Gadis baik nan rupawan
___
Ilham menghela napasnya kasar, ia sedang berada di balkon kamarnya menatap gemerlapnya malam ditemani secangkir kopi susu dengan satu lembar kertas dan bolpoin yang berada dalam genggamannya. Pikirannya melayang ke kejadia tadi pagi, dimana hal yang belum pernah ia rasakan sekarang akan dia alami.
Pertemuan dengan seorang perempuan yang bernama Lusi membuat debaran aneh hinggap dalam diri Ilham. Perempuan yang baru pertama kali ia temui, namun sudah menjadi atensi dalam pikirannya. Perempuan pertama yang entah kenapa langsung klop dengan pikirannya, terutama hati. "Shit!" umpat Ilham serta meletakkan bolpoin dan menyesap kopi yang berada dihadapannya. "Ngapa keinget dia mulu," ujarnya serta mengacak-ngacak rambutnya.
Sekolah
Bukan hanya sekadar tempat pembelajaran
Namun, tersimpan banyak perasaan
Dimulai dari pertemanan hingga perwanitaan
Dimulai dari keterlambatan
Hingga akhirnya aku bertemu dengan gadis baik nan rupawan.
"Lusi," gumam Ilham serta menatap hasil coretannya. "Nama yang cantik sama seperti wujudnya," sambung Ilham.
"Ternyata adik gue udah besar ya." Refleks Ilham membalikan kertas yang ada digenggamannya dan menoleh ke sumber suara. "Namanya Lusi ya?" tanya Banu pada Ilham yang membuat sang empu gelagapan.
"Kalu masuk kamar orang itu, ketuk pintu. Tau adab enggak lo?," elak Ilham serta beranjak dari kursi namun dihalangi oleh sang kakak. "Awas," ujar Ilham namun Banu terus meledeki Ilham.
"Mau tau enggak caranya PDKT-an Dek?" tawar Banu pada Ilham. Dengan ragu-ragu Ilham menggelengkan kepalanya. "Pertama-tama lo harus deketin dia dulu, tapi jangan sok ganteng. Kalau udah bisa dipepet kasih perhatian biar dia nyaman tapi jangan yang alay juga. Kalau udah gitu selalu ada buat dia, terus—"
"Siapa juga yang mau PDKT-an," potong Ilham akibat omongan Banu yang melantur-lantur. Tapi, dalam hati ia mencatat apa yang tadi Banu ucapkan, itung – itung persiapan jika dia sudah siap.
"Bilangin Ibu nih ya," ujar sang Banu. "IBU! SI ILHAM UDAH BESAR! UDAH MAU PDKT-AN SAMA CEWEK!" teriak sang kaka serta berlari menjauh dari Ilham. "Ngomong – ngomong, gue ke sini disuruh Ibu buat lo makan," sambungnya.
"Abang gila," umpat Ilham dan merapikan meja balkonnya. Ia pun berjalan menuju meja makan yang sudah lengkap ada ayah, ibu dan kedua kakaknya. Tinggallah Ilham seorang yang masih berjalan.
"Lama amat lo. Lagi teleponan ya sama cewek?" tanya Doni pada Ilham dan langsung diserang oleh tatapan tajam Ilham. Dan tanpa dosanya Banu mengaggukan kepala. "Iya bang. Nama ceweknya Lusi," ucapnya diakhiri kekehan.
"Sok lah pojokin aja adek, pojokin. Ikhlas dedek bang," ujar Ilham pasrah yang selalu menjadi bahan olokan oleh kedua abang laknatnya. Kedua orang tuanya menggelengkan kepala melihat perilaku ketiga anak-anaknya. "Sudah. Lanjut makan," ujar Pak ketua di rumah ini.
"Ade udah punya pacar?" celetuk lelaki yang berperan sebagai Ayah Ilham ini. Ilham yang sedang memainkan PS-nya menoleh ke belakang sebentar dan menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
Setelah acara makan malam selesai, keluarga Ilham biasanya selalu berkumpul terlebih dahulu diruang keluarga guna, mengobrol santai atau menonton film bersama. "Bohong banget Yah. Tadi aja sayang – sayangan," sambung Banu dengan mata yang menatap ke arah televisi.
"Ingin berkata kasar sumpah bang," ujar Ilham yang sangat kesal dengan ucapan Banu tersebut.
Sang Ayah terkekeh kecil. "Kalau pun bener ada. Bawa ke sini, biar Ayah sama Ibu tahu. Siapa yang bisa narik hati adek ini," ucap Ayah yang membuat Ilham mendengkus kesal.
"Udah. Jangan ngecengin adik mulu, tuh si bujang lapuk kasih tahu cepetan nikah gitu. Keburu ayah sama ibu koit," ujar Ilham dan langsung mendapat lemparan bantal dari arah belakang. "Mulutnya minta ditampol," ujar Doni yang baru saja datang dan bergabung.
"Ibu mana?" tanya Ayah.
"Kamar. Katanya ngantuk," jawab Doni. "Pinjem de," sambungnya dan mengambil stik PS pada genggaman Ilham. "Ogah! Gue aja baru maen," ujar Ilham serta menjauh dari Danu.
"Gimana lo sama Lusi de, ceritain. Pacaran sembunyi-sembunyi sekarang gak zaman," celetuk Danu serta menghampiri Ilham yang sedang fokus menatap telesivi. Ia sedang bermain game bersama Banu kakak keduanya yang selalu mengolok – ngoloknya. "Nah, berisik!" ujar Ilham serta melempar stik PS pada Doni.
"Woy! Main lempar aja, mahal itu harganya de," protes Banu, namun matanya masih menatap layar televisi. Ilham mengidikan bahunya dan berjalan ke arah Ayahnya yang sedang memainkan laptopnya dengan serius. Bokongnya ia tempatkan sofa dan berada di sisi sang Ayah.
"Kenapa?" tanya ayah kala merasakan Ilham yang menghela napas. Ilham menggelengkam kepalanya. "Kenapa? Lagi berantem Lusi-Lusi itu?" tanya Ayah dengan mata yang masih menatap layar laptop yang menyala serta menampilkan hasil presentase.
"Ck. Ayah sama abang sama aja," decak Ilham, "bahas Lusi mulu. Tuh si bujang lapuk, suruh cari cewek," sambung Ilham.
"Cewek gue mah banyak. Kalau mau, tinggal nyomot satu, jadi," jawab Doni serta diakhiri decakan, sebab dia kalah satu point. Ilham mendelikan matanya kala sang kakak membalas pernyataannya. "Abang ngalah kenapa sama ade, dari tadi di cengcengin mulu," ujar Ilham yang pasrah dan habis kata-kata.
"Gak mau. Makanya ceritain dulu si Lusi itu, baru deh abang ngalah," ujar Doni dengan mata yang sangat fokus pada permainan yang ada dilayar televisi
"Namanya Lusi. Punya mata, kaki, tangan, dan lain-lain. Dia baik hati, pintar, cantik dan pengurus OSIS," ujar Ilham sekenanya.
"Terus kenapa ade demen sama dia?" tanya Ayah membuat Ilham menoleh dan mengangkat kan bahunya.
"Udah jangan banyak nanya!" ujar Ilham kala kedua kakaknya ingin berucap sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
(I)Lusi (Selesai)
Teen FictionKisah seorang pemuda yang berusaha melawan sifat buruknya, mencoba keluar dan mencari secercah harapan akan sebuah keoptimisan. Ilham, laki-laki itu. Laki-laki yang berjuang menaklukan sifat dan dambaan hatinya.