Balas Dendam

14K 1.4K 230
                                    

"Sini aku lihat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sini aku lihat." Devan mendekat yang seketika membuat Alana melangkah mundur ke belakang.

"Mas!"

"Kamu bohong, kan?" tantangnya. "Jadi, kamu pilih apa? Pisah atau—"

"Mas aku gak siap!" sela Alana cepat. "Aku gak siap kalo nanti kamu manggil nama perempuan lain saat sedang menikmati tubuh aku."

Devan tidak bodoh untuk mengerti itu. Ia tahu apa kesalahannya, menyebut nama Almira saat sedang bercinta dengan Alana. Tapi malam itu, sungguh ia pun tidak sadar telah menyebut nama Almira.

"Cuma ada dua pilihan." Devan mengalihkan pembicaraan. "Kamu buka baju kamu atau kita pisah?"

"Aku gak mau pisah!"

"Kalo gitu buka baju kamu!"

Alana menggeram tertahan. Air matanya tumpah seiring hentakan kakinya ke atas lantai. Ia hanya sedang berusaha untuk menyelamatkan harga dirinya, tapi Devan benar-benar sudah menghancurkan itu.

"Mau kamu yang buka atau aku?" ancam Devan bersama seringai di wajah.

Kenapa meski menyeringai Devan masih saja tetap tampan?

Loh?

Alana buru-buru menggeleng. "Kamu gak bisa maksa aku!" tolaknya seolah tidak takut pada wajah mengeras sang suami.

Ugh! Benar suami kan ya?

Padahal kini dada Alana sudah berdegup kencang sekali.

"Oke! Kalo gitu artinya kamu minta aku yang buka." Devan kembali mendekat, menyudutkan tubuh Alana pada dinding kamar di sebelah ranjang.

"Mas—"

Wajah gadis itu sudah memucat dengan napas yang berantakan, serta air mata yang tumpah karena berusaha menahan rasa kesal. Menolak Devan sama saja dengan percuma, jadi daripada terjadi hal yang tidak ia inginkan, menyerahkan diri pada suami tidak ada salahnya, kan?

"Tunggu!" Kedua tangan Alana bergerak ke depan menahan dada Devan yang seketika berhenti dengan jarak yang lumayan dekat. "A—ku buka baju ... sendiri aja." Lalu ia menghapus air matanya cepat. "Tapi, aku mau bersih-bersih dulu."

"Lima menit."

"Apa?" Mata Alana membola, bahkan nayaris melompat dari tempatnya. "Kenapa pake waktu?"

"Mau nggak?"

Ck, jangan membantah, Al. Batinnya mengingatkan.

"Oke, lima menit!" Alana mendongak untuk mempertemukan pandangan mereka. "Mas Devan geser dong, aku kan mau lewat."

Ujung bibir Devan rasanya gatal sekali. Ia ingin tersenyum, ingin menertawai kepolosan gadis di depannya ini. Tapi Devan menahan diri untuk tidak melakukan tindakan konyol itu.

Rasanya, belum hilang jejak air mata yang menetes di pipi Alana, tapi gadis itu sudah bertingkah menggemaskan saja. Devan suka sekali melihatnya.

Uh, apa maksudnya? Tidak, Devan hanya senang melihat Alana kesulitan.

EFEMERALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang