Prolog

258K 15K 2.5K
                                    

Hello....
Author bawa cerita baru nih, semoga aja kalian suka ya guys.

Jangan lupa vote dan komentarnya ya guys.

Maaf typo bertebaran...

Happy reading...

•́  ‿ ,•̀•́  ‿ ,•̀

Di sebuah rumah yang begitu mewah dengan segala desain interiornya, belum lagi halaman yang begitu luas yang di penuhi dengan bunga-bunga yang indah. Rumah ini bisa di bilang merupakan sebuah rumah yang diimpikan oleh banyak orang.

Tapi, siapa yang menyangka jika rumah yang layaknya seperti istana ini terdapat seorang gadis remaja yang sedang meringis kesakitan. Gadis itu terlihat sedang mengobati beberapa luka lebam di tubuhnya.

"Aduh," gumamnya pelan sambil membersihkan sebuah luka sayatan di punggung tangannya.

"Untung aja nggak di tangan kanan," gumamnya lagi sambil berusaha membersihkan luka tersebut.

"Pembunuh, lo dimana!?"

Adele Adriana Agatha, gadis itu hanya mampu tersenyum kecut. Di rumah ini ia selalu di panggil dengan sebutan pembunuh, dia harus bisa sabar dengan semua luka fisik maupun batin yang di berikan oleh keluarganya sendiri.

Brak!

Suara dobrakan pintu berhasil membuat perempuan cantik itu terloncat kaget. Di sana, di depan pintu kamarnya, aaa bukan kamar tapi gudang yang yang sudah dianggap kamar oleh gadis cantik itu.

"A-ada apa kak?" tanya Adele dengan takut sekaligus gugup.

"Ada apa, ada apa? tugas gue yang gue suruh kerjain itu mana?" tanya cowok itu sambil menatap jijik kearah gadis yang sedang menundukkan kepalanya itu.

"Be-bentar kak," gumam cewek cantik itu sambil berjalan dengan pelan kearah meja kecil yang dia sulap menjadi meja belajar.

Dengan menahan rasa sakit di tubuhnya perempuan cantik itu mencari buku yang di minta oleh kakaknya itu. Setelah menemukan apa yang ia cari, gadis itu memberikannya kepada sang kakak.

"I-ini kak."

"Sini, lama banget sih lo," ketus cowok itu.

"Maaf," gumam Adele sambil menundukkan kepalanya.

Lintang William Nelson, pria itu adalah kakak ketiga dari Adele. Dia selalu bersikap kejam kepada gadis cantik itu, sama seperti saat ini yang terbesit sebuah ide jahat. Dengan cepat Lintang langsung mencengkeram dengan eratnya tangan adiknya yang sedang terluka itu.

"Aaa sa-sakit kak," rintih cewek cantik itu sambil memegang tangan sang kakak.

"Heh kuman! lepasin tangan lo dari tangan gue!!!" teriak Lintang keras sambil mendorong Adele menjauh dari dirinya.

Adele? gadis itu sudah terduduk di lantai karena dorongan dari kakaknya itu. Sebegitu menjijikkan kah dirinya sehingga kakaknya sendiri menganggap dirinya kuman.

"Anjing! berani banget lo nyentuh gue!!" teriak Lintang keras sambil berjalan mendekati Adele yang berusaha menjauh darinya.

Bugh!

Satu tendangan berhasil mendarat di punggung gadis cantik itu. Merasa tidak puas cowok itu kembali menendang kepada bagian belakang gadis yang notabenenya adalah adiknya sendiri.

"Aaggrrhh, sa-sakit kak," lirih perempuan cantik itu pelan.

"Sakit? nih lebih sakit," desis Lintang tajam sambil menginjak tangan Adele yang terkena luka sayatan tadi.

"Aggrrhhh!!! kak sakit!" teriak gadis malang itu sambil bersimpuh di depan kaki sang kakak.

"Mam-...."

"Ada apa ini?" tanya seorang pria paruh baya sambil berdiri di depan gudang.

"Tau tuh Yah, si pembunuh ini ngambil buku aku," adu Lintang yang sepenuhnya berbohong kepada sang ayah.

Zain Nelson, pria paruh baya itu menatap tajam kepada gadis yang dia anggap sebagai pembawa sial itu. Sedangkan yang di tatap hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan dengan wajah yang di penuhi oleh air mata.

"Keluar Lintang," suruh Zain kepada putra ketiganya itu, dengan penuh semangat cowok itu langsung keluar dari dalam gudang.

"A-ayah, aku nggak a-ambil buku kak Lintang," lirih Adele sambil beringsut menjauhi sang ayah.

Seolah tuli, Zain melepaskan ikat pinggangnya. Dia tidak peduli dengan alasan gadis itu, dengan tidak berperasaan nya pria itu memukulkan ikat pinggang itu kepada putrinya.

"Aaaggrrhh!! Ayah sakit!" teriak Adele berusaha menjauhi sang ayah.

"Sialan!" maki Zain tajam sambil memukulkan kepala ikat pinggang itu ke kepala putrinya.

"Hiks hiks Ayah ampun," tangisan gadis itu pecah saat merasakan darah segar mengalir di pelipisnya.

"Kau tidak boleh makan malam ini," suara Zain tajam sambil meninggalkan gudang itu dengan perasaan tak bersalah.

"Hiks hiks, bunda jemput Adele hiks," tangisan gadis itu keras, ini benar-benar sakit.

Kenapa keluarganya itu tidak pernah membiarkannya untuk hidup tenang satu hari saja. Seolah mereka sangat senang mendengar tangisan dan teriakannya yang penuh dengan rasa sakit.

"Hiks hiks Adele nggak kuat Bunda, nggak ada yang sayang Adele hiks hiks."

Dia benar-benar merindukan sang ibu, wanita yang telah mengorbankan nyawanya agar Adele bisa selamat. Tapi keluarganya malah menganggap kematian sang ibu salahnya, tidak ada yang menginginkan dirinya di rumah ini.

Dari kecil, ia tidak pernah mendapat kasih sayang dari sang ayah mau pun dari ketiga kakak laki-lakinya. Keempat pria itu selalu menyiksa dirinya.

"Buat apa harus hidup jika hanya di benci," lirih gadis malang itu sambil menghapus air matanya cepat.

Tidak ada gunanya juga ia menangis, tidak akan ada yang peduli. Lebih baik dia membersihkan luka di tubuhnya daripada harus menangis. Lagipula ia tidak ingin bundanya sedih karena ia menangis, ini adalah takdirnya. Jadi Adele harus bisa melewatinya dengan tersenyum, walau hati dan tubuhnya terasa sakit.

"Adele nggak akan cengeng, aku nggak mau Bunda juga sedih di atas sana. Aku bakalan berusaha bertahan sampai Allah bilang waktunya Adele untuk pulang," batin perempuan cantik itu sambil mengobati luka-luka yang ada di tubuhnya.

TBC

Gimana?
Suka nggak sih sama ceritanya?

Moga suka ya guys.

Jangan lupa di vote dan kasih komentarnya.

See you next chapter

Tiara Yulita

I'm Broken (Lengkap)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang