Bab 2 : Kecewa Pertama

37.4K 2.9K 108
                                    

Aku dan keluargaku sarapan bersama. Aku membantu Mbak Zahra menyiapkan sarapan kami, Zahwa hadir ketika semuanya sudah siap. Dia langsung duduk dan menuang minuman.

"Tuan putri baru keluar dari istananya yaa?" Sindirku. Istana yang aku maksud adalah kamarnya. Zahwa hanya tersenyum malu-malu mendengar sindiranku.

"Giliran Zahwa mau bantu malah di bilang ngerecokin ajah. Giliran gak bantu malah disindir. Ish... ish tak patut, tak patut." Ucapnya sambil menirukan dialog salah satu karakter anak laki-laki dari kartun yang berasal dari negeri tetangga.

Aku menghampirinya dan mencubit pipinya. "Sana panggil Gus mu." Kataku memerintahkan dia. Zahwa melotot ketika aku menyuruhnya untuk memanggil suamiku. Dia berada di kamar sedang sholat dhuha.

"Gak ah Aunty, sungkan." Tolak Zahwa berdiri dan langsung menghampiri Ummanya.

"Baba saja." Ucapnya ketika melihat Kak Naufal dan ayah datang bersama.

"Kenapa?" Tanya kak Naufal bingung.

"Zahwa gak mau cuman disuruh panggilin Gusnya. Sungkan." Ulangku meniru ucapan Zahwa.

"Kenapa tidak kamu saja yang panggil Nadia?" Tegur ayahku

"Iya kenapa malah nyuruh Zahwa." Sungut Zahwa senang karena ayahku membantu dirinya terbebas dari perintahku.

Dulu sebelum aku menikah dengan Gus Alvin dia sering bercerita betapa tampannya Gus Alvin. Dan tentu saja aku tidak tertarik karena waktu itu aku sudah bertunangan dengan pria pilihanku sendiri.

Dia berkata meskipun ada santri putra yang tampan dan lebih muda dari pada Gus. Masih kalah jauh dengan Gus Alvin. Tapi lihat Zahwa sekarang. Kenapa anak itu tiba-tiba menjadi bertingkah malu-malu.

Zahwa berteman akrab dengan adik bungsu Gus Alvin, Ning Naura. Kalau Gus sebutan untuk anak laki-laki Kiyai maka Ning adalah sebutan untuk anak perempaun dari seorang Kiyai.

Suamiku anak tertua dari tiga bersaudara dan satu-satunya anak laki-laki di keluarganya. Dia punya adik lagi yang sekarang sedang menggarap skripsinya. Yang bernama Ning Shofi. Bagaimana aku tahu, karena Zahwa sering menceritakan keluarga Kyianya dengan tanpa aku memintanya setiap aku berkunjung untuk menjenguk dirinya.

"Iya ayah, Nadia cuman lagi iseng ajah sama Zahwa." Ucapku lalu berjalan menuju kamarku.

Sesampainya di kamar, ternyata suamiku belum selesai sholat dhuha dia sedang bersujud. Sujudnya begitu lama. Entah apa yang dia pinta. Aku duduk menunggunya di kursi meja riasku.

Selesai berdoa dan berzikir akhirnya dia menyadari keberadaanku.

"Sudah lama nunggunya?" Tanyanya dengan berdiri dan melipat sajadah. Aku menghampirinya dan mengambil sajadahnya.

Aku memberikannya kaosnya untuk dia ganti. "Gak papa pakai ini?" Tanyanya.

"Iya gak papa, Masa cuman mau makan pakek baju koko. Santai ajah gus? Biar Zahwa seneng lihat Gus cuman pakai kaos pendek." 

"Zahwa temenan sama Naura kan?" katanya membuka kokonya. Kalian tahu, untuk mengganti kokonya dia berbalik membelakangiku untuk bisa memakai kaos yang dia pakai.

Suamiku yang pemalu.

"Yaps." Kataku ketika dia sudah berbalik dan kini menatapku.

"Maaf, rambutmu kelihatan." Tunjuknya. Sebenarnya tidak masalah sih rambutku kelihatan, lagian penghuni rumah ini adalah mahramku dan suamiku. Tapi aku tetap saja menyelipkan rambutku yang keluar. Biasanya aku biarkan saja. Tapi karena aku sudah bersuami aku harus tampil rapi di depannya meskipun akunya belum mandi.

Dua Hati  (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang