Empat

939 141 20
                                    

Sesuai apa yang Mira ucapkan tadi. Sepulang sekolah, mereka berdua akan pergi menontom berdua—Ah, mungkin tidak hanya menonton, banyak yang akan mereka lakukan nanti, tapi belum terencana.

Chika berdiri didepan gerbang sekolahnya, menunggu Mira yang tadi—tiga puluh menit yang lalu bilang pada Chika untuk menunggunya disana. Tetapi ini, sudah satu jam berlalu, gadis berambut sebahu itu tak kunjung datang.

"Kemana sih? Tadi bilang suruh nunggu disini, sekarang nggak ada kabar." Dumel Chika, ia terus menelpon Mira yang sekarang ntah kemana.

"Kak Mira, Kak Mira dimana? Aku udah nunggu didepan gerbang dari tadi, tapi Kak Mira nggak ada." Suara Chika terdengar saat telpon itu diangkat setelah kesekian kalinya.

"Sorry, Chik. Aku lupa bilang sama kamu, tadi tiba tiba Ara minta temenin beli kado buat Fiony." Ucap Mira dengan santainya, santai sekali, mungkin jika bukan Chika yang mendengarnya orang itu akan marah.

Ara, Ara, Ara dan Ara.

Oke, Chika tak marah pada Ara yang selalu mengganggu waktunya dengan Mira. Hanya saja ia heran pada Mira, mengapa gadis itu tak pernah memenuhi janji yang sudah ia buat demi seseorang yang mungkin baru meminta untuk ditemani.

"Oh yaudah, Kak." Chika segera mematikan telpon itu, namun tertahan karena Mira kembali bersuara.

"Sekarang kamu dimana? Sudah dirumah kah?"

Chika tersenyum miris, dirumah katanya. Bahkan Mira tak memberi kabar padanya sejak tadi, bagaimana bisa ia sudah dirumah.

"Masih didepan gerbang, Kak. Ini mau pulang kok."

"Oh yaudah, hati hati ya. Kalo udah sampai rumah kabarin aku."  Mira berucap tanpa rasa bersalah sama sekali, itu semakin membuat Chika tersenyum miris.

'Hati hati ya.'

Chika pikir gadis itu akan menjemputnya dan mengantarkan pulang, tapi nyatanya semua itu hanya ekspetasinya saja. Chika terlalu berekspetasi tinggi hingga ia tidak pernah mendapatkan apa yang diharapkan.

"Iya, Kak."

Tut.

Telpon dimatikan oleh Mira begitu saja. Chika meremas ponselnya itu, ia menggeleng tak percaya dengan apa yang barusan terjadi. Hujan tiba tiba turun dengan deras, bersamaan dengan air mata Chika yang tiba tiba keluar tanpa seizinnya.

"Gue capek." Lirihnya sambil memejamkan mata.

***

Pukul setengah tujuh malam, Chika baru saja sampai dirumahnya. Terlihat Aya dan Christy berdiri didepan pintu masuk dengan raut wajah khawatir, pasalnya Chika tak memberi kabar apapun sejak tadi sore.

"Kak, kok baru pulang? Darimana?" Tanya Aya saat Chika baru saja menginjakkan kakinya di rumah.

Chika menatap Maminya itu, "Habis kerja kelompok, Mi."

"Kok bajunya basah?"

"Umm... Aku kehujanan, tadi mau naik ojek online tapi nggak dapet yaudah aku jalan kaki aja." Jelas Chika, ia tidak terlihat panik atau gugup sama sekali. Gadis itu pintar menyembunyikan sesuatu dari Maminya, tetapi tidak pada Christy.

Dari sorot mata Chika, Christy tau bahwa Kakaknya itu sedang tidak baik baik saja. Christy sangat paham.

"Kenapa nggak telpon Mami? Kan bisa dijemput, Kak."

"Hp aku mati, Mi." Bohong, Chika berbohong. Bahkan baterai handphonenya masih tersisa setengah. "Yaudah, Mi. Chika masuk dulu, mau mandi."

"Nanti turun ya buat makan malam." Chika hanya mengangguk sebagai jawaban. Kemudian ia naik kelantai dua dan masuk kekamarnya untuk mandi.

"Kenapa harus bohong sih, Kak?" Christy berucap dalam hatinya, ia tak habis pikir pada Kakaknya. Kakaknya ini ntah bodoh atau apa, ia berani berbohong hanya untuk menutupi kesalahan orang yang sudah dipercaya oleh Maminya.

***

"Kak Chika, Christy boleh masuk?"

"Masuk aja, Christ. Nggak di kunci kok." Teriak Chika dari dalam kamarnya.

Christy langsung membuka pintu kamar Chika. Terlihat gadis itu sedang memainkan ponselnya dengan posisi tengkurap. Christy masuk, tak lupa ia menutup pintu kamar Chika kembali.

"Kenapa, Christ? Tumben." Tanya Chika tanpa menatap adiknya.

Christy duduk ditepi ranjang milik Chika. "Lo butuh cerita? Cerita aja ke gue, Kak."

Chika tersenyum. Ternyata Christy memahaminya, Chika menatap adiknya itu. "Tanpa gue bilang mungkin lo tau, Christ."

"Kak Mira?" Chika mengangguk lemah, bahkan gadis itu sudah membenamkan wajahnya pada bantal yang berada didepannya.

"Kenapa? Cerita sama gue, Kak." Tanya Christy, ia benar benar khawatir dengan Kakanya ini.

"Gue capek, Dek."

"Lepasin kalo emang lo udah nggak sanggup."

Chika menggeleng, "Gue nggak bisa. Gue sayang sama dia, lo tau itu."

"Kak, lepasin. Jangan nyiksa diri lo, gue tau lo sayang sama Kak Mira. Tapi nggak gini, kalo kaya gini lo sama aja bodoh, Kak."

Terdengar suara isakan setelah Christy mengucapkan itu, Chika menangis. "Nangis aja Nggak apa-apa. Nangis itu wajar, keluarin semua yang lo tahan selama ini."

Christy memeluk tubuh Chika. "Nangis aja ,Kak. Gue tau lo capek banget."

Bunuh aja apa si amir ini, bisa bisa bikin kesayangan aku nangis wkwkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bunuh aja apa si amir ini, bisa bisa bikin kesayangan aku nangis wkwkwk

Maap ya kalo ada typo.

See you~

I Release You Sincerely [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang