"Nay, tebak hari ini hari apa?"
Naya tidak mengalihkan pandangannya dari bubur ayam, "Selasa"
"Ihh seriuss" aku mengambil buburnya
"Lah iya serius. Kalo bukan hari Selasa kita ga bakal ada di sini. Tuh di situ tuh" jawab Naya sambil menunjuk-nunjuk gerbang kampus.
Memang tidak salah sih, jadwal kosong kita di weekday cuma hari Selasa. Aku merengut dan mengembalikan mangkok buburnya.
"Tanggal berapa coba?"
"2 Maret, ya kan?"
"Nay.."
"Hmmm?" Naya memasukan tusukan sate ati ke mulutnya yang sudah penuh.
"Gue itung sampe 3 kalo ga inget sesuatu kita bubar ya jadi temen"
"1..2..3.."
Naya bergeming, tetap asyik mengunyah sate ati kesukaannya itu.
"Ah nayyy!"
"Hari ini ultah gueee!!" Aku merengek
Naya membulatkan matanya, "Eh iya! Padahal kemarin gue inget loo, Rinn"
"Tau ah" aku memajukan bibir bawahku.
"Ya maap, Rin. Laporan gue numpuk, jadi hilang ingatan hehe" Naya menyendokan suapan terakhir buburnya.
"Iya iya yang sibuk. Dah yok balik aja, ga selera gue"
"Ihh Arin kok gitu, maaf dong"
"Bercanda gue, elah. Hayu cucian gue di kos udah manggil," aku bangkit dan menarik tangan Naya sampai hampir terjungkal
"Eh, Rin"
"Apalagi?"
"Bayar dulu!"
"Oh iya, hehe"
* * *
Aku merebahkan badan di kasur tipe single dengan sprei pink pastel polkadot. Punggungku rasanya mleyot setelah bertarung dengan cucian satu mingguku. Percayalah, ada yang lebih buruk dariku.
Tok.. tok..
"Dek, ada koyo ga?"
Nah, itu dia. Kak Rania, tetangga kos depan kamarku. Sekalinya mencuci bisa sampai 2 keranjang, entah cucian berapa minggu. Tidak aneh sih, kak Rania adalah mahasiswi arsitektur yang kerjaannya maket dan ngutek-ngutek sketsa atau apalah itu. Tidur aja lupa, apalagi nyuci.
"Dek?"
"Oh iya ada" sampai lupa, kan.
Aku kembali merebahkan badanku, memasang earphone dan menyetel lagu ballad kesukaanku. Alunan piano dari lagu tersebut membuatku mengantuk, ditambah semilir dari kipas angin di depan ranjang membuatku terus-menerus menguap. Tak lama kemudian, aku tertidur.
Entah berapa lama aku tertidur, suara teriakan yang bersahut-sahutan kemudian terdengar. Semakin lama semakin dekat membuat kesadaranku langsung kembali sepenuhnya. Anjir, pasti si Naya lagi.
Dan ketika suara teriakan-yang-bersahut-sahutan itu sampai di depan kamarku, suara Naya terdengar, "Rin, ada yang nyari"
Tak menunggu jawaban dariku, Naya dengan speaker di tangan kanannya menerobos masuk. Ya, sebenarnya ketukannya tadi hanya formalitas saja sih.
"Hah siapa?"
"Ga kenal. Anak cowo gitu"
Aku mengerutkan dahi dan segera turun dari ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until One Day
RomanceArin, 20 tahun, seorang mahasiswi dan pecinta warna pastel. Tinggal di kos Mawar dengan tentram dan bahagia. Sampai suatu saat, bocah kecil datang lagi dari masa lalunya. "Teh Arin, kalo suatu saat nanti sampe suka sama aku, traktirin semur jengkol...