Bab 4 : Aaiichiimm

30.9K 2.8K 88
                                    

Aku keluar dari kamarku ketika aku baru selesai sholat isya'. Aku akan bersiap untuk ikut acara pembacaan sholawat. Kamar mbak Anisa masih tertutup. Mungkin di masih menjadi imam sholat untuk santri putri. Ada jadwal nya untuk siapa yang menjadi Imam, Mbak Anisa waktu maghrib dan isya' sedangkan ummi waktu shubuh. Dhuhur di imamin oleh para pengurus. Ashar biasanya Shofi.

Begitu juga suamiku dan abi mertuaku mereka bergantian menjadi imam shalat bagi para santrinya kalau berhalangan akan diganti oleh pengurus.

Aku menunggu mereka di ruang tamu, baru juga duduk. Mbak Anisa datang dengan mukenanya. "Tunggu ya mbak, saya mau ganti baju dulu." Aku mengiyakan ucapannya.

Aku kembali ke kamarku karena aku akan membawa handphone untuk merekam Zahwa dan siapa tahu Fina meneleponku meskipun sudah ku bilang kalau aku sedang ada acara.

"Nadia."

Aku mengurungkan niatku. Menoleh pada orang yang memanggil namaku. "Ya Gus?" Jawabku.

"Saya pamit mau pergi ke tahlilan, ada ada tetangga yang meninggal." Izinnya.

"Oh iya silakan Gus, apa saya harus salim?" Tanyaku serius. Aku tidak tahu kan, apa yang biasa di lakukan dan tidak biasa di lakukan di sini. Ini sesuatu yang baru untukku. Aku masih dalam tahap memahami dan kemudian beradaptasi.

"Tidak perlu." Ucapnya terdengar antara kesal dan geli dengan pertanyaanku. Tapi dia masih mempertahankan egonya di depanku.

"Saya mau ambil Hp dulu. Mbak Anisa lagi di kamarnya." Kataku langsung masuk ke kamarku tanpa menunggu jawaban dari suamiku.

Aku mengambil Hpku di meja riasku dan kaget ketika berbalik Gus Alvin sudah berdiri di belakangku. "Ya ampun Gus, bikin kaget saya." Kataku mengelus dadaku.

Gus hanya memandangiku. "Gus kenapa?" Tanyaku bingung dengan melambaikan tanganku di depan wajahnya. Dia lalu menangkap tanganku dan di gemgamnya tanganku. Dia maju selangkah kemudian darahku seperti terasa berhenti seketika. Aku membeku.

Gus Alvin mencium keningku.

"Maaf tadi saya mendorong keningmu. Soalnya saya gemas sama kamu." Ucapnya setelah mencium keningku.

Aku masih syok dengan apa yang dia lakukan padaku. Dia gemas padaku? Serius? Bagaimana bisa?

Masalahnya meskipun kami sudah menikah tapi kami sangat jarang sekali melakukan skinship.

Bahkan Gus Alvin belum menyentuhku. Kalian mengerti kan maksudku dengan kata menyentuh. Yaps, aku masih gadis. Selama Gus Alvin berada di rumahku kami hanya tidur berbaring seperti biasa tidak terjadi apa-apa.

Aku mengerti dan tidak masalah. Mungkin dia butuh waktu secara dia sangat mencintai istri pertamanya. Dan aku sampai sekarang belum mencintainya. Mungkin, atau aku baru mulai mencintainya. Entahlah aku tidak tahu juga dengan perasaanku sendiri.

"Mbak Nadia ayo berang...." Ucap mbak Anisa berdiri di tengah pintu dan melihatku dengan Gus Alvin. Matanya langsung tertuju pada tangan kami. Aku buru-buru melepas pegangan tangan suamiku.

Aneh, padahalkan dia suamiku juga kenapa aku bertingkah seakan-akan aku main belakang dengan suaminya dia.

"Eh, maaf. Anisa pikir Mas belum pulang." Ucapnya pada suamiku.

Jadi, mbak Anisa memanggil Gus Alvin dengan panggilan Mas. Terus aku harus memanggil apa sama Gus Alvin?

Kalau aku juga ikut-ikutan memanggil Gus dengan sebutan Mas, nanti Gus Alvin ketuker dong siapa yang memanggilnya. Padahal yang memanggil aku tapi Gus Alvin mengira mbak Anisa yang memanggil. Kan lucu.
Harus ada panggilan yang berbeda.

Dua Hati  (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang