Sekarang hari minggu, hari rayanya seluruh pelajar di dunia, termasuk penghuni kos mawar. Dan di pagi yang sangat cerah ini--iya terlalu terik untuk jam 9 pagi, aku dan Naya sedang menyirami bunga-bunga mawar di halaman depan. Kalau tebakan kalian kos ini diberi nama mawar karena banyaknya bunga mawar, kalian benar. Entah karena namanya bu Ros atau bagaimana, pemilik kos ini menanam banyak sekali mawar di halaman. Ohya, di depan rumahnya yang terletak di seberang kos juga.
"Eh btw Rin, anak cowo yang dateng Selasa kemaren siapa?" Naya membuka pembicaraan.
"Temen kecil gue"
"Baik banget deh nyampe inget ultah lo"
Ohya, aku belum cerita ya? Kemarin anak itu memberiku dua bungkus kiko beku--katanya sebagai hadiah ulang tahun. Berhubung di kos tidak ada kulkas, aku mendadak bagi-bagi ke tetangga-tetangga kos. I mean, aku gamau kembung ngabisin itu sendirian.
"Kalian ga ada apa-apa kan?" Naya tiba-tiba menggodaku.
"Menurut lo aja" aku nyolot.
"Santuy bro, gue malah curiga"
"Sumpah lo belum tau kelakuannya anjir"
Iya si Naya ini belum tahu. Anak itu punya segala keanehan yang cuma dia yang punya.
* * *
Bandung, Maret 2015
"Pelan-pelan atuh neng mentang-mentang minggu lalu kehabisan" Ibu Eti memperingatkanku yang sedang 'balas dendam' makan nasi uduk.
"Gapapa bu, udah biasa perut aku mah," ucapku dengan mulut penuh.
Bu Eti hanya tertawa melihatku. Tak lama, pandangan bu Eti yang sedari tadi terheran melihat kecepatan makanku teralihkan dengan hadirnya seorang bocah bertopi merah. Ya, bocah itu lagi.
"Eh, halo teh! Good morning" ucap bocah itu dengan mengangkat tangan.
Aku tidak menggubrisnya. Trauma. Ga lagi deh jogging sama anak itu.
Melihatku yang tetap melanjutkan makanku, ia tidak menanggapi lagi. Hanya duduk di hadapanku dan memesan seporsi nasi uduk.
Tubuhnya yang mungil membuatku harus sedikit menunduk melihatnya. Perawakannya kurus, wajahnya lonjong, kulitnya kuning langsat.
"Teh" ia menyadarkanku.
"Kita belum kenalan," ia menjulurkan tangan kanannya.
"Oh iya.. mmm.. aku Arin" aku membalas uluran tangannya. Kenalan doang aman, kan?
"Gilang, 13 tahun, anak pak Asep"
Aku tertawa, "gak nanya ayah kamu sumpah"
"Ya siapa tau. Soalnya pak Asep ganteng siapa tau mau tau"
Setelah perbincangan-perbincangan selanjutnya yang semakin tidak jelas, aku dan Gilang hanya diam, sibuk menghabiskan nasi uduk masing-masing.
"Teh, nanti siang makan apa?" Ia kembali membuka percakapan.
"Tergantung mama masak apa"
"Balapan makan semur jengkol disini yuk!"
Kan, random banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until One Day
RomanceArin, 20 tahun, seorang mahasiswi dan pecinta warna pastel. Tinggal di kos Mawar dengan tentram dan bahagia. Sampai suatu saat, bocah kecil datang lagi dari masa lalunya. "Teh Arin, kalo suatu saat nanti sampe suka sama aku, traktirin semur jengkol...