GALEXIA-01

152 53 23
                                    

Katanya, penyembuh luka yang paling baik adalah si pembuat luka itu sendiri. Lantas bagaimana jika sang pemberi luka itu sudah benar-benar pergi?

⋇⋆✦⋆⋇ 

Dua orang gadis melangkah memasuki kantin. Jam istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Kini, bangku-bangku hampir penuh diisi oleh jiwa-jiwa kelaparan.

Kantin memang selalu menjadi tempat paling ramai di sekolah manapun. Katanya, kantin adalah surganya sekolah. Meskipun riuh dan membuat pening kepala, mereka lebih nyaman berada di kantin daripada di dalam kelas.

"Biar gue yang pesen, lo cari bangku. Mau apa?" Ujar gadis bercepol satu.

"Batagor, es teh," Balas gadis bername tag Alexia. Gadis bercepol satu itu mengangguk lalu melangkah pergi menuju ke stand makanan. Sedangkan Alexia berjalan mencari-cari bangku yang masih kosong.

Hari ini, kantin nampak begitu ramai, banyak siswa yang berlalu lalang membuat Alexia harus sabar karena akses jalan yang padat.

"Ale!" Alexia mendengar seruan itu sontak menatap sekeliling, mencari-cari pemilik suara yang tak asing baginya. Tatapannya jatuh pada seorang pemuda yang duduk di bangku paling pojok belakang. Alexia melangkah menghampiri pemuda itu karena nampak masih ada dua bangku yang kosong di sana. Cukup untuk ia dan temannya.

"Eh, ibu negara," Celetuk salah satu dari mereka.

"Kok lo sendiri? Lyra mana?" Tanya seorang pemuda bername tag Bentala.

"Pesan," Jawab Ale singkat. Mereka yang sudah paham dengan sikap gadis itu mengangguk.

"Jan, Mbak Miya jahat ya?"

"Fakgirl dia mah, nembak sana-sini terus ditinggalin, gila aja ngga ada malu-malunya sama sekali," Balas Ijan.

"Iya anjir, masa setengah jam udah nembak 10 cowo, si cowo ya mau-maunya di begoin," Timpal Bentala.

Magma mencoba berpikir menerka-nerka apa yang sedang mereka bicarakan. Miya? Gadis mana dia itu? Mengapa teman-temannya tau tetapi dia tak tahu sama sekali?

"Miya siapa si? Sering banget kalian ngomongin Miya tapi sampe sekarang gue nggak tau sama sekali Miya itu siapa," Ujar Magma. Mereka tertawa, pemuda itu semakin bingung dibuatnya.

Ijan menatap Magma dengan tatapan tak percaya. "Lo ngga tau, Ma? Kemana aja lo selama ini?"

"Gila, Ma. Padahal Miya itu cantik, populer, pinter dan lo ngga tau dia siapa?!" Ujar Jupri histeris. Magma dengan polos menggelengi pertanyaan mereka karena ia benar-benar tidak tau siapa itu Miya.

Alexia hanya diam mendengarkan celotehan tak berbobot mereka. Ia tak berniat membuka suara sedikit pun. Gadis itu lebih memilih menenggelamkan wajahnya diatas meja yang ditumpu oleh kedua tangan bersedekap.

"Makanan datang yuhu...!" Seru seorang gadis yang membawa nampan berisi dua mangkok batagor dan dua gelas es teh. Alexia mendongak menatap gadis itu lalu memboyong salah satu mangkok dan minuman itu.

"Lo kira ini hutan yang bisa teriak-teriak sesuka lo?!" Tukas Ijan dengan ekspresi kesalnya.

Gadis itu memamerkan rentetan gigi rapinya. "Ya maap atuh, akang."

"Punya gue mana, Ly?" Tanya Magma.

"Lo siapa?" Jawaban Lyra sukses membuat ketiga pemuda itu tertawa, Magma mendesah kesal.

"Fine! Jauh-jauh lo dari gue!" Kesal Magma pasalnya Lyra yang berstatus sebagai kekasihnya itu pura-pura tak mengenalinya.

Lyra terkikik geli melihat tingkah bocahnya Magma. "Dih-dih, malu sama otot kang."

GALEXIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang