Bagian 33

262 12 0
                                    


Gemerlap lampu kota jadi pemandangan yang memanjakan mata, berbeda dengan langit di atas sana yang nampak kosong tidak ada bintang sama sekali. Seorang Gadis berdiri seorang diri di sisi rooftof, tidak ada suara siapapun hening hanya hembusan angin yang menjadi temannya. Tanpa diduga air matanya turun tanpa permisi dengan sendirinya. Hatinya terlalu sakit sehingga air mata itu mudah sekali untuk turun. Orang bilang menangis itu cara membersihkan hati. Terkadang kita tidak harus berpura pura baik saja, menjadi kuat itu sebenarnya butuh dukungan, butuh tempat untuk berkeluh kesah tetapi tetap sebaik sebaiknya tempat berkeluh kesah hanya kepada yang di atas, maha pemelik segala isi hati.

Sudah satu Minggu lebih ia berada di sini. Sudah satu Minggu lebih pula ia lenyap dari dunia Maya. Selama itu ia tidak pernah membuka benda pipih persegi panjang itu bahkan ia lupa terakhir kali menyimpannya dimana. Bukan rencananya ingin lebih lama disini, seharusnya empat hari yang lalu ia sudah berada di Jakarta tetapi keadaan memintanya untuk tetap di sini lebih lama. Mama juga menyuruh untuk kembali ke Jakarta tapi ia tidak bisa meninggalkan Mama dalam kondisi seperti itu. Tidak masalah baginya, justru ia senang, bisa selalu berada disamping Mama setiap saat. Hari itu tepat akan kembali ke Jakarta Mama anfal dan membuat aku terus bertahan di sini dan sampai sekarang kondisinya masih belum stabil. Apalah daya seorang gadis tunggal yang tidak punya kakak ataupun adik, melihat orang tuanya sakit separah itu, ia hanya bisa menangis dan menangis! Hatinya sangat hancur tapi di paksa harus tetap kuat. Andai Ayah masih ada di dunia mungkin aku tidak seterpuruk ini, andai Ayah masih ada disini mungkin anak gadismu ini tidak bakal sehancur ini. astagfirullah. Aku tau Allah lebih sayang sama Ayah.

Air matanya kembali menetes

Ia teringat ucapan seseorang, seseorang yang pernah bilang akan selalu ada di sampingnya jika membutuhkan pundak untuk bersandar, seseorang yang pernah bilang akan selalu siap dibelakangnya jika ia lelah dengan semuanya. Aku lelah!Sekarang aku membutuhkanmu! Tapi kenapa kamu pergi. Pergi meninggalkan sejuta pertanyaan, kamu pergi bukan hanya membuatku rindu tapi juga pergi menyimpan luka. Aku kesal! Aku kecewa! aku marah! tapi rasa rindu ini tidak kalah besar!

Disa berjalan pelan dengan mata yang sembab, rasanya tidak ada semangat untuk hal apapun. Dunia ini seakan redup tidak berdaya, ia hanya berharap ada hal baik yang datang.

Ketika pintu terbuka, kosong? Matanya menyipit ke semua penjuru ruangan. Kemana Mamanya pergi? Diluar tidak ada, di toliet juga tidak ada.

"Mama..." Panggil Disa

"Mama dimana?" Panggilnya lagi dengan suara yang bergetar, masih tidak ada sahutan

Tiba tiba seorang suster masuk dan berkata
"Sorry Nona, Condition Ms. Rani Decreased to Moved to the ICU."

"What?" Disa berlari menuju ruangan ICU untuk melihat keadaan Mamanya. Jantungnya berpacu lebih cepat, Ia menggeleng menepis pikiran pikiran buruk yang menghantuinya. Baru saja ia berharap hal baik datang tetapi tuhan berkehendak lain.

Disa masuk kedalam dengan baju yang di sterilkan. Air matanya kembali turun. Kakinya melemas kalau saja tidak ada kursi disana pasti ia sudah ambruk ke lantai.

"Mamaaaaa." Tangisnya pecah

"Mama, why does it have to be like this?" Disa menunduk lesu dengan air mata yang turun bergantian

"Bukannya Mama pernah bilang Mama bisa atasi semuanya. Disa percaya... Disa percaya Mama bisa atasi semuanya... So, Disa minta tolonggg Mama harus kuat." Tidak ada jawaban. Rani hanya bisa terbaring lemah dengan mata yang terpejam rapat dan wajah yang pucat

"Disa sayang sekali sama Mama. Tetap bertahan dan lawan semuanya Ma... Disa tidak sanggup lewatin semuanya tanpa Mama!" Disa menghela napasnya dan mengusap air matanya kasar

Edisshafana SuharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang