Lima | Kakak Osis

9 4 0
                                    

Bandung, Juli 2016

Sudah seminggu sejak hari pertama aku masuk SMA. Bukan SMA favorit seperti kedua kakakku, tapi lumayan lah. Pertama, karena dekat rumah, aku jadi bisa telat-telat datangnya. Kedua, jajanannya banyak hehe.

Seperti sekarang, aku sedang menunggu Mang Somad--tukang seblak depan gerbang, membuatkanku seblak cimol level 5. Sembari menunggu, aku mengambil ponsel di saku dan memainkan si kecil pou yang aku beri topi dan dress merah muda.

Namun sebuah suara bariton dari atas kepalaku mengalihkanku, "Lucu banget mainannya pou"

Sontak aku menengadah dan menemukan wajah tak asing di hadapanku. Wajah yang.. ya lumayan lah, berkumis tipis, dan berambut ikal. Aku melihat bet nama di sakunya, hah kakak ketua osis ini mah.

"Halo, kak" aku berdiri sambil menundukkan kepala hormat--teringat wajah sangar kakak ini ketika MOS tadi siang.

"Ga usah gitu, atuh. Kayak ke siapa aja"

Punten, 'ke siapa aja' maksudnya? Boleh diliat struktur organisasi yang tadi pagi dipresentasiin? Kakak paling atas, lho.

Maunya ngomong gitu, tapi untungnya mulut ini masih mau diajak kerjasama.

"Lagi beli seblak? Mmmm.. Arin?" Kakak itu melihat kalung-karton-khas-anak SMA-kalo diMOS.

"Hehe iya kak," aku mencoba tersenyum seramah mungkin.

Kakak osis itu membalas sennyumku dan kemudian duduk di sampingku.

"Kok sendirian?"

"Iya, belum punya temen"

Kakak osis itu tertawa di tempatnya, aku yang melihatnya hanya menggaruk-garuk tengkuk.

"Lucu banget kamu tuh, Rin"

"Hehe" aku nyengir, gatau lucunya sebelah mana.

Mang Somad menuangkan seblak dari katel dan membungkusnya dengan handal. Tak butuh waktu lama, sekantong seblak sudah ia sodorkan padaku.

"Ini neng. Seblak cimol level 5 spesial untuk neng geulis"

Aku tersenyum sembari menyodorkan selembar uang 5 ribuan, namun sebelum itu kakak ketua osis memberi uang 10 ribuan kepada Mang somad

"Sekalian sama saya aja, mang"

"Hah kok gitu, kak?"

"Gapapa, Rin. Tabung aja uangnya"

Aku tersenyum dan berterima kasih. Karena kalau kutolak juga pasti kakak itu akan memaksa, seperti ibu dan temannya saat saling rebutan bayar tukang bakso kalau lagi arisan--gak bakal kelar.

Aku lalu pamit pada kakak osis dan berjalan meninggalkan gerbang sekolah.

* * *

Aku gak tau kalau kak osis itu ternyata suka banget seblak. Karena tepat hari ini, tiga hari berturut-turut aku bertemu dengannya di gerobak Mang Somad. Hari ini masih sama, kakak itu menyapa lalu akhirnya nawarin bayarin seblakku. Tapi kali ini tentunya kutolak dan untungnya kakak itu tidak memaksa.

"Kamu pulang sendiri terus, Rin?" tanya kakak osis setelah aku izin pamit karena seblakku sudah jadi duluan.

"Iya kak," aku nyengir.

"Belum punya teman juga?"

"Kalo sekarang udah sih, hehe"

"Ohh.. berapa?"

"Dua. Kenapa memang kak?"

"Aku mau temenan, boleh?"

Until One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang