Chapter 12

160 26 9
                                    

***

Malam ini langit terasa lebih gelap dari biasanya.
Bukan hanya karena pergantian waktu. Namun entah mengapa, penghuni langitpun seolah enggan menampakan wujudnya.
Waktu menunjukan pukul sembilan lewat tiga puluh menit. Namun toko kue dimana Jeongyeon bekerja sudah sepi pengunjung dari pukul tujuh malam tadi.
Mungkin karena musim dingin yang sebentar lagi akan tiba, membuat orang-orang diluar sana lebih memilih menghangatkan diri, bergelung dengan selimutnya untuk hibernasi ditempat tinggal mereka masing-masing.

Setelah melepas atribut kerja dan memasukannya ke dalam loker miliknya, Jeongyeon mengambil hoodie ungu serta tas kecilnya. Memakaikan tudung hoodie yang menenggelamkan wajah mungilnya itu lalu mulai beranjak ke depan untuk bersiap pulang.
Hari ini sang pemilik toko memberi dispensasi untuk pegawainya pulang sebelum jam operasional berakhir. Sebenarnya hal itu diberitahukan satu setengah jam yang lalu. Namun Jeongyeon memilih untuk berdiam dulu di cafe, tepatnya pantry untuk mempelajari beberapa macam pastry yang belum begitu ia kuasai.
Berakhirlah dengan dia yang pulang seorang diri. Beruntung si pemilik toko, Kim Seokjin, masih menemaninya ditempat yang telah kosong oleh para pegawai ataupun pengunjung cafe tersebut.

"Kau baru pulang sekarang?"
Seokjin menghampiri Jeongyeon yang sedang membenarkan poninya agar terselip dibalik tudung hoodie yang ia kenakan, lalu beralih menyimpul tali sepatu yang sedikit terlepas ikatannya dikaki kirinya. Seokjin masih berdiri disampingnya, menunggu jawaban seraya memperhatikan kesibukan gadis tersebut.

Jeongyeon yang tidak menyadari kehadiran si pria Kim, sedikit terlonjak kaget hingga tubuhnya oleng karena salah satu jarinya terselip ditali sepatu. Beruntung Seokjin sigap dan langsung menahan satu lengan Jeongyeon yang bebas dengan tangan besarnya, lalu sebelahnya lagi untuk mengerat pada pinggang sang gadis.

"Aish.. Kau mengejutkanku, Tuan pelayan."

Mendengus sesaat, Jeongyeon kembali membenarkan poni serta tudung hoodie yang berkali-kali menenggelamkan wajah mungilnya itu sampai iapun kesal sendiri.
Tiba-tiba terpikir, kenapa kepalanya tercipta seukuran anak kecil. Bahkan saat umur serta tinggi badannya yang terus bertambah, kepalanya tetap sebesar saat ia berumur sembilan tahun. Tiap mencoba memakai topi ataupun bando, selalu berakhir dengan turun lagi dari kepala mungilnya itu.
Itulah mengapa ia lebih suka menggerai rambut sebahunya atau cukup mengikatnya saja jika sedang ingin.

"Iya, sama-sama karena aku sudah menolongmu." Seokjin menekan kata 'sama-sama' seolah sengaja untuk menyindir Jeongyeon. Tahu sekali dengan perilaku gadis tersebut.

"Apa?! Kau pikir aku akan berterimakasih padamu, begitu? Kau sendiri yang membuatku hampir terjatuh, sialan." Lalu Jeongyeon melangkahkan kakinya hendak membuka pintu, sebelum satu tangan menahan lengannya yang sudah memegang knop.

Memilih menghindari pertengkaran kecil itu, Seokjin coba alihkan pembicaraan.
"Bagaimana kalau hari ini aku mengantarmu pulang? Udara hari ini cukup dingin, dan bus sepertinya akan sulit didapat disaat cuaca seperti ini."

Jeongyeon memicingkan sepasang manik almondnya.
"Hmmm, tidak biasanya kau mengajakku pulang bersama. Mencurigakan."

"Hey, kau pikir aku laki-laki seperti apa?! Aku menawarimu tumpangan karena cuaca memang cukup buruk saat ini. Diluar sana juga sudah sepi. Bagaimana jika ada yang berbuat jahat padamu?" Ujar Seokjin dengan raut wajah khawatir.

"Waw, kau mengkhawatirkanku?" Jeongyeon mengelus rahang tegas Seokjin, sang empunya hanya bergeming tanpa melepas pandangan.

"Sayangnya aku tak merasa tersanjung, Tuan Kim." Tukas gadis itu seraya menepis sedikit wajah pria tampan didepannya.

Cheese-crack [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang