Bab 27

10 7 5
                                    

Ketika sebuah perasaan hanya sebatas angan.

___

lham pun berjalan tergesa-gesa kala jam menunjukan tujuh lewat sepuluh menit, entah kenapa ia bisa telat. Padahal seingatnya ia tidur sangat tepat waktu. "Yuk bisa maju, yuk," gumam Ilham kala motornya terjebak dalam ramainya kemacetan.

"Kenapa harus pake telat segala lagi. Tau kondisi, saya lagi berusaha move on, " omel Ilham entah pada siapa. Yang pasti dia mengomel sendiri.

Ilham pun langsung menggas motornya agar cepat sampai disekolah, meskipun digerbang ia akan bertemu dengan seseorang yang sangat dihindarinya.

"Ini lagi! Berangkat siang banget! Lo pikir ini sekolah milik kakek lo!" Ilham yang baru saja sampai pun langsung badannya kala mendapatkan semprotan omelan dari anggota OSIS yang bertugas.

"Bukan, kalau pun punya kakek saya juga, kalau udah takdirnya telat ya telat atuh," ujar Ilham serta menatap sosok perempuan yang bertopi OSIS dihadapannya.

"Berani jawab lagi kamu," ucap anggota OSIS yang tadi mengomeli Ilham.

"Lus - !"

"Des! Lo jangan gitu. Gue lagi berusaha move on." Ucapan itu Ilham potong dan langsung menyeret tangan Desi yang akan menghampiri Lusi. Karena tangannya ditarik, Desi pun membalikan badannya kemudian matanya menatap raut wajah Ilham yang memelas membuat ia menahan tawanya. "Ketawain aja, gue ikhlas kok," ujar Ilham, kemudian terdengarlah kekehan ringan dari mulut Desi.

Desi menganggukan kepalanya dan kembali menetralkan wajahnya. "Tunggu disini. Jika ada perintah masuk, baru masuk. Jangan kemana – mana!" ujar Desi setelah itu pergi meninggalkan Ilham yang berada diluar gerbang beserta sisa lain yang kesiangan jua.

"ILHAM! teriak Beni diujung lapangan serta melambaikan - lambaikan tangannya ke arah Ilham. Setelah menunggu sekiranya dua puluh menit, Ilham dan sekumpulan siswa yang kesiangan pun diarahkan untuk dihukum yakni berlalri memutari lapangan dua puluh putaran.

"Bukan temen gue itu. Dia orang gila," gumam Ilham kala pasang mata menatap ke arahnya. Ilham menundukan kepalanya, akibat ulah salah satu sahabatnya yang sangan abstrak itu.

"Kampret banget lo!" ujar Ilham kala sudah bersama Beni dan Brandon. Beni sang pelaku hanya mengengir kuda. Masa hukuman Ilham terlah selesai, dan tanpa basa basi Ilham menghampiri kedua temannya. Ilham pun duduk disebelah Beni yang berarti Beni berada di tengah – tengah.

"Kenapa jadi sunyi?" ucap Beni ketika beberapa menit tidak ada yang membuka obrolan, yang biasanya selalu diawali oleh Brandon atau Ilham. Beni sedari tadi tidak bisa dia, ia sangat gemas dengan tingkah Ilham dan Brandon yang diam – diam saling lirik. "Kalau ada yang mau diomongin. Tinggal ngomong," sindir Beni ketika mempergoki Ilham yang menatap Brandon yang fokus dengan ponselnya.

Brandon yang semula fokus dengan kegiatannya, akhirnya mendongkakan kepalanya serta menatap Beni dengan mengangkat satu alisnya. "Kenapa?" tanya Brandon kepada Beni. Ia menghiarukan keberadaan Ilham.

"Gue minta maaf udah ngejauhin lo Bro," ujar Ilham dengan senyum tipisnya, ia paham bahkan sangat paham, jika pertanyaan itu diajukan kepadanya bukan Beni. Brandon menatap Ilham dengan senyum tipisnya dan menganggukan kepalanya. "Gue juga minta maaf. Sikap gue kemarin kayak keterlaluan," ujar Brandon tulus.

Dengan senang dan senyuman tercetak di bibir, Beni pun langsung merangkul kedua sahabatnya itu yang kemarin – kemarin terlibat konflik. "Nah, gini baikan," ujar Beni dengan menoleh pada Ilham dan Brandon.

"Wah udah baikan ya? Padahal seru kalau sampe berantem apalagi tonjok – tonjokan," ujar seseorang yang sangat dikenal suaranya. Suara yang kadang membuat Ilham sangat terganggu. "Nih minum!" ujar seseorang serta melempar sebotol minuman berasa yang jika tidak langsung ditangkap akan mengenai wajah Ilham.

"Kalau enggak ikhlas, jangan ngasih," ujar Ilham serta membuka tutup botolnya. Desi – pelaku pelemparan itu pun hanya tersenyum lebar sebagai permintaan maaf. Mereka semua belum menyadari ada sosok perempuan selain Desi di sana.

"Ngapain ke sini? Ganggu lo," ujar Beni membuat Desi merenggut kesal. "Gue itu mau nganterin minum itu dan Lusi," balas Desi serta menunjuk Lusi yang berada di sebelah kanannya. Dan seketika para lelaki itu pun menyadari ada sosok perempuan lain.

"Sorry ganggu. Gue kesini mau pinjam Brandon bentar," ujar Lusi kemudian dia menatap Beni dan Ilham meminta persetujuan. Tanpa basa – basi pun mereka menganggukan kepalanya selepas itu Lusi pun menarik tangan Brandon. "Gue pamit bentar," pamitnya Brandon.

Setelah itu Brandon dan Lusi pun berjalan jauh dengan tangan Brandon yang senantiasa dalam genggaman Lusi. Ilham pun tersenyum tipis ketika maniknya tidak lepas pada kedua pasangan tersebut. "Jangan diliatin," ujar Desi serta mengalihkan pandangan Ilham dan jadilah meraka saling tatap – tatapan.

Mata bulat Desi masuk kedalam indra penglihatan Ilham yang membuat Ilham sangat senang. Wajah Desi yang sangat lucu membuat kesan nyaman untuk terus dipandangi setiap detik. Senyuman yang berada dalam bibirnya pun tidak kalah indah dibanding Lusi. Senyuman itu akan menjadi hal candu kembali sepertinya.

"Cieeeeee," canda Beni membuat kedua pelaku yang sedang tatap – tatapan itu mengalihkan pandangannya dengan senyuman kaku keduanya.

"Ganggu aja lo."

(I)Lusi (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang