"Nanti aku tunggu diparkiran ya, kita main berdua."
Ucapan Mira tadi pagi yang mengajaknya untuk pergi berdua masih terngiang ditelinganya. Rasanya sangat bahagia ketika Mira mengajaknya pergi berdua.
Kakinya melangkah menuju parkiran sekolah. Chika terus tersenyum ketika menuju pastkiran sekolah, tapi tak lama senyumnya luntur saat ia melihat ada Ara juga disana. Apa Ara akan ikut? Ah itu tidak masalah. Ia tak memusingkan itu, ia terus berjalan hingga sampai ia berdiri disamping Mira.
"Kak," Panggil Chika lembut.
Mira menoleh lalu tersenyum. "Haii."
"Ayo, Kak. Nanti keburu hujan."
"Umm... Chik, aku anterin Ara bentar ya kerumah Fiony." Ucap Mira dengan sedikit ragu.
Chika mengerutkan dahinya, "Loh, Kak? Katanya mau pergi sama aku."
"Iya, aku anterin Ara dulu. Kamu tunggu disini."
"Iya, Chik. Gue pinjem Mira bentar, motor gue disita sama nyokap."
Chika menghela nafas kasar. "Rumah Fiony jauh loh, masa aku nunggu disini sen-"
"Ayo Chik lo balik sama gue."
Chika, Mira dan Ara langsung menoleh pada sumber suara. Terlihat Vivi berdiri disana, dengan santai Vivi meraih tangan Chika.
"Pulang sama gue, udah mau hujan. Lo baru sembuh, nanti sakit lagi." Ajak Vivi dengan lembut.
"Tapi rumah kita kan beda arah, Kak. Nanti lo harus puter balik dulu, kejauhan."
"Nggak apa-apa, ayo pul-"
"Apaan sih lo drun?" Mira langsung melepaskan tangan Vivi pada pergelangan tangan Chika.
Vivi menatap Mira. "Loh, lo mau nganterin Ara kan? Nggak ada salahnya dong kalo Chika gue yang nganterin. Masa lo boleh nganterin orang lain, sedangkan Chika nggak boleh. Harus adil dong."
"Ara temen gue."
"Gue juga tem-"
"Lo mantannya, gue tau."
Chika langsung terdiam. Ia menatap Mira yang masih menatap Vivi dengan mata memerah. Untung saat ini parkiran sudah sepi, jadi mereka tak menjadi tonton.
"Ya terus emang kenapa? Nggak ada salahnya dong kalo gue nganterin Chika."
"Nggak usah modus lo."
"Gue nggak modus, silahkan lo anter Ara pulang dan gue anter Chika pulang. Asal lo tau, Chika itu sa-"
Chika menahan Vivi agar tidak melanjutkan ucapannya. "Gue balik sama lo, ayo."
"Anjing."
Umpat Mira saat melihat Chika masuk kedalam mobil milik Vivi dan pergi meninggalkan mereka berdua diparkiran.
***
Didalam mobil, mereka saling diam. Chika memilih untuk menatap luar jendela, sedangkan Vivi fokus menyetir. Vivi sedikit melirik Chika yang sedang melamun, kemudian kembali fokus menatap depan.
"Chik," Panggil Vivi pelan, namun masih bsia didengar oleh Chika. Gadis itu menoleh menatap Vivi.
"Kenapa, Kak?"
"Lo sama Mira sering kayak tadi?" Vivi bertanya sedikit ragu.
Chika menghembuskan nafasnya pelan, lalu mengangguk. "Iya."
"Kenapa nggak lo put-"
"Semua orang selalu bilang kayak gitu." Chika memotong ucapan Vivi. "Kenapa nggak lo putusin, susah Kak. Rasanya beda waktu gue pacaran sama lo dan pacaran sama Kak Mira, gue tau dia lebih banyak nyakitin gue daripada lo. Tapi tetep aja gue nggak bisa buat putusin dia."
Vivi tak berniat menjawab, Ia memilih fokus mendengarkan apa yang Chika ucapkan.
"Christy juga sering bilang buat gue ngelepasin dia, tapi ya tetep aja gue nggak bisa. Gue nggak bisa, mungkin orang bakal bilang gue manusia paling bodoh, udah sering disakitin dan tau kesalahan pasangannya apa, tapi masih dipertahanin." Chika mendongak, berusaha untuk menahan air matanya. "Orang orang nggak tau apa yang gue rasain pas sama Kak Mira, gue sayang dia ngelebihin sayang gue ke diri sendiri."
Vivi menghembuskan nafasnya pelan, apa mungkin ia masih bisa kembali pada Chika sedangkan gadis itu sangat menyayangi teman satu kelasnya. Tidak, Vivi tak berharap dia akan kembali lagi pada Chika, hanya saja ia ingin mengulang waktu bersama Chika.
"Chik,"
"Ah, Sorry Kak. Gue jadi curhat." Ucap Chika tak enak hati, gadis itu menghapus bulir air mata yang tersisa dipipinya.
Vivi tersenyum. "It's okey, lo bisa cerita kapanpun lo mau. Gue selalu ada dibelakang lo buat tempat cerita lo."
"Makasih, Kak."
Hening, kali ini benar benar hening hanya ada suara yang keluar dari radio mobil Vivi. Keduanya sama sama diam, tenggelam dalam pikiran masing masing.
"Chika..." Vivi memanggil dengan suara pelan.
"Iya?"
"Mira tau?" Vivi menatap Chika yang juga menatapnya, kini mereka sudah sampai didepan rumah Chika.
Chika tau kemana arah pembicaraannya, Chika hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Kenapa?"
Chika tersenyum, "Nggak apa-apa, biar waktu yang ngasih tau semuanya. Makasih ya, Kak. Aku duluan."
"Eh, Chik."
Chika urungkan untuk keluar dari mobil Vivi, ia menatap Vivi yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu.
"Kenapa, Kak?"
"Besok lo nggak ada kegiatan apapun kah?" Tanya Vivi ragu.
Chika menggeleng. "Nggak."
"Mau ikut gua nggak besok?"
"Kemana?"
"Jalan jalan, kemana aja. Terserah lo, gue bakal nurutin mau lo besok. Hitung hitung ini hiburan buat lo, gimana?"
Chika nampak berpikir sejenak. Kemudian mengangguk. "Boleh, gue tunggu ya besok. Jemput gue, Kak. Gue masuk dulu, bye."
Chika keluar dari mobil Vivi. Setelah Chika sudah benar benar keluar dan masuk kedalam rumahnya, Vivi baru menjalankan mobilnya untuk pergi dari sana.
"Seenggaknya walaupun gue nggak bisa balik sama lo lagi, gue bisa bahagiain lo, Chik."
Pendek pendek banget ya? Hehe, sorry tapi emang gitu konsepnya agar supaya sehingga tidak begitu berat ceritanya.
Btw, Chika mimpi naik kapal di becekan, gimana caranya itu kapal bisa jalan dibecekan. Apakah ini pertanda kalau bakalan... karam? hehe canda karam.
maap kalo ada typo.
see you~
KAMU SEDANG MEMBACA
I Release You Sincerely [COMPLETED]
FanfictionDia seperti pergi, tapi tidak benar-benar pergi. Dia masih ada disisi, hanya saja aku kehilangan perhatiannya. "Thank you for everything. I hope you always happy." 'Yessica Tamara & Amirah Fatin' Start : 01 Februari 2021 End : 11 Fe...