Part 10

275 12 12
                                        

MADU DIKALA SENJA
#10

Aku segera menghentikan tangis. Cukup sudah meratapi semuanya. Kesakitan yang diberikan Bapaknya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan perlakuannya padaku. Tidak hanya dia, namun semua anak-anakku yang lain.

Terpisah jauh, membuat mereka tidak mengetahui jika Mamanya ini baru saja terkena musibah. Betapa miris hidupku ini. Setelah mengetahui kebenaran jika selama ini mereka mengetahui keberadaan Bapaknya. Namun, mereka justru berpura-pura tidak tahu.  Perasaanku begitu pilu.

Padahal, tidak hanya sekali dua kali mereka melihatku meratapi dan menangis mengkhawatirkan keadaan Bapaknya, meski begitu, tidak ada satu pun dari mereka yang tergugah menceritakan yang sebenarnya.

Miris bukan, mempunyai lima orang anak serta suami. Namun aku justru merasa tidak punya siapa-siapa sekarang.

Betapa berat rasanya melihat pondok kecil hangus dimakan api, akan tetapi setelah mengetahui kenyataan yang seperti ini, membuat beban yang kutanggung serasa menjadi berkali-kali lipat lebih berat.

Aku memandang anak pertamaku dengan sorot yang penuh dengan kekecewaan. Ya, aku kecewa padanya. Ada satu yang sedari tadi ingin kutanyakan kepadanya. Tanpa mengulur waktu, langsung kutanyakan saja.

"Kenapa kalian begitu tega tidak memberitahu mama yang sebenarnya terjadi, padahal kalian semua melihat betapa hancur dan khawatirnya mama dengan hilangnya Bapak kalian, kalian mengetahui semuanya namun nyatanya, kalian justru menyembunyikan keberadaan Bapak kalian."

"Tidak ada kata yang bisa mewakili hati mama saat ini, rasanya seakan Mama tidak mempunyai keluarga. Suami dan anak-anak justru tega menyembunyikan seuatu yang sangat penting, apakah kamu pikir itu pantas kalian lakukan pada mama?"

"Semasa aku hidup, rasa-rasanya tidak pernah sekali pun aku membebani kalian dengan sesuatu yang merepotkan, tapi kenapa Nak? Kenapa?" Tidak ada kata sapaan Mama untuk diriku lagi. Sebutan itu berganti menjadi aku. Karena saking kecewanya pada mereka.

"Jangan salahkan Ida dong Ma, kenapa seakan Mama menyalahkan kami dengan kenyataan Bapak beristri lagi, bukannya tidak ada asap jika tidak ada api. Bapak gak mungkin nikah lagi kan jika saja Mama tidak mengijinkannya melakukan itu, tapi nyatanya kan Mama sendiri yang sudah memberi ijin itu."

"Mengenai bungkamnya kami tentang keberadaan Bapak, karena itu atas permintaan beliau, awalnya sih kami tidak mau menuruti permintaan Bapak, namun beliau meyakinkan, katanya beliau akan memberikan kami uang jika mau tutup mulut tentang keberadaan beliau."

"Untuk itu, kami memang salah, tapi kami juga tidak ada pilihan lain, karna Mama kan tau sendiri, kami juga butuh uang untuk makan. Ada Bapak yang mau memberi dengan syarat tutup mulut, tentu saja kami mau melakukannya, toh Mama kan sudah tua juga, sudah tidak pantas berlaku manja, dengan minta perhatian dari Bapak.

Jadi kami pikir, tidak ada salahnya juga melakukan permintaan Bapak, dan itu terbukti sampai saat ini kan. Buktinya keadaan Mama baik-baik saja, walaupun Bapak tidak ada didekat Mama." Tidak ada raut simpati yang ku tangkap dari ekspresinya saat ia mengucapkan kata-kata kejam itu.

Sesak rasanya dada ini mendengar anak yang kita banggakan dan sayangi. Namun, tak sebanding dengan kasih sayangku pada mereka. Justru kini sedikit pun mereka tidak pernah memikirkan perasaanku samasekali. Lebih penting uang daripada mamanya ini ternyata.

