4. Klinik

625 43 2
                                    

"HEH GAM, LO KENAPA?!"

Nyawa yang tadinya masih di ambang langsung masuk diikuti kepanikan melihat kakaknya kesakitan. Ia memapah Gamma untuk masuk ke kamarnya, ia dudukkan Gamma sambil bersandar ke tembok.

"Lo kenapa?" tanyanya bingung. "Bentar, gue panggilin Kak Sierra."

Secepat kilat ia berlari ke kamar Sierra dan menggedor pintu kamarnya dengan kasar. Sierra yang kaget membuka pintu dengan tergesa.

"Kenapa? Ada apa? Ada maling Del?"

"Itu Kak, si Gamma." ujarnya sambil menarik tangan si Kakak.

Sama seperti Delta, Sierra ikutan panik saat melihat keadaan Gamma. Wajahnya pucat, jemarinya mengepal sampai buku-bukunya memutih, suara nafasnya melengking diikuti batuk yang terdengar mengerikan.

"Gam, Gamma.." Sierra menepuk-nepuk pipi Gamma pelan, ia bisa merasakan perbedaan suhu yang kentara antara tangannya dan wajah Gamma. "Gamma, denger gue kan?"

Gamma mengangguk, sudut matanya yang terpejam meneteskan air mata.

"Delta, ambilin vapor rub dong di kamar gue, sama air anget buat kompres."

Sebisa mungkin Sierra mencoba tenang, sebab kalau ia panik, Gamma pasti akan lebih panik.

"Ra, hah..hah, sak-kit." ujar Gamma sambil mengatur nafasnya, samar-samar terdengar suara isakannya.

Sierra mengelus punggung Gamma sambil menunggu Delta mengambil vapor rub di kamarnya. Tubuh Gamma bergetar, wajahnya juga pucat pasi, pikiran aneh mulai menggerayangi kepala Sierra. Matanya enggan lepas dari dada saudara tirinya yang naik turun dengan susah payah.

"Gam, nafasnya yang bener coba, pelan-pelan, jangan nangis."

Dalam diam Gamma mencobanya, tapi paru-parunya tidak bisa berkoordinasi dengan otaknya. Tiap takiran dan embusan nafas terasa menyakitkan, ada rasa terbakar di tenggorokan dan dadanya.

"Ini Kak." Delta mengulurkan vapor rub, tangan satunya memegang baskom kecil dengan air hangat.

Di belakangnya ada Nayara dengan wajah ngantuknya. Tanpa berbicara ia duduk di sebelah Gamma, tangannya membantu membalurkan vapor rub ke dada, leher dan punggung kakak laki-lakinya yang sedang panik.

"Gam, masih sakit?"

Pertanyaan macam apa itu! Tangan Nayara menepuk gemas pinggul Delta sebal. Habis Delta bingung harus berbuat apa.

Satu jam berlalu, meskipun tubuh Gamma sudah dipenuhi vapor rub, masih belum ada perubahan, peluh membanjiri kening dan wajah tampannya. Rasanya ia ingin menyerah saja.

"Kak, barusan gue telpon Mas Alpha."

"Terus apa katanya?" tanya Sierra tidak sabar.

"Bawa aja ke klinik depan komplek, kan ada apotek 24 jam, kliniknya juga masih buka."

"Oh ya udah iya, coba tanya Tante Utami, kita pinjem motornya."

Dengan tergesa Delta keluar rumah menuju kediaman Tante Utami, tetangga sebelah rumah yang selalu membantu keluarganya. Mudah-mudahan kedatangan Delta tidak mengganggu istirahat keluarga Tante Utami, mengingat sekarang adalah jam tiga pagi.

Beberapa kali Delta mengetuk pintu rumah Tante Utami, tapi tidak ada yang menyahut. Delta ikutan panik sekarang, ia bimbang antara mencoba mengetuk pintu atau pulang ke rumah dan mencoba sebisanya untuk membawa Gamma ke klinik.

Baru kakinya hendak melangkah pulang, lampu ruang tamu rumah Tante Utami menyala. Tidak lama pintunya terbuka, menampilkan sosok Om Haris, suami Tante Utami di pintu.

SkeletonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang