26. Spy

689 89 39
                                    

Dua sosok dengan baju biru senada itu nampak nyaman ketika angin senja membelai rambut, bersandar pada pagar rooftop rumah sakit sembari memandang riuh kota yang indah di bawah sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua sosok dengan baju biru senada itu nampak nyaman ketika angin senja membelai rambut, bersandar pada pagar rooftop rumah sakit sembari memandang riuh kota yang indah di bawah sana. Berpadu dengan rona memerah yang bergradasi indah di langit, dengan jalanan penuh lalu lalang kendaraan sebagai dasar. Dari ketinggian 7 lantai, seisi kota terlihat sungguh mengesankan.

"Asli disini seger banget cuy!"

"Apa saya bilang! Kamu teh pasti bakal nyantol at the first sight sama tempat ini. Sudah percaya kan?"

Si surai legam panjang tertawa, "Lucu banget Lo ngomongnya campuran."

"Loh jangan salah atuh. Kampung-kampung begini saya teh bisa bahasa korea lho."

"Gimana?"

"Ppalgan mat, gunggeumhae honey
kkaemulmyeon jeomjeom nogadeun
strawberry geu mat."

Hema nampak berpikir keras, sepertinya ia gak asing sama kata-kata yang diucapkan Dadang. "Heh! Itu kan lirik lagu, Dadang Sugendang! Ya mana keitung lah kalo gitu!"

Dadang nyengir, "Eh ternyata sefrekuensi kita. Gagal deh saya kibulin maneh. Baidewey nama saya tuh bukan Sugendang! Tapi Suganda!"

"Gak mau ah, nama Daniel Suganda tu terlalu kebagusan buat orang gendeng kayak Lo."

"Emangnya Hemaghazi Athaya tidak kesucian buat titisan setan kayak kamu?"

Lalu keduanya sama berpandangan sedetik kemudian. "Cie.. apal nama panjang gue/saya ya?" Lalu tergelak bersama. Ternyata semenyenangkan itu memiliki teman seperjuangan yang sama-sama minus akhlak.

Kemudian keduanya tak melanjutkan pembicaraan, sibuk melihat kawanan burung yang terbang membentuk barisan di langit senja. Meneriakkan bunyi memekakkan seakan mencari perhatian pada pemakai jalanan dibawah mereka.

"Hasil pemeriksaan kamu teh gimana, Hem?"

"Ceritanya perhatian nih," Hema mengerling. Mendekatkan wajahnya sambil menyeringai jahil. Jika orang normal, sudah pasti mereka akan menjauhkan wajah Hema sambil berteriak geli. Tapi ini adalah Dadang, cowok yang sama-sama otaknya tinggal sesendok teh seperti Hema. Jadi pemuda Sunda itu malah ikut mendekatkan kepalanya. Balas menyeringai,

"Iya dong. Kapan sih saya nda perhatian sama kamu atuh?" Keduanya tergelak lagi sambil saling menoyor wajah untuk menjauh. Mendadak merasa jijik.

"Lo gimana Dang? Kayaknya Lo tuh gak pernah cerita apa-apa sama gue. Eh! Malah Lo gak pernah cerita Lo sakit apa," Hema menoleh dramatis, "Mas gak percaya ya sama aku? Aku salah apa? Kenapa mas gak pernah cerita?"

"Tenang adinda. Bukan maksudku untuk menyembunyikan sesuatu darimu. Tapi aku-"

"Geh udahan bercandanya. Bisa yok serius!" Potong Hema mulai gemas.

Alur KamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang