Chapter 14

205 31 8
                                    

***

Jika bisa, Jeongyeon ingin menghapus sebagian memorinya yang telah lalu. Atau kalau ampuh, ia ingin sengaja benturkan kepalanya pada tembok berkali-kali. Berharap dengan itu separuh ingatannya menghilang, tepat dibagian saat kebahagiaannya terenggut paksa oleh takdir yang tidak dapat ia lawan.
Namun entah sial atau beruntungnya, Jeongyeon tak sampai hati untuk nekat melakukan hal bodoh semacam itu.
Kecuali jika Tuhan mengabulkan doa baiknya, dengan cara dihilangkanNya ingatan Jeongyeon atas semua kejadian pada masa itu begitu dirinya membuka mata dikeesokan hari.
Yah, namanya manusia memang gemar berandai-andai.

Ia masih berjalan ditrotoar yang mulai tampak sebagian orang berlalu-lalang disekitarnya. Beruntung hari ini matahari masih sudi menampakan diri ditengah terpaan angin musim dingin yang berlomba memberi antara kehangatan dan kesejukan bagi makhluk hidup didataran Korea Selatan.

Waktu menunjukan pukul sembilan lewat tiga puluh menit. Jeongyeon melirik toko buku yang berderetan dengan toko lainnya. Sang penjaga telah membalikan kayu kecil dengan ukiran dan gantungan rantai menjadi kata 'buka' dibalik kaca pintu tersebut. Jeongyeon lalu berjalan agak cepat agar segera sampai di toko dan memasukinya untuk langsung kebagian buku-buku bertema masakan. Gadis jangkung itu melirik sebuah buku bertuliskan 'all about pastry', kemudian mengambilnya sambil melihat-lihat cover serta nama sang penulis berikut blurb dibelakang jilid berwarna ungu pastel tersebut.

"Kalau bukan karena si bahu lebar itu, mana sudi aku mempelajari resep kue-kue ini." Ia bergumam seraya membolak-balikan buku yang masih terbungkus plastik dalam genggamannya.
Sejujurnya, Jeongyeon tak berniat sama sekali untuk membeli sebuah buku. Ia hanya sedang membuang waktu yang dirasa sangat lama berjalan menuju siang. Hari ini ia berencana untuk menghabiskan libur pertamanya bersama salah satu prianya. Si tampan yang dompetnya begitu tipis tersebab hanya diisi dengan sebuah 'kartu hitam' dan beberapa kartu lainnya untuk jadi peneman yang saldo didalamnyapun tak jauh beda.

Oh, Jeongyeon ingat betul pria tampan itu bernama Kim Junmyeon. Pemilik SUHO Entertainment yang bergerak dibidang idol grup dengan ia sendiri sebagai CEO-nya.
Pria baik hati -atau katakan saja bodoh- yang rela memberikan apapun yang Jeongyeon inginkan. Setiap bulannya, ia tak pernah terlupa untuk mengisi saldo pada rekening Jeongyeon saat gadis itu mengatakan telah kehabisan uang dengan alasan untuk biaya kuliahnya. Padahal tanpa Jeongyeon berdalih, ia tetap akan mendapatkan itu semua secara cuma-cuma. Sang CEO tak pernah mempermasalahkan untuk apa nantinya uang itu akan Jeongyeon gunakan.
Hey, dia termasuk dalam deretan pria muda terkaya di Korea Selatan, ingat?!. Jadi hal seperti itu hanya masalah sepele untuknya, terlebih itu untuk Jeongyeonnya.
Bucin memang.

Kembali pada situasi ditempat berdirinya saat ini. Setelah merasa yakin untuk membeli buku tersebut, Jeongyeon berjalan menghampiri salah satu pegawai yang berjaga disekitar rak buku, lalu memberikan buku yang dipegangnya untuk kemudian dibuatkan nota dan melalukan transaksi dengan nota tersebut kepada kasir. Selesai pembayaran, ia lalu mengambil buku tersebut yang berada didekat pintu masuk bertepatan dengan seorang pria yang juga baru saja memasuki toko itu. Pandangan mereka sesaat bertemu, lalu Jeongyeon memalingkan wajahnya dengan delikan malas namun dibalas senyum oleh si pria didepannya.

"Wah, bukankah ini sebuah kebetulan yang menyenangkan? Seorang Yoo Jeongyeon bertemu dengan Tuan pelayannya di toko buku. Kau sedang mencari buku?"
Pertanyaan yang sungguh tidak perlu dijawab. Jeongyeon merotasikan bola matanya. Apakah pria ini tak punya pertanyaan lain untuk sekedar basa-basi?

"Tidak. Aku sedang mencari baju olahraga dan sarung tinju ditempat ini untuk memukul wajah sok tampanmu itu." Jeongyeon menjawab asal seraya membuka zipper pada tas besarnya untuk memasukan buku yang baru ia beli. Seokjin, pria tersebut melihat buku yang digenggam gadis itu dan langsung merebutnya dari tangan berbalut cardigan hitam seorang Yoo Jeongyeon. Ia membaca judul buku tersebut kemudian tersenyum seperti hendak menahan tawa.

Cheese-crack [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang