Bab 2

2.2K 516 71
                                    


DUA

Alika melirik jam dinding, sudah pukul lima sore tapi Adrian dan Bimo belum juga di jemput. Matanya memandang ke luar, hujan turun cukup deras sejak setengah jam yang lalu untungnya tidak ada petir yang bisa membuat anak-anak ketakutan. Tidak terbayang jika ketiga anak itu menangis, Alika pasti kebingungan menenangkan mereka. Dio yang biasa stand by  di tempat tersebut sepertinya terjebak hujan saat membeli makanan.

"Ibu, Tante mana?" Tanya Rea yang juga belum di jemput oleh Sandra.

Alika diam mencari jawaban. Sandra yang biasanya tepat waktu menjemput Rea memang belum nampak, kabar pun tak ada, beberapa kali Rea menghubungi namun tak ada jawaban. Nomor lain dari keluarga Rea juga enggak menjawab panggilan Alika. "Mungkin tante kena macet, Re, sabar ya, main dulu sama Bimo ya," jawab Alika menenangkan Rea.

"Ian nakal, Rea enggak boleh dekat-dekat Bimo,"  kata Rea dengan wajah sedih.

Alika menghela napas, cukup kesal dengan tingkah Adrian sepanjang hari ini, gara-gara anak itu juga acara perayaan setahun Alika bekerja tadi siang menjadi porak-poranda. Bayangkan saja, kue yang dibawakan oleh Diana  dihancurkannya dengan pedang mainan saat para orang dewasa tengah sibuk mengatur anak-anak agar duduk rapi. Tidak cukup dengan menebas kue, ia lempar potongan kue ke arah anak-anak lain hingga beberapa menangis, termasuk Rea yang jarang menangis tapi sekalinya menangis mampu memecahkan gendang telinga.  Sedangkan yang lain tertawa sambil membalas Adrian, seolah permainan perang yang menyenangkan.

"Ya udah, Rea duduk disini aja sama ibu ya."

Alika tersenyum saat Rea mengangguk, ia lantas mengangkat tubuh mungil Rea duduk di kursi sebelahnya.

"Ibuuuu," teriak Adrian sambil berlari keluar dari ruang bermain.

"Kenapa, Ian?" tanya Alika yang bergegas menghampiri Adrian.

"Bimo ngompol," ucapnya sambil menunjuk ke arah ruang bermain.

Alika memijat pangkal hidung. Gimana ini? Bang Dio belum balik kesini lagi, batin Alika bingung. Peraturan yang ada anak laki-laki hanya boleh digantikan pakaiannya dengan pekerja laki-laki, begitupun sebaliknya. Termasuk mengantar ke toilet. Tapi menunggu Dio yang entah kapan akan kembali bisa membuat Bimo menangis enggak betah dengan pakaian basahnya.

Alika lantas melirik Adrian. Idenya muncul seketika."Ian bisa bantuin ibu?" tanya Alika.

Adrian menatap Alika penuh tanya.

"Ian anak baik 'kan ... Suka menolong orang jadi pasti mau tolongin bu Alika, iya dong?" ucap Alika membujuk.

"Tolong apa?" tanya Adrian.

"Bantuin adiknya ganti celana mau ya?" kata Alika lemah lembut.

"Kenapa enggak bu Alika aja?"

Alika menggaruk pelipis. "Nanti Bimo malu sama ibu kalau kelihatan itunya," jawab Alika.

"Itunya?" Adrian nampak bingung sedangkan Alika semakin frustasi. "Oh, buwungnya ya?" lanjut Adrian.

Alika mengangguk seeprti anak kecil, senang rasanya Adrian segera paham tanpa perlu penjelasan lebih jauh.

"Ya udah, tapi aku mau cookies ya," kata Adrian merajuk.

Alika segera mengangkat jempolnya. Ia lantas mengambil pakaian ganti di tas Bimo, diantarnya Bimo dan Adrian ke toilet.
"Bimo nurut sama kakak ya," kata Alika yang diangguki oleh Bimo. "Ian gantiin celanannya yang benar ya, ibu percaya sama Ian, kamu 'kan kakak yang baik," ucap Alika memuji Adrian sebanyak-banyaknya agar Adrian enggak berpikir menjahili adiknya.

Falling in Love with Him, Again!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang