Nana : Uno

1 0 0
                                    

Kedua remaja itu tengah duduk ditempat tidur. Mengamati kartu masing masing.

Azka melirik kearah lukisan anak laki laki yang ada di meja belajar  Cerry. "Cer, gue boleh nanya?" tanya Azka mengeluaran kartu biru dengan angka empat.

Cerry hanya berguman dan melihat kartu yang dipegangnya, apa dia punya kartu angka empat ataukah kartu warna biru. Mendengar jawaban dari gadis itu, Azka menghembuskan napas berlahan.

"Itu yang lo lukis itu sebenarnya siapa seh? Muka abstrak gitu?" Azka melirik kartu yang keluarkan Cerry dan menimang kartu yang dimilikinya.

"Gue nggak kenal," ucapnya menyengir kuda. Gadis itu tersenyum senang mengira bahwa kali ini gadis itu akan menang.

"Idih, orang nggak kenal malah lo lukis, giliran gue yang minta nggak pernah lo buat, pilkas lo," ucap Azka berpura pura kebingungan memilih kartu yang akan dikeluarkannya.

"Nggak mood gue gambar muka lo. Ada nggak kartunya? Gue minta warna merah," ucap Cerry dengan cengiran lebarnya.

"Lo yakin minta kartu merah?" Azka melirik kearah almari yang ada dibelakang Cerry. Senyum tipisnya mengembang dengan segera.

"Yakin dong, lo pasti nggak punya warna merah kan?" tuding Cerry dengan bangga.

"Oke, aku ikuti maumu." Dengan gerakan slowmotion Azka memilih kartunya dengan sangat hati hati.

"Uno!" Azka mengeluarkan empat kartu merah dan memyeringai ke arah Cerry. Cerry yang melihat itu hanya mengerucutkan bibirnya.

"Ihhh, kok lo punya seh, Ka," geram Cerry manyun. Gadis itu memilih kartu yang akan dikeluarkannya lagi.

Setelah memilih kartu yang sesuai. Cerry segera melemparkannya. Sambil menunggu Azka, Cerry meraih ponselnya, melihat notifikasi yang mengganggunya.

"Lo yakin?" tanya Azka melihat kartu Cerry.
"Iyalah , lo nggak mungkin punya kartu itu lagi kan?" cerca Cerry tanpa melihat ke arah Azka.

"Gue emang nggak punya seh," ucap Azka sedih. Mendengar pengakuan sahabatnya. Senyum gadis itu mengembang dengan lebarnya. Diletakkannya kembali ponselnya dan menunggu Azka untuk menambah kartunya.

"Tapi gue nggak akan ambil kartu lagi, Dah lah, mau main kaya gimana emang gue selalu menang dari lo," Azka melempar kartu terahirnya.

Melihat kartu Azka, Cerry semakin memayunkan bibirnya. Merasa tak suka karena selalu kalah dengan Azka.

"Lo curang ya?" tuduh Cerry melempar semua kartu yang dimilikinya.

"Enggak," Azka membaringkan tubuhnya dikasur dengan melipat kedua tangannya sebagai bantal.
"Gue nggak percaya lo pasti curang!" geram Cerry.

Melihat itu Azka hanya tersenyum tipis. Salah satu tangannya menunjuk arah almari yang ada di belakang Cerry dengan mata tertutup.

Merasa Azka menunjuk sesuatu, Cerry menolehkan kepalanya kearah tangan Azka. Dan menjumpai cermin yang ada dialmarinya.

"Oh, begitu rupanya. Itu curang namanya, Raden Azka Dwi Nugraha!" Cerry menarik sebuah guling didekatnya. Tanpa aba-aba Cerry menimpukan  guling itu di tubuh Azka.

Bugkhhh

Azka yang tengah terpejam merasa kaget dan langsung terbuka matanya. Sedikit merintih dan mengambil satu bantal. Membalas perbuatan Cerry.

Bugkhh
Bugkhh

"Azka lo curang!" teriak Cerry
"Lo aja yang nggak pinter mainnya!" jawab Azka.

Bughh
Bughh
Bughh

"Awas ya lo, Ka!" teriak Cerry menggelagar disetiap sudut ruangan.

"Mau ngapain Cer?" tanya Azka dengan nada meremehkan.

Bughhh
Bughh

"CERIAZKA! KALIAN PADA NGAPAIN DIATAS!" teriak Bunda Rita.

Kedua remaja itu hanya saling pandang. Mengerti apa yang akan terjadi. Keduanya langsung terdiam sambil sesekali menimpuk.

Brakkk!
"Lo berdua bisa diem nggak seh!" bentak seseorang setelah menendang pintu kamar Cerry.

"Maaf, Bang Rega," lirih Cerry takut menatap kakaknya dan Azka.

"Dan lo, cowok apaan yang main di kamar cewek? Lo banci emangnya?" tuding Rega kepada Azka.

Remaja itu hanya menatap Rega tak suka. Dia memilih tidak melawan atau membantah ucapan Rega. Bukan karena tidak berani, tapi dia menjaga perasaan Cerry jika dia dan kakaknya berkelahi. Lagi pula ini adalah rumah mereka berdua, itu yang dipikirkan oleh Azka.

"Malah diem! Lo keluar dari rumah gue!" usir Rega. Azka segera beranjak mengambil sling bagnya di sofa. Namun, dia ditahan oleh tangan mungil Cerry. Air mata Cerry mulai jatuh mendengar nada tinggi dari sang kakak.

"Gue pulang dulu ya, Cer?" Azka mengelus pucuk kepala Cerry dan melepaskan gengamannya dengan lembut. Hatinya merasa sakit melihat gadisnya menangis seperti ini. Tapi, Azka tak mampu berbuat apa-apa percuma saja dia melawan Rega.

"Ngapain lo pegang pegang adik gue?" sinis Rega menatap Azka.

"Nggak kenapa kenapa, Bang. Gue pamit," ucapnya menggengam slingbagnya dengan erat. Buku buku tangannya mulai memutih. Namun, raut wajah Azka masih setenang sebelumnya.

Dengan segera Azka melangkah melewati Rega. Sedetik kemudian kerah Azka ditarik oleh Rega. Mata mereka bersitatap, Rega yang penuh amarah dan Azka yang semua ketenangan yang dimilikinya.

"Sekali lagi lo ke rumah ini, dan main ke kamar adik gue. Habis lo!" ancam Rega.

"Astaugfirllah! REGA! AZKA! NGAPAIN KALIAN BERDUA?" sentak Bunda Rita yang melihat Rega yang tengah menarik kerah baju Azka.

Cerry yang sedari tadi hanya melihat dan berusaha menahan air matanya agar tidak keluar kini semakin tak kuasa. Gadis mungil itu mulai terisak mendengar keributan kecil dari mereka bertiga.

Kedua pemuda itu hanya saling memandang Bunda Rita.
Rega menatap Azka dengan tatapan benci.

Bugkhh
"Azka!" teriak Cerry dan Bunda Rita secara bersamaan. Pemuda bersurai keriting itu tersungkur dengan lebam dipipi kanannya. Dia hanya menatap Rega dengan tidak suka. Sedangkan saat ini tubuh Rega tengah di tahan oleh Bunda Rita.

"RAKA! RAKA! TOLONG BANTUIN BUNDA!" teriak Bunda Rita memanggil putra sulungnya.

Melihat Azka tersungkur membuat Cerry turun dari ranjangnya dan menghapiri sahabatnya.

Raka datang dengan terpogoh pogoh karena mendengar keributan dan teriakan Bundanya.

"Rega! Lo ngapain lagi?" cerca Raka menahan dan menarik tubuh Rega keluar dari kamar adik bungsunya. Dan diikuti Bunda Rita yang menutup kamar putri bungsunya.

"Lo nggak papa, Ka?" tanya Cerry meraih kedua pipi Azka. Pemuda itu hanya meringis kesakitan. Dengan segera Cerry mencari kotak P3K yang disimpannya.

Dengan telaten gadis itu mengobati sudut bibir Azka yang sedikit robek.

"Sakit nggak?" tanya Cerry hati hati. Bukannya menjawab pemuda itu hanya menatap Cerry dengan intens. Merasa diperhatikan seperti itu membuat Cerry gugup dan semakin menekan kapas diwajah Azka.

"Aww sakit, Cer!" gerutu Azka.
"Salah sendiri, ngapain pake lihat lihat gitu!" jawab Cerry menghapus sisa air mata yang mengenang dikedua sudut matanya.

Azka yang melihat itu hanya terdiam. Pikiran mereka berdua melayang layang apa yang tengah terjadi.

"Maaf," ucap mereka bersamaan yang membuat mereka saling pandang dan tertawa kecil.

Aww, sakit itu pasti...
Tapi lebih sakit lagi, kalau kalian baca tapi nggak vote :(

Ok, terima kasih buat yang mau mampir ke lapak ini,
See you next time ;)

Salam jahe merah,
Dandiadinda

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

S A K U R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang