Setelah Mikaela memberi ultimatum, kerumunan kembali menjadi tenang. Mereka yang awalnya bersikap buruk ke pada kelompok Mavis kini gemetar karena ketakutan, dan buru-buru membenarkan posisi duduk mereka. Itu tidak berani lagi menatap ke arah kelompok Mavis dengan tatapan menghina.
Suasana begitu canggung, begitupun yang terjadi kepada sepasang petualang yang masih terduduk di lantai. Wanita itu menunduk dengan rasa takut bercampur malu, sedangkan pria yang merupakan kekasihnya meringis kesakitan.
Hammer yang pada saat itu bangun dari keterkejutannya, segera membantu petualang itu bangun dan mengusirnya keluar, kemudian diikuti dengan wanita itu.
Setelahnya dia kembali berjalan mengunjungi meja Mavis, seraya berkata, "Ah, maaf..."
Hammer tiba-tiba tidak bisa berkata apa-apa.
"Tidak apa-apa," kata Mavis sambil tersenyum biasa.
"Jadi... kau sebeluknya bertanya tentang tempat di dekat sini yang biasanya menyewakan sebuah ruangan kepada para petualang, benar?"
Hammer memasang senyum aneh sambil sesekali melirik ke arah Mikaela. Dia merasa tidak enak hati untuk berbicara lagi setelah ketidaknyamanan yang dilakukan petualang sialan itu di dalam bar miliknya terhadap kelompok Mavis.
"Ya, apa Paman tau?"
"Aku sebenarnya memikirkan beberapa tempat yang menyediakan fasilitas seperti itu. Namun, jika kau tertarik, barku ini juga mempunyai ruangan kosong yang tidak terpakai. Yah, meski itu tidak sebaik yang lain, ruangan itu masih layak untuk digunakan."
"Serius? Jadi ada yang seperti itu," Mavis sedikit terkejut, tapi segera wajahnya menjadi cerah. "Apa itu salah satu ruangan yang pernah Paman katakan kosong itu?"
Hammer mengangguk.
"Oke, kalau begitu aku akan menyusahkan Paman lagi." Mavis tertawa lepas. Itu sampai terdengar di semua telinga para petualang.
Mavis pikir bar paman itu hanya menyediakan beberapa ruangan sebagai tempat menginap, tapi tak disangka ada ruangan khusus yang disewakan untuk tempat perundingan atau pertemuan bagi para petualang.
"Dan ya, aku punya barang bagus yang baru datang kemarin. Apa kau mau mencobanya?"
Mavis menggeleng pelan.
"Tidak perlu Paman. Masih ada urusan yang ingin aku lakukan sehabis dari sini. Bahkan terakhir kali aku minum, aku hampir tidak sadarkan diri."
"B-baiklah. Kalau begitu langsung kuantar saja ke ruangannya," kata Hammer seraya mempersilahkan Mavis dan yang lainnya berjalan mengikutinya.
Mereka berjalan memasuki pintu lain yang belum pernah Mavis lalui. Kemudian sampailah mereka melihat sebuah pintu yang merupakan pintu masuk ruangan itu.
Hammer mengambil kunci dari sakunya, lalu mencari kunci dari ruangan itu. Setelahnya dia memasukan kunci itu dan membuka pintunya.
Krekk...
Seketika Hammer bersin dan batuk-batuk. Segera dia mengepak-ngepakan tangannya dan menutup hidung.
"Ah.. bisakah kau tunggu di luar sebentar? Aku butuh waktu untuk membersihaknnya. Maaf...." Hammer berbalik badan menatap kelompok Mavis dan menutup pintu itu.
"Akan kupanggilkan karyawanku untuk membantu membersihkan. Kalian tunggu di sini."
Mavis hanya mengangguk dan tersenyum.
"Maaf atas kelancangan saya, Tuan. Apa perlu kita mencari tempat lain yang lebih baik untuk Tuanku? Aku tahu beberapa tempat."
"Aku benar-benar melupakanmu." Mavis menghela napas berat.
Dia benar-benar merasa bodoh, mengapa dia datang untuk bertanya kepada paman itu jika dia bisa bertanya kepada Mikaela sebelumnya? Dan sekarang sudah terlambat karena mereka sudah berada di sini.
"Lupakan, ini salahku tidak bertanya padamu terlebih dahulu. Dan lagi kita sudah ada di sini. Mari kita lanjutkan menggunakan kamar ini."
Dia beranjak memegang gagang pintu itu dan kemudian membukanya. Langsung saja, hidung Mavis terserang, dia bersin-bersin dan mundur beberapa langkah.
"Apa ada yang bisa membersihkan ruangan ini?" kata Mavis.
Yang lain saling melirik satu sama lain dan tidak langsung menjawab. Pada akhirnya Mikaela yang memberanikan diri untuk berkata, "Maaf Tuan, tidak ada diantara kami yang ada di sini mempunyai kemampuan seperti itu."
"Ya sudahlah, kita hanya bisa menunggu paman itu."
Mavis akhirnya menutup pintu itu lagi, dan berakhir menunggu beberapa menit sampai paman itu datang bersama dua pelayan barnya. Kemudian kedua pelayang itu berjalan melewati Mavis dan tak lupa memberi senyuman ramah sebelum masuk ke dalam ruangan itu. Mereka sudah membawa peralatan tempur lengkap, dan siap untuk membersihkan ruangan itu.
"Maaf lama menunggu." Hammer menghampiri Mavis sambil membawa sebuah kardus.
"Apa itu?"
"Ini?"
Mavis mengangguk.
"Ini dititipkan untuk kalian. Sebagai permintaan maaf dari para petualang sebelumnya. Mereka harap kamu dan teman-temanmu tidak menaruh dendam dengan mereka." Hammer memasang wajah jelek.
"Para bedebah itu! Mereka selalu saja mencari masalah di mana-mana, dan setelahnya selalu mengirimkan barang untuk permintaan maaf. Sungguh tak tau malu."
Mavis hanya tersenyum dan tak membalas. Dia mengerti orang-orang seperti itu, tipe orang yang merasa kuat dan menindas orang yang terlihat lemah. Dan jika dia melakukan sebuah kesalahan akan mudah diselesaikan dengan permintaan maaf seperti ini.
"Kalau begitu sampaikan pesanku, Paman. Katakan kepada mereka, aku sudah memberi wajah untuk mereka kali ini." Mavis tertawa dan menerima kardus box itu dari lengan Hammer.
Segera Giraldo yang melihat itu beranjak mendekat dan berinisiatif membawanya.
"Terimakasih, Giraldo," kata Mavis, kemudian dia menyerahkan dengan iklas kepada Giraldo. "Kamu memang dapat diandalkan.
Selang beberapa waktu, pelayan-pelayan bar itu selesai membersihkan dan merapihkan ruangan. Kemudian Hammer yang tidak ingin membuang waktu tamunya itu segera pergi, dan Mavis masuk ke ruangan itu bersama Mikaela dan yang lainnya.
Segera Mavis menatap para pelayan iblisnya itu dan melihat mereka semua mengambil posisi setengah bersujud dengan kepala menunduk, terkecuali Mikaela.
Dan di sini Mavis mengerti sepertinya Mikaela akan menjadi yang pertama diantara mereka. Jadi ketika kedua mata Mavis bertemu dengan mata Mikaela, dia segera mengangguk untuk mengiyakan.
"Terimakasih Tuan telah mengabulkan permintaan kami. Aku berjanji akan menjadi lebih berguna untuk Tuanku," kata Mikaela.
"Ya, selamat bergabung." Mavis tersenyum.
Mikaela pun membalas senyuman itu. Selanjutnya, dia menarik jari telunjuk dan langsung menggaris tenggoroknya seperti gerakan menebas. Kemudian dia jatuh tersungkur dan berhenti bernapas.
Sementara yang lainnya tidak berkomentar dan terlihat tetap tenang, lain dengan Mavis yang terkejut dalam hatinya. Hanya saja dia tidak menampakan itu.
Tak ingin berlama-lama Mavis mengangkat tangannya ke depan dan langsung mengarah ke tubuh Mikaela. Kemudian dia berkonsentrasi.
"Bangkitlah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M THE NECROMANCER KING
Fantasy(Kontrak Noveltoon) Part 1 - 148 : Bisa dibaca di aplikasi Noveltoon. Di tempat tinggal sebelumnya, Mavis hanyalah seorang remaja yang tidak memiliki keahlian apapun yang menonjol. Dia terlahir sebagai yatim piatu, di dalam keluarga yang serba kekur...