Jaga ucapanmu baik-baik ya,
Kita ngga pernah tau lewat kalimat yang mana orang akan tersakiti. Bahkan di kalimat paling sopan sekalipun.
Titik rapuh dan sumber luka setiap orang berbeda.⋇⋆✦⋆⋇
Langit berubah menjadi murung, sepertinya hujan akan turun. Tergambar dari langit, kali ini hujannya pasti akan lebat. Alexia membelah jalanan kota jakarta yang tak pernah sepi itu dengan kecepatan tinggi. Gadis itu sangat malas jika harus berhadapan dengan hujan meskipun tubuhnya tidak akan basah.
Dan benar saja, selisih beberapa menit setelah gadis itu membatin akan hujan, rintik itu turun tanpa beban. Alexia berdecak sebal dalam hati. Lebih baik ia jalan kaki kehujanan daripada harus mengendarai mobil dalam keadaan hujan. Hal itu disebabkan karena mata Alexia sudah minus, meskipun tidak hanya 0,25 tetap saja penglihatannya sedikit blur.
Cari aman, Alexia memilih melewati jalur yang sepi. Beruntung ada jalan lain selain melewati jalan raya yang ramai riuh.
Sore ini senja berhasil direbut posisinya oleh hujan. Megahnya jingga digantikan oleh rintik tegar yang diharapkan datang tetapi selalu dibenci ketika mendatangkan diri. Miris memang menjadi hujan. Serba salah.
Tak sampai sepuluh menit, mobil BMW hitam milik Alexia sudah terparkir rapi di depan rumah tempatnya tinggal. Gadis itu memasuki rumahnya dengan gontai, bajunya sedikit basah.
"Ci-"
"Alexia," Tegas Alexia memotong ucapan wanita paruh baya itu.
"Ini udah hampir satu tahun, Le. Mau sampai kapan kamu kayak gini?" Tanya wanita itu prihatin melihat kondisi putrinya yang semakin hari semakin dingin. Bahkan senyum manis Alexia sudah tidak bisa ia nikmati lagi, seolah sudah mati.
"Bunda nggak ngerti perasaan Ale dan biar Ale kasih tau kalau Cia udah mati tepat saat Orion benar-benar menghilang dari bumi, dari hidupya. Ale harap bunda ngertiin perasaan Ale." Alexia kembali melanjutkan langkahnya. Gadis itu menaiki tangga satu persatu dengan perasaan berkecamuk. Mengapa orang-orang harus selalu mengingatkan luka terparahnya?
Danika menatap kepergian putrinya. Berbagai upaya sudah ia lakukan untuk mengembalikan Alexia yang dulu, seorang Cia yang ceria dan tak pernah absen untuk tertawa bukan Ale yang dingin, datar dan misterius seperti sekarang.
"Kamu lihat, Rion? Bahkan Alexia bukan hanya kehilangan kamu, tapi juga dirinya sendiri. Bunda minta maaf, belum bisa membuat anak bunda ikhlas sama kepergian kamu. Semoga kamu mau memaafkan Cia, dia sangat mencintai kamu, Ri," Lirih Danika sembari menatap sebuah bingkai fotonya dengan Alexia dan Orion yang diambil jauh sebelum Orion pergi.
Dalam kamar Alexia membanting tubuhnya di atas kasur, ia juga membuang tasnya ke sembarang arah. Hatinya terasa ngilu, ucapan ibunya berhasil membuat kejadian kelam beberapa bulan ke belakang kembali berputar bak film di otaknya. Sepertinya, Alexia memang ditakdirkan untuk selalu hidup dalam bayang-bayang kehilangan. Bahkan meskipun hampir setahun, rasanya masih seperti baru kehilangan kemarin. Pedihnya masih sangat tajam.
Alexia bangkit. Ia menatap gambaran dirinya dalam cermin. Gadis itu tersenyum getir. Ternyata semenyedihka itu, ya, batinnya.
Ting!
Suara itu membuat lamunan Alexia buyar. Ia merogoh sakunya dan mengambil sebuah benda pipih berwarna silver miliknya. Sebuah pesan dari nomor yang tak dikenal membuatnya mengerutkan dahi.
+62 8327.....
Woy Le!
Bagi jawaban tugas sosiologi
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEXIA
Teen FictionHATI-HATI❗ CERITA INI MUNGKIN SAJA AKAN MENYAKITIMU, SIAPKAN OKSIGEN LEBIH DAN PERKUAT HATIMU SEKALI LAGI. TIDAK UNTUK DITULIS ULANG OLEH TANGAN-TANGAN NAKAL❗ Sebuah kisah sederhana di luar logika ini kupersembahkan untuk jiwa-jiwa yang haus akan ak...