Sabtu pun tiba. Hari ini dan esok jadi agenda terakhir Masa Orientasi Sekolah di SMAku.
Jam tanganku menunjukkan pukul enam lewat lima. Setelah pamit pada mama dan papa, aku berjalan seorang diri membelah udara pagi Bandung yang cukup dingin. Kabut pun masih menggantung di perjalananku menuju sekolah.
Sebenarnya perasaanku campur aduk hari ini. Senang karena akhirnya MOS akan berakhir, juga khawatir dan sedikit takut akan bertemu lagi dengan Kak Bagas. Mengingat kemarin, seorang anak baru bisa-bisanya menolak ajakan seorang ketua osis.
Setelah 10 menit berjalan, aku sampai juga di gerbang sekolah yang sudah cukup ramai dengan teman-teman seangkatanku. Dua teman baikku pun sudah menunggu di samping gerbang, sepertinya mereka menungguku.
"Arin," salah satu di antaranya melambaikan tangan padaku. "Sini, cepet"
Aku tersenyum dan menghampiri mereka, "kenapa?"
"Kamu ngapain lagi sama Kak Bagas?"
Duh. Bakal ada gosip apaan lagi?
"Ngapain gimana?"
Dua temanku malah sikut-sikutan, sepertinya mereka takut-takut menyinggungku. Aku jadi makin berpikir buruk.
"Kali ini gosipnya lebih parah, Rin" akhirnya satu temanku bisa angkat suara.
Aku mencoba menenangkan diri, "Kemarin aku cuma nolak ajakannya Kak Bagas pulang bareng, kok."
"Serius?"
Lagi-lagi mereka sikut-sikutan dan sibuk berbisik-bisik.
"Rin maaf banget, tapi tadi aku denger.." ia bergeser, memperkecil jarak antara aku dan dia.
"ehm.. kalian ciuman?" Ia memelankan suaranya.
"Aku tau kok Arin ini pasti ga bener" ia langsung mengusap-usap pundakku.
Hah?
Aku tertegun, tidak menyangka gosipnya akan seburuk itu.
"Kalian denger dari siapa?"
"Aku gak tau. Dateng-dateng tadi langsung pada heboh. Ya gak semua juga sih, circle-circle yang suka gibah doang"
Aku terdiam, seperti ditimpa beban di pagi buta ini.
"Dah lah ya udah. Masuk aja yuk"
Aku mendorong dua temanku masuk. Mencoba baik-baik saja. Mencoba tuli dari omongan-omongan gak jelas tadi. Semoga saja gosipnya hilang sendiri kayak waktu itu.
Aku dan teman-temanku segera berbaris setelah salah satu panitia MOS membunyikan sirene dari toanya. Mobil-mobil angkot yang akan membawa kita ke tempat perkemahan sudah terparkir rapi di dekat lapangan. Saat kami berbaris untuk menaiki angkot masing-masing, salah satu primadona angkatanku tiba-tiba menghampiriku sembari berbisik.
"Rin ini mah bukan apa-apa ya, cuma penasaran doang, gimana sih rasanya?"
"Apaan?," sebenarnya aku tahu arah pembicaraan ini kemana. Cuma cari aman saja.
Ia mengibaskan rambutnya, "Mmm si Arin mah sok-sokan lupa. Itu lo silaturahmi sama Kak Bagas"
Ia lalu berbisik ke arahku, "Silaturahmi bibir"
Rasanya aku ingin membekap mulut anak di hadapanku ini. Lemes amat mulutnya, neng.
"Engga kok, hehe. Kamu salah sangka. Aku ga ngapa-ngapain sama Kak Bagas," aku mencoba sesantai mungkin. Kalau aku panik, nantinya malah terlihat menutup-nutupi sesuatu.
"Ah serius?"
"Seriusan" sebelum emosiku tersulut, aku tersenyum padanya dan segera menaiki angkot duluan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until One Day
RomanceArin, 20 tahun, seorang mahasiswi dan pecinta warna pastel. Tinggal di kos Mawar dengan tentram dan bahagia. Sampai suatu saat, bocah kecil datang lagi dari masa lalunya. "Teh Arin, kalo suatu saat nanti sampe suka sama aku, traktirin semur jengkol...