21. Strong

1.2K 126 20
                                    

Masih pagi buta, mentari bahkan belum menampakkan siluetnya di ufuk timur. Suara jangkrik malam masih sedikit mendominasi suasana, menghantarkan melodi tetaplah tidur bagi sebagian besar orang di kota itu. Namun di sebuah rumah, satu ruangan sudah menyiratkan cahaya dari tadi. Tidak terlalu terang memang, namun sanggup memperlihatkan sepasang kembar yang tengah berdiskusi menjelang fajar. Sebelum adik-adik mereka terbangun tentunya.

"Gimana Ndu? Reksa udah ada nemu sesuatu belum?"

Yang diajak bicara menggeleng pelan. "None. Gue juga udah ke kantornya om Juna. Tanya-tanya sama rekan kerjanya. Tapi gak ada yang dititipin pesan atau apapun itu habis om hilang."

"Sorry gak bisa nemenin Lo. BEM riweuh banget kemarin. Prokernya ngejak gelud kabeh." (Prokernya ngajak berantem semua)

"Gapapa. Lo harus tanggung jawab sama amanah. Apalagi kan Lo udah disumpah, gak boleh khianat." Nasihat Pandu sambil bersandar pada kursi. Menyuapkan es krim yang sudah menjadi kebiasaan.

Yang diceramahi tertawa kecil, "Enjih pak ustadz

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yang diceramahi tertawa kecil, "Enjih pak ustadz."

"Lo masih capek banget ya? Tidur lagi aja gih, sorry gue bangunin jam segini."

"Hei, jangan remehin baterai seorang Panji Fattah Kalandra ya! Kerempeng begini gue turunannya Popeye tau." Ujar Panji pongah. Membuka lebar dua matanya membuktikan kalau ia seratus persen terjaga.

Kembarannya tertawa, "Popeye punya otot. Lah Lo mana?"

"Masih gue dp." Sebuah bantal besar terlempar kemudian ke wajah Panji.

Hening sebentar, Pandu yang tadinya tertawa mendadak diam. Seperti memikirkan sesuatu yang mengganjal, "Kita aman disini, tapi gimana ya keadaannya om Juna? Gue harap dia baik-baik aja."

"Gue juga maunya gitu Ndu. Om Juna udah nglindungin gue. Kita. Gak cuma waktu itu, tapi juga—selama ini."

Pandu menghela napas, "Kita bukan siapa-siapanya kan? Bukan keponakannya juga. Tapi kenapa ya, om Juna lebih peduliin kita dibanding dirinya sendiri?"

"Terlalu banyak rahasia Ndu." Jawab Panji lagi pelan.

"Gue tau. Tapi pasti semuanya bakal terjawab nanti Ji. Gue yakin." Pandu mengamini perkataannya sendiri.

"Harus. Rasa penasaran gue harus terjawab. Kepala gue rasanya mau pecah saking banyaknya pertanyaan di otak gue."

Pandu menoleh kearah pemuda bersurai coklat itu. Sama. Semua pertanyaan di kepalanya juga membutuhkan jawaban. Semua kegelisahan Panji dan Pandu akan masa depan dan masa lalu benar-benar menghantui mereka sekarang. Semua itu butuh penjelasan. Dan sayangnya sang pemilik kunci jawaban itu sendiri sedang entah berada dimana.

"Dan tentang pertanyaan Lo malem itu Ndu, gue udah pikirin." Panji berujar lagi setelah hening.

"Ayo kita cari orang tua kandung kita."

Alur KamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang