***
Musik instrumen dari dentingan piano mengalun lembut lewat sound speaker yang terpasang di salah satu sudut dinding pada ruangan bernuansa pink tersebut, memberikan ketenangan bagi mereka yang berada didalamnya.
Setiap suara yang keluar dari tuts-tuts berlainan nada itu berhasil menciptakan sebuah irama mendayu yang ramah diterima oleh indera pendengar.Memejamkan mata, meresapi tiap tetes cairan berwarna coklat bernama Latte yang mengalir lancar ditenggorokannya. Seorang pria tampan dengan bahu cukup lebar tengah mengamati sosok gadis yang sibuk dengan sebuah benda berbentuk pipih ditelinganya.
Dari balik etalase, berdiri menyandar pada dinding yang berbatasan dengan pantry sembari memegang cangkir hitam yang isinya telah habis separuh.
Ia terus memperhatikan gerak-gerik si hoodie kuning di meja ujung sana. Pun saat gadis yang tengah ia amati itu beranjak dari kursi dan memilih untuk melanjutkan obrolan entah dengan siapa lewat ponselnya, pria bersurai hitam ini tak jua melepaskan pandangan.Namun saat ia mulai menyunggingkan senyum menawannya, seketika bibir tebal itu kembali datar dengan sorot mata yang semakin intens menatap ke luar ruangan, tatkala melihat sosok yang diperhatikan itu tengah menutupi wajah mungilnya. Pundaknya sedikit bergetar seperti menahan sesuatu.
Bohong kalau si pria yang memperhatikan sedari awal itu tak tahu bahwa gadis didepan pintu masuk ruangan bernuansa pink ini tengah menangis. Isakannya bahkan cukup terlihat dari getaran tubuhnya yang tak jua beranjak dari sana.
Meletakan cangkir diatas meja kecil dan melangkahkan kaki keluar dari balik etalase. Ia tahu bukan waktunya lagi hanya sekedar memandang dari jauh."Maaf, Nona. Tapi jika kau malu karena menangis disini, kau bisa melanjutkannya didalam." Pria itu meraih sebelah tangan yang sedari tadi menutupi wajah sang gadis, lalu menggenggamkan sapu tangan pada telapak tangan yang begitu halus dengan punggungnya yang sudah basah dengan air mata.
"Dan ngomong-ngomong, kau menghalangi pintu masuk toko."
Jeongyeon hanya bisa tersenyum lirih dilanjut tertunduk malu karena merasa telah mengurangi jumlah pengunjung yang mungkin saja sedari tadi ingin memasuki toko didepannya.
Ia mengusap cairan yang mengalir dari matanya, yang sialnya tak juga mau berhenti.
Berjalan diiringi pria berbahu lebar dibelakangnya, gadis berambut sebahu itu memilih duduk kembali ditempat semula saat ia datang.
Berusaha tidak peduli dengan kotak besar berisi makanan manis berbentuk bulat dengan tulisan 'Happy Anniversary Ayah & Ibu' yang sepertinya sudah cukup lama berada diatas meja didepannya ketika ia diluar tadi.
Masa bodoh!
Mungkin makanan itu akan berakhir ditempat sampah.
Jeongyeon tidak peduli lagi."Kau belum mau bicara?" Pria itu kembali bertanya karena sejak dari luar, Jeongyeon tak jua membalas sapaan atau sekedar menatapnya.
Hanya menunduk dan membiarkan tetes demi tetes air asin itu keluar dari kedua manik almondnya. Bahkan sesekali mengelap cairan yang juga ikut keluar dari hidung mungilnya menggunakan saputangan pemberian sosok tampan didepannya, tak peduli lagi apakah pria itu akan jijik padanya atau tidak."Baiklah, aku akan menunggu sampai kau sudi untuk sedikit berbagi masalahmu padaku. Toko ini buka sampai pukul sembilan malam. Jika kau tak ada kegiatan bermakna, teruslah duduk dan tenangkan dirimu. Aku harus kembali bekerja. Jika dalam waktu tiga jam aku tak melihatmu lagi, kuanggap dirimu sudah lebih baik."
Jeongyeon benar-benar tak bisa untuk lebih banyak menanggapi pria yang terlihat ramah ini. Pikirannya terlalu berkecamuk. Hatinya cukup lelah bahkan untuk sekedar menarik sudut bibir tipisnya keatas membentuk sebuah senyuman seperti saat didepan toko tadi. Itupun ia lakukan hanya sebagai respon bahwa ia masih memiliki sedikit kesopanan dengan menerima kebaikan pria didepannya.
Terlarut dalam pikirannya sendiri. Merasa jadi manusia paling menyedihkan.
Baiklah, dia tahu betul tabiat lelaki paruh baya yang ia sebut sebagai Ayah itu seperti apa.
Tapi bisakah sehari saja sosoknya yang dulu itu kembali?
Bisakah Jeongyeon merasakan sedikitnya kegembiraan meski mungkin hanya bisa dia lalui kurang dua puluh empat jam dari sekarang?
Bisakah dia mendapatkan penghargaan atas niat baiknya barang secuil saja dari Ayahnya untuk hari yang seharusnya lelaki tua itu rayakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cheese-crack [REVISI]
FanfictionYoo Jeongyeon × Kim Seokjin "Ketika cinta harus berlawanan dengan dendam dan ego diri"