Jiwa yang sekarat. Setiap malam selalu menangis merindukan Bapaknya serta rasa khawatir yang tak ada hentinya. Ia justru menganggap jika aku ini baik-baik saja.

Oh Nak, seandainya kamu tau, Mamamu ini tidak baik-baik saja, seperti yang kamu lihat.

Ataukah itu hanya alibimu saja, yang tidak ingin aku repotkan, sehingga kamu dengan tega berkata demikian, namun nyatanya kamu tahu jika mamamu ini jauh dari keadaan baik itu. Kamu hanya menolak untuk peduli Nak. Bagaimana aku mengetahui itu?

Tahu jika ia hanya berkilah dan menolak untuk peduli padaku.

Tentu saja, karena aku adalah Mamanya.

"Oh iya, besok Bapak akan pulang menceritakan kenapa beliau menghilang dan tanpa mau Mama tau keberadaan beliau, jadi Ida rasa urusan Mama adalah dengan Bapak, bukan dengan kami lagi, karna kami melakukan itu atas permintaan Bapak," ucapnya sambil menatap tanpa ekspresi kearahku, yang artinya lagi, dia menolak untuk disalahkan dalam masalah yang menimpaku ini.

Yah, dia mungkin tidak salah. Yang salah akulah. Karena emosi kata-kata yang kuucapkan bisa menghancurkan pernikahanku. Membuat Mas Adi menganggap aku memberinya ijin untuk menikah lagi.

Padahal Mas Adi orang yang paling tahu, jika jawabanku dulu itu hanya sekedar kata-kata yang didasari emosi. Bukan benar-benar mengijinkannya untuk beristri lagi.

Kurang apa pengabdianku padamu Mas, setega itu kamu melakukan semua kebohongan ini.

Aku tidak terlalu menanggapi tentang kepulangan Mas Adi besok. Ada sesuatu yang lebih membuatku bertanya-tanya.

Katanya dia menyembunyikan kebaradaan Bapaknya demi mendapatkan uang. Dengan syarat tutup mulut.

Jangankan untuk memberi anak-anaknya, untuk makan saja keadaan kami begitu sulit. Lalu, darimana Mas Adi mendapatkan uang itu?

Merasa begitu penasaran dari mana Bapaknya mendapatkan uang. Karna seperti kataku tadi, Mas Adi tidak pernah mendapatkan uang lebih selain hasil upah dari apa yang ia kerjakan.

Aku tau kapan dan berapa nominal yang ia dapatkan setiap ia mendapat pekerjaan sebagai tenaga upahan. Oleh karna itu, mustahil sekali ia mempunyai uang itu dari hasil menabung. Jika ia menabung diam-diam di belakangku misalnya.

"Nak, jangankan untuk hidup di Kota, untuk biaya pergi ke Kota saja Mama dan Bapak tidak mempunyai uang itu. Jangankan untuk biaya pergi, untuk makan saja, hari itu mama harus menerima upahan daripada ikut Bapakmu. Karna tidak mempunyai uang sepeser pun untuk membeli beras."

Menarik nafas sebentar dan menguatkan hati mendenhar jawaban apa yang Ida berikan. Merasa mempunyai kekuatan lagi. Aku melanjutkan.

"Jadi, Bapakmu mendapatkan uang sebanyak itu darimana, sampai bisa tinggal di Kota, bahkan untuk menikah lagi Nak?"

Kutatap lekat tepat di matanya, agar ia tidak bisa menghindar. Atau mencari-cari alasan lagi untuk menyudutkanku.

Badannya tampak menegang saat mendengar pertanyaanku. Padahal mamanya ini hanya bertanya perihal asal muasal uang yang Bapaknya itu dapatkan. Kenapa malah ia jadi setegang itu.

Next ....

Ini part terakhir aku up di sini. Jika kalian ingin tahu akhir cerita MADU DIKALA SENJA ini silahkan main ke KBMapp ya. Ceritanya disana sudah tamat.

https://kbmapp.com/book/detail/3b34575b-0611-2b91-764c-f0699649a627?af=0ca319de-9149-696b-c849-72baa0d23ef6

Di Joylada juga ada🙏❤️

Terimakasih banyak untuk kalian yang sudah berkenan membaca cerita ini🙏❤️🤗 .

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MADU DIKALA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang