Chapter.09

558 139 63
                                    

Belum selesai perihal patah hatinya akibat ucapan Jeno. Esok harinya Yeji mendapat kabar bahwa ibunya mengalami kecelakaan. Ditolak oleh Jeno memang merupakan sebuah kepahitan, tapi mendengar kabar bahwa ibu mengalami kecelakaan adalah sebuah kepedihan yang bahkan lebih dari sekedar pahit. 

Yeji tidak mengerti kenapa semuanya terjadi dalam kurun waktu berdekatan. Kenapa dia harus mengalami kesakitan ganda saat dia berpikir bahwa mungkin dia sudah mendekati kebahagiaan. 

Takdir memang tidak bisa ditebak.

Jeno berbohong saat mengatakan bahwa jatuh cinta membuat kita bahagia. Kenyataannya, akhir yang dia miliki tidak selalu baik. Perasaannya berkali lipat lebih hancur karena mendapat penolakan dan kabar buruk di waktu yang bersamaan. 

Hyunjin dengan setia berada di samping Yeji. Menemani gadis itu menangis tersedu karena kabar yang ia dengar. 

Hyunjin tau penolakan Jeno, dan dia juga tau kabar ibunya Yeji. Tidak ada yang dapat ia lakukan selain memberi dukungan moral pada gadis di pelukannya ini.

Mereka sedang menunggu seseorang menjemput Yeji. Tidak ada yang mengetahui kabar ibunya Yeji selain mereka berdua. Dan Hyunjin tidak mempunyai kesempatan memberi tau Jeno ataupun Yeonjun karena dia sibuk menenangkan Yeji. 

“Padahal, ibu baru aja ngasih tau gue kalau dia bahagia tadi malem.” Yeji kembali mengadu. Menenggelamkan kepalanya di pelukan Hyunjin, mencari sebuah kenyamanan. 

“Kenapa ibu harus celaka jin?” 

Hyunjin tidak dapat menjawab. Tidak ada yang bisa menebak garis takdir Tuhan bukan? Dia yang ada di samping kita saat ini bisa saja meninggalkan kita untuk selamanya di esok hari. Atau bahkan mungkin dalam beberapa jam ke depan. 

Tidak ada yang tau. Takdir itu misterius.

Hyunjin tidak bisa menjawab karena pertanyaan Yeji bukan pertanyaan yang bisa ia jawab. Kalau pertanyaan semacam itu mempunyai jawaban. Mungkin Hyunjin akan lebih dulu bertanya kenapa ibu kandungnya memiliki gangguan jiwa. 

Tapi pada dasarnya pertanyaan itu hanya pertanyaan retoris. Tidak ada jawaban yang lebih pasti selain menjawab bahwa itu adalah sebuah takdir. Rencana yang sudah Tuhan tulis jauh sebelum Tuhan menciptakan bumi beserta isinya.

Aksi pelukan mereka terhenti saat seseorang yang Yeji kenal sebagai tangan kanan ibunya menghampiri. 

“Om Jimin?” Yeji menghapus air matanya saat Jimin mengulurkan tangan. 

Hyunjin melepas Yeji, membiarkan Yeji pergi bersama orang yang tadi dipanggil Jimin.  

Yeji tersenyum pelan, berterima kasih pada Hyunjin sebelum dia pamit dari sana. Menurut cerita Jimin, sebenarnya tidak sulit untuk menjenguk ataupun menjemput mereka yang tinggal di asrama. 

Tapi karena jarak hutan gremlin yang jauh dari kawasan kota membuat kebanyakan orang tua yang meninggalkan anaknya di sana terlalu malas untuk menghampiri. Belum lagi mereka yang mempunyai kesibukan di tengah padatnya hiruk pikuk ibu kota. 

“Om?” Jimin yang duduk di sebelahnya menoleh saat Yeji memanggil pelan. 

“Ibu kenapa?” 

Jimin menghembuskan nafas kasar. Mengusap kepala Yeji lembut. Gadis di sampingnya ini sudah dia anggap seperti putri sendiri karena Jennie sangat menyayangi Yeji. 

Selain menjadi tangan kanan atau orang kepercayaan Jennie, Jimin juga merupakan sahabat yang sudah sejak lama mengenal Jennie. Bahkan sebelum Jennie kemudian dijodohkan dengan lelaki asing bernama Choi Jin suk. 

Bahkan istrinya sendiri menyayangkan perilaku Choi Jin Suk yang semena mena terhadap Jennie. Mereka bersyukur karena akhirnya Choi Jin Suk meninggal dunia. Tanpa tahu bahwa Jennie lah dalang di balik semua itu. 

BERMUDA TRIANGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang