GALEXIA-02

95 43 18
                                    

Dan ternyata, aku memang benar-benar sudah kehilanganmu. Hilang, yang benar-benar hilang.

⋇⋆✦⋆⋇ 

(Bacanya sambil dengerin lagu Belum siap kehilanganmu - stevan pasaribu)


Bel pulang sekolah berbunyi dengan nyaring. Seluruh siswa SMA Yuskul berhamburan keluar kelas. Sesuai dengan prosedur sekolah, seluruh kegiatan KBM berhenti saat itu juga, kecuali praktikum yang memang harus benar-benar diselesaikan saat itu juga.

Alexia dengan santai membereskan buku-bukunya dan memasukannya ke dalam tas hitam miliknya. Hampir seluruh penghuni kelas itu sudah keluar semua, hanya tersisa Alexia dan dua orang lainnya. Bagi mereka, jam pulang sekolah adalah hal yang paling dinanti, tetapi tidak bagi Alexia. Bagi gadis itu, pulang hanya sekedar berpindah tempat saja. Dimana pun ia berada, rasanya tetap sama. Kosong.

"Le, lo pulang sama siapa?" Tanya gadis bertas nay.

"Sendiri," Jawab Alexia dengan singkatnya.

"Bareng gue aja."

"Ada urusan." Lyra memutar bola matanya malas. "Sok sibuk lo, ih!"

"Orang penting," Balas Alexia dengan wajah datarnya.

Bentala dan Lyra terkekeh geli mendengar ucapan Alexia. "Gue kira lo udah gabisa ngelawak," Tukas Bentala.

"Udah lah, mending sama gue aja, yu!" Ajak Lyra.

"Duluan." Alexia melangkah pergi dari sana. Ia mengabaikan dua orang itu yang mungkin saja saat ini sedang menatapnya dengan kesal. Sejak bintangnya pergi, mengasingkan diri adalah pilihan paling final yang harus dipilih. Bukan tanpa alasan. Kadang, tanpa mereka sadari, ucapannya bisa membunuh orang. Alexia sudah cukup terbunuh, tidak mungkin jika harus menyerahkan diri untuk dimutilasi.

"Kepergian Orion ternyata membawa banyak perubahan ya?" Ujar gadis name tag Lyra.

"Yaps, mungkin lo juga akan merasakan hal yang sama kalo Magma pergi dari hidup lo," Sahut sang lawan bicara.

"Gue nggak bisa ngebayangin kalo Magma pergi dari hidup gue, sejauh ini cuma di yang selalu bisa ngertiin gue."

"Manfaatin sebaik mungkin sebelum waktu kalian habis dan ceritanya berakhir."

"Udah ah! Cabut! Bucin mulu heran!" Mereka berdua keluar dari ruangan itu dengan isi kepalanya masing-masing.

Sedangkan Alexia, gadis itu tidak langsung pulang ke rumahnya. Kakinya melangkah menyusuri jalanan aspal yang panas karena paparan sinar matahari. Langkahnya berhenti di sebuah toko bunga langganannya.

"Mba, Edelweis seperti biasa," Ucap Alexia kepada penjaga toko itu.

"Siap mbak Ale, btw lama nggak mampir nih," Sahut sang penjaga toko itu. Alexia tidak menjawab, ia hanya tersenyum tipis.

"Tunggu sebentar ya, mbak. Saya rangkai dulu." Alexia mengangguk. Matanya menelisik toko bunga langganannya itu. Ternyata beberapa bulan tak mampir, sudah banyak yang berubah. Waktu memang terlalu mahir membuat perubahan.

"Ini mbak." Alexia menerima ulungan bucket bunga edelweis putih itu kemudian memberikan beberapa lembar uang kepadanya.

"Saya permisi, mbak."

"Hati-hati, mbak Ale." Gadis itu mengangguk lantas kembali melanjutkan langkahnya.

⋇⋆✦⋆⋇


Netra coklat Alexia tak beralih dari batu nisan yang mulai usang. Ia tersenyum menatap sebuah makam yang telah ditumbuhi rumput itu. Tiba-tiba airmatanya mengalir tanpa permisi. Satu ikat bunga edelweis ia letakkan di atas makam itu. Tangan halusnya mengusap lembut batu nisan yang sudah ditumbuhi lumut-lumut liar.

GALEXIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang