Adrian Purnama. Namanya aja ganteng, kan?
Wajah manis, kulit kuning langsat, dan badan atletisnya. Juga pembawaannya yang tenang dan dewasa. Semuanya berpadu jadi seorang Kak Ian yang gaada duanya. Kak Ian ini salah satu contoh orang yang ibunya kebanyakan sedekah pas lagi hamil, jadi pas lahir terlalu sempurna.
"Rin, pulang bareng aja," ucap Kak Ian membuyarkan lamunanku
"Oke.. oke kak" Alhamdulillah, abis nganterin si Gilang, ada rejeki bisa pulang bareng Kak Ian.
"Teh, kayak liat setan aja" tegur Gilang melihatku gelagapan.
Aku hanya tersenyum masam menanggapi ucapan Gilang.
Sebelum aku dan Kak Ian benar-benar pamit pada Gilang, mereka sempat membicarakan hal singkat terkait mabar atau apalah itu.
"Yok, lang" Kak Ian tersenyum pada Gilang, begitupun aku.
"Kak, naik sepeda?"
"Enggalah, terus kamu gimana?" Jawab Kak Ian sembari tertawa. Sepeda gunungnya hanya ia tuntun sambil berjalan beriringan denganku.
5 menit setelahnya aku dan Kak Ian hanya diam. Berbeda sekali dengan perjalanan dengan Gilang tadi.
"Kak, ngomong-ngomong hujan kok sepedahan?"
"Iya, tadi udah mau pulang, eh hujan. Jadi neduh dulu di pangkalan deket Gilang tadi"
Aku hanya mengangguk-angguk.
"Ohya, kamu kenal Gilang?"
"Iya, temen waktu di Bandung dulu. Eh ketemu lagi disini"
"Ohhh, jodoh ya hahahah"
"Hahaha" aku tertawa. Gamau, sih.
"Eh iya, Kak Ian kok bisa kenal Gilang?"
"Dia temen mabar sama sepedahan"
Aku mengangguk-angguk lagi.
"Kok kamu lucu sih?" Kak Ian tersenyum melihatku. Pipi tirusnya terangkat menunjukkan eye smilenya.
Gapapa, aku gapapa. Jantung doang paling melorot ke kaki.
Padahal kalau sama Gilang, aku ngangguk-ngangguk terus kayak tadi bakal dibilang kayak pajangan dashboard mobil.
Akhirnya aku dan Kak Ian sampai di depan kos Mawar. Aku berbelok ke gerbang Kos sedangkan Kak Ian ke arah berlawanan--rumah bu Ros.
Kak Ian tersenyum lebar sembari mengangkat tangannya. Aku membalasnya dengan senyuman canggungku. Bu Ros ngidam apa sih dulu anaknya bisa secakep ini?
Iya, saudara-saudara. Perkenalkan, Kak Ian. Anak tunggal bu Ros dan Pak Purnama. Idaman seluruh penghuni kos mawar--termasuk yang udah punya pacar. Kamarnya terletak di lantai dua rumah bu Ros, berhadapan dengan salah satu kamar penghuni kos mawar.
Dan tebak siapa gadis yang beruntung itu?
Aku, hehe.
Balkon kamarku dan balkon kak Ian berhadapan langsung. Jadi kalau-kalau aku kangen, tinggal nongkrong di balkon deh. Tapi sejujurnya, Kak Ian juga gak terlalu sering di rumah. Kalau ada waktu kosong, Kak Ian sering menghabiskannya di alam. Mulai dari yang ringan seperti bersepeda sampai yang ekstrim, mendaki gunung. Selain itu, Kak Ian juga hobi memotret. Potretan apik yang sebagian besar langit-gunung-hutan itu ia post di instagramnya.
Dari hobinya bercengkrama di alam, Kak Ian mengikuti salah satu komunitas mahasiswa pecinta alam di kampus. Walaupun sibuk di komunitas, Kak Ian tetap terkenal sebagai mahasiswa yang cerdas di jurusannya. Kok aku tau? Ya iyalah karena aku sejurusan. Rejeki nomplok banget, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Until One Day
RomanceArin, 20 tahun, seorang mahasiswi dan pecinta warna pastel. Tinggal di kos Mawar dengan tentram dan bahagia. Sampai suatu saat, bocah kecil datang lagi dari masa lalunya. "Teh Arin, kalo suatu saat nanti sampe suka sama aku, traktirin semur jengkol...