpa henti.

Ia kehilangan separuh hidupnya.

Semakin Taeyong menyadari, semakin Taeyong sadar jika ia sudah mencintai Jisoo. Hatinya sudah berada di Jisoo dan ia sudah menganggap Jisoo adalah rumahnya.

Taeyong tahu jika suatu saat ia akan pergi dari kehidupan Jisoo. Tapi, mengapa perasaannya sangat sakit ketika ia meninggalkan Jisoo?

Apa Taeyong takut Jisoo akan sendiri lagi?

Atau justru, Taeyong takut kehilangan Jisoo?

Keterpurukannya terasa sangat kuat, apalagi Taeyong lebih memilih bekerja sangat giat di bandingkan sebelumnya. Taeyong berusaha melupakan semua yang terjadi, tapi tetap gagal.

Karena ia merasa kehilangan rumahnya dan itu tidak baik-baik saja.

"Lo kenapa jadi gila kerja gini, Taeyong?"

Ucapan Johnny membuyarkan lamunannya. Taeyong menolehkan pandangannya dan terlihatlah Johnny sedang melipat kedua tangannya.

"Karena inilah yang gue bisa," jawab Taeyong seadanya.

"Kondisi Jisoo sama kayak lo, sama-sama kehilangan rumahnya." Johnny berujar tiba-tiba.

Taeyong hanya diam.

"Lo ga ada niatan mau ketemu dia?" tanya Johnny pelan. "Untuk memperjelas semuanya, Taeyong."

Taeyong menghela napas, "Minggu kemarin gue ketemu dia. Tapi bukan secara langsung."

Johnny memilih diam, ia ingin mendengarkan cerita dari Taeyong. Dan itulah caranya membantu Taeyong.

"Selesai kerja, gue datang ke kafenya, tapi bukan berhenti di kafenya langsung. Gue berhenti di sebrang kafenya dan lumayan jauh cuman untuk ngelihat dia gimana, John. Dan pas gue ngelihat, dia nutup pintu dan ngunci kafe sendiri, padahal biasanya itu yang gue lakuin." Taeyong berhenti sebentar.

Ia menghela napas dan menatap Johnny. "Ternyata ada pria dari masa lalunya jemput dia pulang. Dan lo tahu apa yang terjadi? Jisoo balas meluk dia dan senyum sama dia. Gue pikir, kebahagiaan Jisoo sudah balik lagi."

Ketika Taeyong bercerita tentang Jisoo, ia tersenyum manis. Johnny ikut tersenyum, ia merasa ketika Taeyong bercerita tentang Jisoo, kebahagiaannya kembali lagi.

"Jujur, John. Gue ga masalah dia bahagia tanpa gue, tapi yang bikin gue sakit adalah dia ngelihat gue dari kejauhan." Taeyong tersenyum tipis. "Pria dari masa lalunya mungkin nanya, kenapa ga ke mobil, tapi ia kayak bilang kalau sebentar lagi aja. Dan bukan sebentar waktunya gue sama dia saling tatap-tatapan. Ya, gue kasih dia senyum dari awal dia senyum ke pria itu."

Johnny merasakan kepedihan tersalurkan dari cerita Taeyong. Johnny menepuk-nepuk pundak Taeyong pelan. "It's okay, bro."

"Gue berusaha untuk baik-baik aja, John." Taeyong tersenyum, "Tapi, hari itu gue ngasih tahu lewat bahasa isyarat yang berarti selamat tinggal. Gue mundur terus sampai akhirnya gue masuk ke mobil lagi. Yang sedihnya, pas gue pergi dari sana, gue dengar teriakan dia."

"Teriakan apa?" tanya Johnny pelan.

"Dia bilang, jangan pergi." Taeyong terdiam sesaat. "Tapi, gue tetap pergi, Johnny. Gue turuti kemauan dia yang minta gue pergi dari kehidupan dia."

Johnny terdiam dan mematung mendengar ucapan Taeyong. Pria itu terlihat sangat menyedihkan dengan mata yang memerah menahan tangisan.

"Gue ga mau pergi, Johnny. Gue mau lari ke dia dan meluk dia sambil nenangin dia." Taeyong menundukkan kepalanya. "Tapi, gue bikin dia nangis. Gue ga pantas buat dia, Johnny. Gue ga pantes."

Taeyong merasa gagal telah menjaga Jisoo.

benci ❝✔❞ ; taesooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang