Mengetahui Mas Adi tidak pergi kerumah Ida, ini tidak sesuai dengan yang ia katakan padaku. Apakah mungkin yang dia maksud adalah anak ketiga kami, Ila. Yang jika ditempuh dengan berjalan kaki memerlukan waktu 2 jam. Apa aku yang salah dengar kemaren.
Iya, kemungkinannya seperti itu. Karna dia sudah berumur, jika pulang tentu saja akan sangat capek karna harus berjalan kaki.
Memikirkan kemungkinan itu, aku menjadi tenang kembali. Hingga aku pamit pulang pada Ida, karna besok aku sudah menerima tawaran upah dari Bu Wasa. Tetangga yang memerlukan tenaga upahan.
Aku sudah sampai di rumah. Berharap Mas Adi juga sudah berada lebih dulu di sana. Karna jalan untuk menuju rumah anak kami memang berbeda. Dalam pikirku tadi, siapa tahu dia sudah pulang. Namun, aku sedikit kecewa karna tidak ada sosoknya berada di rumah ini.
Walaupun kami sudah berumur. Bukan berarti membuatku terbiasa jauh darinya. Apalagi ini pertama kali ia meninggalkanku selama tiga hari.
Aku menunggunya pulang. Ingin bertanya, kenapa ia bisa sampai berhari-hari tidak ada kabar. Apakah ia tidak takut merepotkan anaknya. Karna, keadaan anak-anak kami tidak jauh berbeda dengan keadaan kami berdua.
Mereka juga hidup pas-pasan. Uang di dapat hari ini, pun habis untuk hari itu juga. Bahkan, seringnya malah kekurangan. Biasanya jika kami berdua menengok cucu. Kami tidak pernah menginap. Selalu pulang hari itu juga. Kami berpikir, jika kami bermalam disana, takut merepotkan mereka.
Namun, kenapa Mas Adi justru tidak pulang-pulang. Akankah dia tidak memikirkannya, jika begitu ia akan sangat merepotkan anaknya. Apalagi jika ia benar berada di rumah Ila. Keadaannya lebih susah jika di bandingkan dengan keadaan saudaranya yang lain.
Tidak terasa. Kini sebulan sudah Mas Adi tidak pulang. Apakah aku tidak mencarinya. Tentu saja aku mencarinya kemana-mana.
Kelima anak sudah kudatangi. Namun, mereka semua mengatakan jika Mas Adi tidak pernah datang kerumah mereka selama sebulan ini. Selepas Mas Adi pergi dulu pun katanya tidak ada mendatangi rumah mereka.
Mengetahui Bapak mereka tidak ada kabarnya. Semuanya kini berkumpul di rumah reot yang kutinggali selama ini bersama Mas Adi. Semuanya sibuk menenangkanku yang kini selalu menangis.
Sudah pasti aku ketakutan setengah mati. Bagaimana tidak. Suami yang selama ini tidak pernah pergi jauh jika tidak bersamaku, kini justru tidak tahu kabar dan entah ia berada dimana.
Aku ingat betul. Hari itu ia ijin kerumah Ida. Katanya ia kangen dengan cucunya. Waktu itu dia memang tidak mengajakku. Biasanya ia selalu mengajak jika ingin pergi kemanapun.
Berhubung hari itu, aku juga mendapat upahan. Jadi, tidak bisa ikut pergi dengannya. Mas Adi juga tidak keberatan kala itu. Justru ia tampak lebih senang dari biasanya. Saat itu aku pikir ia senang karna ingin bertemu dengan cucunya.
Aku khawatir bukan tanpa alasan. Ia pergi tanpa membawa uang sepeser pun. Karna kita berdua tidak mempunyai pegangan uang. Jangankan uang. Persediaan beras untuk makan saja tidak ada . Makanya hari itu aku lebih memilih pergi upahan daripada ikut dengannya.
Beberapa hari ini. Belum juga ada kabar yang didapatkan. Aku semakin resah. Anak-anak semua berkumpul di rumah. Mereka khawatir jika meninggalkanku sendirian.
Tentu saja aku akan gila jika mereka semua tidak ada. Mereka ada saja pikiranku sudah tidak waras lagi.
Memikirkan suami yang kini tidak tahu perginya kemana dan ada dimana. Aman kah ia. Bagaimana ia bisa makan. Sedangkan saat pergi tidak membawa apapun dari rumah. Argh, pikiranku semakin kacau.
"Ma, makanlah, sudah dua hari ini Mama tidak mau makan." Illi, anak keduaku kini membujuk agar aku mau makan.
Terlalu sibuk memikirkan keadaan suami di luar sana bagaimana. Sehingga, diri sendiri pun tak terurus. Untuk makan saja aku sudah tidak nafsu lagi. Lebih tepatnya tidak ada selera untuk makan.
Padahal, kulihat lauk pauk yang anak-anak masak sangat mewah. Entah, dapat uang darimana mereka sehingga bisa memasak makanan yang terlihat menggugah selera bagi siapapun yang melihat.
Namun, tidak terlihat enak dimataku. Justru aku semakin tidak berselera makan. Jika Mas Adi tidak ada kabarnya, aku tidak bisa tenang.
"Ya Allah, tolong selamatkan suamiku dimanapun dia berada sekarang, jagakan dia dari segala bahaya ya Allah. Berikan rezeky padanya, agar ia tidak kelaparan di luaran sana, aamiin."
Doaku setiap selesai melaksanakan shalat. Meminta keselamatan untuk suami yang kini entah berada dimana.
Kini, aku duduk sendirian di tengah pintu. Sudah 3 bulan Mas Adi tidak pulang ke rumah. Bahkan orang satu kampung tidak pernah melihat atau tahu keberadaannya ada dimana.
"Mas, pulanglah. Aku menunggumu pulang Mas." Bercucuran air mata ini, setiap mengucapkan kata tersebut. Harap yang selalu kunanti selama tiga bulan ini.
Saat aku memasak di dapur. Terdengar seseorang memanggilku dari luar rumah.
"Ma, Mama!"
Suara itu! Suara seseorang yang sangat aku rindukan
KAMU SEDANG MEMBACA
MADU DIKALA SENJA
General FictionSesakit itu rasanya... namun, Aku tetap tersenyum ....