Pagi hari tiba, tanpa mentari. Seli membangunkanku
"Ra, bangun Ra.. kamu harus lihat ini!"
"Apa, Sel?" Gumamku sambil merapikan rambut
"Ayoo cepat!" Dia menarik tanganku menuju dapur belakang,
"Selamat Pagi, nek!" Aku menyapa nenek yang sedang memasak. Inilah yang Seli hendak tunjukkan tadi, memasak disini terlihat aneh, Api ungu yang menjadi sumber panas terlihat seperti sedang berlari, berpindah pindah.
Lalu, air yang dibutuhkan juga datang sendiri dari sungai yang tepat berada di samping dapur. Ini memang benar benar desa sihir.
"Pagi, Raib, Seli, Eh dimana Ali?" Nenek menoleh sebentar, menyimpan pengaduk sayurnya.
"Oh! Aku lupa membangunkannya, Ra. Kamu saja yang bangunkan, ya?" Seli tersenyum jahil
"Tidak mau. Kamu tahu kan, Sel.Betapa susahnya membangunkan kebo sepertinya?"
"Kebo itu tidak susah dibangunkan, tahu!" Suara riang tiba tiba menyela obrolanku dan Seli
"Hai! Kalian pendatang ya? Aduh... Kalian cantik sekali. Oh iya! Perkenalkan, namaku Marlyn" seorang remaja perempuan menghampiri kami, dia adalah penduduk desa ini, wajahnya riang, menjulurkan tangan
"Hai Marlyn, aku Seli, dan ini Raib sahabatku. Senang bertemu denganmu." Seli menjabat tangannya. Dengan sifat mereka yang mirip satu sama lain, Seli dan Marlyn akrab dalam waktu singkat.
"Aduh, Seli.. itu wortelnya jadi gajelas gitu bentuk nya." Marlyn tertawa. Ternyata, Marlyn memang sering datang kesini, membantu nenek mengerjakan pekerjaan rumah. Seperti kali ini, kami semua sedang memasak
"Habisnya, aku sibuk loncat loncat ngehindarin api, apinya lari kemana mana, sih. nyebelin." Seli menggelembungkan pipi, tangannya yang memegang pisau diacung acungkan.
"Seli! Itu pisau lho!" Aku memperingatkannya. Tadi itu memang rusuh sekali, roh api terus saja berpindah pindah tempat, jadilah kami juga sibuk berpindah pindah agar tidak terkena apinya.
"Fyuhh.. selesai juga masakan kita kali ini. Bangunkan Ali, kita akan makan bersama." Nenek mengangkat panci sup membawanya ke ruang tengah.
Seli menyikut perutku, ayo bangunkan tuan mudamu! Kata tatapan matanya, aku menggeleng, tidak mau kalau sendirian. Seli melotot, kalau aku ikut, siapa yang membantu nenek menyiapkan makan?
"Iya iyaa.. aku mengalah deh." Aku melangkah ke kamar yang ditempati Ali, meninggalkan seli yang cekikikan dibelakang.
Krieett...pintu kamar yang ditempati Ali berderit, tapi si biang kerok itu masih terlelap dengan posisi tidur yang... Ergh, aku sulit menjelaskannya
"Ali, bangun. Waktunya sarapan.." aku mengguncang bahunya, percuma. Ali tetap terdiam seperti batu, batu yang mendengkur.
"Aliii! Ayo bangun." Aku menjewer telinganya,
Kali ini tanganku jahil menggelitiki kakinya, "Aliii, heh! Dasar kebo!"
"Tuan muda Aliiii" aku menghela napas, bagaimana caranya membangunkan Si Biang Kerok ini?
"Ali, ganteng, pinter, bangun yuk. Udah siang loh ini, kita sarapan bersama." karena putus asa, tanpa sadar aku bicara dengan intonasi lembut seperti sedang membujuk anak kecil
"Nah, gitu dong, Ra, banguninnya. Eh, tapi kurang, harusnya, Ali yang ganteng, pinter, sahabat paaaaling baik se galaksi bima sakti, Ayo ulangi, Ra." Si Biang Kerok itu membuka mata, menopang kepalanya dengan kedua tangan, menatapku
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengungkap
FanficMenceritakan petualangan mereka membantu Tuan Muda Ali mengungkap suatu rahasia. Rahasia apa kira kira? Apakah mereka berhasil? Kali ini bukan hanya kemampuan bertarung yang di uji. Mereka membutuhkan kekuatan lain.kekuatan apakah itu? Temukan kisa...