Lima
Tubuh Alika menegang begitu mendapatkan penjelasan dari Diana. Telinganya tak bisa menangkap tiap kata yang Diana ucapkan selanjutnya, yang terngiang hanya rentetan kalimat pencabut kesadarannya."Masalahnya yang minta bapaknya sendiri, dia tau kamu bisa nanganin anaknya, gimana? Mau 'kan Li? seminggu aja kok."
"Lika," panggil Diana sembari mencolek lutut Alika yang duduk di sebelahnya.
Alika menoleh, tersadar ia masih berada di ruangan Diana. "Ya," sahutnya.
"Gimana?" tanya Diana.
Alika mengacak rambutnya, fruatasi. "Kenapa harus Lika sih, mbak?" tanyanya merengek.
"Mbak udah tawarin Berta, tapi bapaknya enggak mau, lagian kasihan juga Li, dia kayaknya udah bingung," ucap Diana.
Hening.
Alika tidak pernah mengambil pekerjaan mengasuh anak di luar Gemintang Daycare, mungkin kegiatannya tidak jauh berbeda, yang diasuh pun sebenarnya sudah ia kenal, tapi kalau harus ke rumahnya, aduh Alika harus berpikir matang-matang. Dia 'kan anak gadis, kalau harus tinggal dirumah seorang duda jelas akan menimbulkan gosip.
"Emangnya keluarganya pak Faris enggak ada? Orang tuanya gitu mbak? Atau saudaranya," tanya Alika.
"Bapaknya lagi di rawat, ibunya harus jagain, makanya dia bingung, kerjaannya enggak bisa ditinggal, anaknya juga enggak mungkin diajak," jawab Diana.
"Terus nanti aku dirumah itu sendirian, mbak Di," kata Alika
"Dirumahnya ada asisten rumah tangga juga, tapi masih muda dan baru kerja, pak Faris belum berani nitipin anaknya, intinya pak Faris yakinnya sama kamu, Li," ucap Diana.
"Lumayan Li buat nambahin biaya skripsi Hana, enggak akan mbak potong juga kalau kamu mau, tapi kalau kamu enggak mau palingan mbak tawarin Berta aja ke pak Farisnya," sambung Diana.
"Ck," Alika semakin bimbang, kalau sudah diingatkan masalah kuliah Hana, Alika merasa begitu lemah. "Aku pikirin dulu boleh?" tanyanya yang diangguki oleh Diana.
==
Jam makan siang sudah lewat sepuluh menit, tapi Alika belum juga menyentuh bungkusan berisi nasi padang berbeda dengan Berta disampingnya yang sudah melahap habis makanannya. Alika memutar-mutar ponselnya, sesekali membaca kembali rangkaian chatt dengan adiknya. Ia mendesah panjang sembari menjatuhkan punggungnya ke punggung kursi.
"Kenapa?" tanya Berta sambil menjilati sisa bumbu rendang di jemari.
"Pusing," jawab Alika dengan mata terpejam.
"Makanya itu nasi dimakan, kena maag lo nanti," ucap Berta.
Alika tak menyahut. Berta melirik sekilas kemudian merapikan bekas makan siangnya dan mencuci tangannya.
"Kalau misalnya lo ditawarin ngasuh Adrian dan Bimo seminggu di rumahnya lo mau enggak, Ta?" tanya Alika begitu Berta duduk kembali disampingnya.
Alis Berta bertaut. "Lo ditawarin?" tebaknya langsung.
Alika mengganti posisi duduknya, tubuh gadis itu kini condong menghadap ke Berta. Ia mengangguk dengan wajah sok imut.
"Terima aja, lumayan bisa ngedeketin pak Faris 'kan," kata Berta dengan tatapan menggoda.
"Serius dong Ta," omel Alika. Berta terkekeh sebentar lalu merubah ekspresi wajahnya menjadi mode serius.
"Kalau gue sih, gue ambil, enggak ada ruginya juga, kemungkinan malah dapat uang tambahan, cuan dong," jawab Berta.
"Tapi masa gue tinggal di rumah duda sih Ta, takut jadi omongan," kata Alika
"Pak Farisnya?"
"Keluar kota, makanya butuh yang ngasuh anak-anaknya," Jawab Alika.
"Oh gitu ..." Berta menganggukan kepala beberapa kali. "Ya berarti enggak usah khawatir dong, orang laki-lakinya enggak ada, cuma lo, 2 bocah sama ART, mau apa yang dijadiin gosip, Alika," sambung Berta.
"Ya tapi ' kan takutnya orang berpikir yang enggak-enggak," balas Alika.
"Aduh Alika, jaman sekarang mah bisa gila kalau mikirin apa kata orang-orang, kita sebagai anak muda di jaman ini cuma bisa pura-pura budek atau memperkuat hati," ucap Berta menggebu-gebu.
"Emangnya kalau kita kesusahan ekonomi orang mau nolongin? 'Kan enggak juga, mereka juga enggak mau nanggung beban hidup kita, kalau kita susah malah nambah bahan buat gosipan, mau susah kek mau enggak kek tetep aja jadi omongan, udah kodratnya lo jadi rakyat di republik ini yang penuh dengan bisikan negatif para tetangga Alika."
Alika mendengarkan tiap kata yang terucap dari mulut Berta sambil menahan geli, ia tidak menyangka respon Berta akan seemosional ini.
"Udah ah gue mau liat si Berlin, abis enggak makan siangnya, kalau nyisa bisa ngomel nanti mamihnya," ucapnya menutup orasinya siang ini.
Alika menggangguk sambil mengajungi jempol ke arah Berta.
"Ambil aja kerjaan itu Al," Ucap Berta sebelum benar-benar pergi dari hadapan Alika.
===
Suara rintik usai hujan deras terdengar berjatuhan dari genteng runah Alika, gadis yang dua jam lalu sudah tiba di rumah itu tampak tengah mengeringkan lantai teras rumahnya yang terkena cipratan air hujan. Ia lantas mengganti keset basah dengan yang kering di depan pintu masuk rumahnya.
"Bu, Hana pulang jam berapa katanya?" tanya Alika sambil membawa alat pel ke kamar mandi.
"Enggak tau, belum kasih kabar," jawab ibu tanpa mengalihkan pandangan dari layar televisi yang menampilkan sinetron kesukaannya. Hebatnya, tangannya ikut bekerja memotong tempe tanpa perlu melihat, seolah jemarinya sudah memiliki mata hingga tak mungkin teriris
Alika duduk disebelah ibu usai memncuci tangan. "Bu, Lika mau cerita dong," katanya.
"Iya cerita aja," jawab ibu masih fokus pada kegiatannya.
"Lika ditawarin kerja tambahan sama mbak Di." Alika mulai bercerita tentang tawaran Diana hingga kegalauannya untuk menerima atau tidak pekerjaan tersebut. Ibu yang semula tidak begitu fokus lambat laun mendengarkan cerita si sulung dengan seksama.
"Jadi belum ambil keputusan?" tanya ibu begitu Alika selesai bercerita.
Alika menggeleng. "Makanya mau tanya ke ibu dulu, gimana?" tanya Alika.
"Bingung juga sih, Li, kalau ada apa-apa enggak ada laki-laki khawatir juga takut ada orang jahat masuk, apalagi kamu jagain dua anak, tapi ya kalau ada lelaki dewasanya ibu tambah khawatir," ucap ibu yang dimengerti oleh Alika.
"Jadi gimana?"
"Terserah kamu aja."
"Ih ibu, Lika bingung makanya minta pendapat, kenapa malah jadi terserah Lika," gerutu Alika.
Ibu tertawa.
"Kalau anak-anak itu yang tinggal disini aja gimana?" Tanya ibu tanpa diduga. Alika bahkan enggak terpikirkan hal tersebut, tapi apa mungkin pak Faris mengijinkan?
===
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling in Love with Him, Again!
General FictionAlika tidak pernah lupa siapa lelaki yang pertama kali membuatnya jatuh hati. Alika ingat betul sosok anak lelaki pencuri hatinya di lapangan upacara dulu. Tinggi, wajah tampan dengan kulit khas lelaki indonesia, Alika dibuat mabuk kepayang saat...