Chapter 6

146 27 3
                                    

***

Seokjin mencoba mencairkan atmosfir kecanggungan yang melingkupi keduanya.
Ah tidak.
Lebih tepatnya dialah yang merasa canggung dengan keadaan ini.
Setelah percakapan singkat yang berakhir dengan mengalahnya si pria beberapa menit lalu, kini Jeongyeon tiba-tiba jadi terdiam seolah tengah berlayar dengan pikirannya sendiri.
Ia bahkan sejenak lupa akan sosok pria berbahu lebar yang ditawarinya untuk duduk bersama.

Ternyata lamunan panjang itu disebabkan pandangannya yang tertuju pada luar area cafe. Dimana dirinya melihat seorang Ayah yang tengah memarahi anak gadis berusia sekitar tujuh tahun hingga menangis.
Si cantik berambut panjang dengan hiasan bando merah itu bahkan masih terisak.
Entah apa kesalahan yang diperbuatnya hingga sang Ayah sampai terlihat membentak anak itu begitu rupa.

Dalam ingatannya, Jeongyeon merasa tak pernah sekalipun dibuat menangis karena sang Ayah.
Jeongyeon kecil hidup dengan limpahan kasih sayang kedua orangtuanya. Sosok pria yang ia sebut Ayah itu begitu merangkulnya, memberikan apapun yang Jeongyeonnya mau.
Tak lupa Ibu tercinta, serta sang Bibi yang juga ikut merawat si wajah mungil itu, tak pernah henti mencurahkan kasih sayang dan perhatian padanya.

Hari, minggu, bulan serta tahun yang berlalu.
Kehidupan terus bergulir.
Dan roda bumi yang berputar itu, menyampaikan Jeongyeon pada kisah berbalik dari kehidupannya yang telah lalu. Semua kebahagiaan seolah direnggut paksa.
Sikap dan perilaku Tuan Yoo berubah 180 derajat, pun Bibi Park yang tak lagi sehangat dulu.
Lebih parahnya, Nyonya Yoo yang tak lain Ibu dari Jeongyeon, pergi meninggalkannya dalam sisa kehidupan di istana kecil mereka yang tak lagi seindah dulu.

"Menangis lagi?"
Lamunan masa lalunya buyar seiring telinganya yang menangkap suara ringan dari seseorang yang ikut terdiam dihadapannya.
Menjadi peneman namun nyatanya belum benar-benar dianggap teman. Merasa diacuhkan.

Jeongyeon bahkan tak menyadari sejak kapan air sialan itu meluncur dari kedua mata indahnya.
Ah! Kehidupan kelam memang tak pantas untuk diingat -apalagi dibahas- didepan orang asing.

"Benarkah?! Eumm-- pasti lagi-lagi karena kuemu ini. Yah, kalian sangat hebat dalam meraciknya, sampai membuatku terharu. Ah sial! Aku tak suka terlihat cengeng dihadapanmu. Jangan menatapku seperti itu!"
Segera ia ambil saputangan yang akhir-akhir ini selalu ia bawa. Kain halus dengan bentuk persegi berwarna pink pastel.

Lucu sekali.
Ngomong-ngomong saputangan ini milik si tuan pelayan didepannya. Sengaja ia simpan didalam tas, jaga-jaga bila dibutuhkan. Sampai sekarangpun belum ada niat untuk dikembalikan.
Toh, laki-laki mana yang membawa saputangan dengan warna feminim seperti dia?!
Dasar pelayan aneh.

Seokjin mengangkat alisnya, bingung mendengar jawaban gadis Yoo itu.
Jawaban yang sungguh tak masuk akal.
"Sedang mencari alasan oh?! Kue ini bahkan belum tersentuh semenjak mendarat dimeja. Matamu hanya berpusat pada dua orang diseberang sana-- kenapa? Apa kau mengenal mereka?"

Pria Kim menunjuk objek lamunan Jeongyeon yang baru saja beranjak pergi dari tempatnya. Ia jadi ikut mengamati gerak-gerak seorang pria dewasa dan anak gadis yang masih terlihat senggukan sambil menggandeng telapak tangan besar pria yang mungkin Ayahnya itu.

"Kim, kenapa kau hanya menjadi seorang pelayan toko kue? Kau tahu?! Wajahmu itu setara dengan aktor-aktor besar dalam drama atau film yang sering teman kampusku ceritakan. Gaji ditempat seperti ini pasti tidak seberapa."
Jeongyeon mengubah arah pembicaraan, bermaksud mencairkan suasana diantara mereka juga kekacauan hatinya. Dan hal itu tak luput dari perhatian Seokjin.
Selain ia merasa Jeongyeon tak ingin membahas lebih jauh kehidupan pribadinya, juga ia pikir ada kejanggalan atas ucapan gadis itu. Namun ia memilih acuh.

"Apa kau baru saja mengakui bahwa aku tampan?" Seokjin tersenyum miring. Jeongyeon menganggukan kepalanya.

"Tentu saja. Hanya orang bodoh yang tidak mengakui ketampananmu." Ia berucap mantap.

"Bahu lebarmu, dada bidangmu, rambutmu yang lebat dan sedikit panjang, juga bibirmu yang tebal itu. Aku suka." Jeongyeon menopang dagu dengan kedua tangan serta mata yang berbinar.

"Kurasa pujianmu terlalu frontal untuk seorang gadis dengan status sekolah menengah akhir."

"Yak! Kau pikir aku masih anak sekolahan?! Aku ini sudah kuliah semester 5 asal kau tahu." Jeongyeon berucap seraya meniup poninya, mendengus kesal atas tuduhan si pria yang menganggapnya bocah SMA.

"Sudah kuliah rupanya. Kupikir anak jurusan apa yang kegiatannya hanya luntang lantung tidak jelas sepertimu?! Hei, daripada kau habiskan uang orangtuamu untuk nongkrong sana-sini, lebih baik kau cari kerja dan menghasilkan uang sendiri. Oh ya, jangan meremehkan soal upah jika kau bahkan belum mengetahui kebenarannya. Kami mempekerjakan pegawai disini sesuai dengan kinerja mereka."

Berdiri dari kursi, Jeongyeon menyampirkan tas kecilnya.
Ia lalu merapikan poni yang tadi berantakan sebab ulahnya.

"Nafsu makanku hilang. Kutarik pujianku tentang kue disini dan juga wajahmu. Kau tidak tampan. Dasar bahu lebar."

"Kuenya tak kau bawa? Yakin tidak akan mencobanya dulu? Aku bisa memberimu keduanya jika kau mau."

"Makan saja semua, aku tak peduli. Kau pikir Cheesecake hanya ada ditempat ini saja?! Aku permisi."
Jeongyeon hendak melangkah pergi, namun ucapan selanjutnya dari pria itu membuatnya terdiam sejenak.

"Yasudah. Karena tak mau, kumakan saja semuanya. Lumayan juga untuk menemaniku mengurus data pembukaan lowongan baru."
Pria itu kemudian pergi dari meja tersebut sambil membawa dua potong Cheesecake ditangan kanan dan kirinya.
Meninggalkan Jeongyeon dengan pertanyaan yang terbersit diotaknya.

"Apa katanya? Lowongan baru?" Gumamnya.

"Ch, lagipula siapa dia berlagak sibuk dengan data-data?! Tugasnya itu hanya harus bisa membedakan antara tepung dan terigu. Dasar pelayan bahu lebar."
Jeongyeon kini benar-benar pergi dari toko pink itu, entah kapan ia akan kembali lagi.
Moodnya yang sedang kacau malah bertambah kacau karena keributan kecilnya dengan si Tuan pelayan.

Tapi ngomong-ngomong, pria Kim itu memang tampan.
Jeongyeon tidak dapat menampik, apalagi wajah bak aktornya itu.
Apakah kalian juga menyadarinya?
Maaf, itu mungkin isi otak Authornya yang terbawa dalam cerita.

***

Ga bohonglah, Mas ganteng itu mukanya emang Aktorable banget, menurutku 😁
Terimakasih untuk voment 💙


Oiya, mampir ke cerita baruku yuk.
epep dengan bahasa lokal pertamaku nih, lagi-lagi JeongTae 💚💜

Cheese-crack [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang