Prolog yang belum sempurna, namun sudah ada ending didepan mata.
___
Pulang sekolah, Ilham langsung ke rumahnya tanpa mampir-mampir terlebih dahulu ke tempat lain. Ia masih memikirkan kejadian tadi, dimana gadis pujaan hatinya ditembak oleh lelaki yang menurutnya sangat sempurna. Dirga, siapa yang tidak mengenal dia. Ketua OSIS dengan kepintaran yang bisa dibilang unggul. Si ramah yang senang sekali menolong orang. Sangat pas, jika disandingkan dengan Lusi.
Ilham menghela nafasnya kasar. Sudah pasti kalah saing ia dengan Dirga. Dia tak sepintar Dirga, dia tak seramah Dirga dan Dia tak sesempurna Dirga. Ilham merebahkan badannya di sofa yang menghadap ke balkon kamarnya. Ia menatap langit yang akan akan berubah warna.
"Baru juga kemarin ngambil langkah maju, sekarang harus mundur," monolog Ilham dengan mata tak lepas dari cakrawala. "Fiks, gue mundur aja deh," ucap Ilham dengan sedikit ragu-ragu. Ia pun bangkit guna menyegarkan badan dan pikirannya yang sudah kalang kabut.
Setelah berhibernasi didalam kamar mandi, Ilham berniat untuk mengerjakan beberapa soal guna menghilangkan nama Lusi dalam pikirannya. Ia pun duduk dimeja belajarnya serta menatap buku yang didalamnya terdapat barisan-barisan huruf.
Beberapa soal telah dilalui, tinggal lima soal lagi yang belum ia terisi. Entah kenapa, pikirannya sekarang tertuju pada Lusi lagi. Alhasil Ilham pun beristirahat sejenak dan membuka ponselnya, mengelabui media sosial dan matanya langsung melihat story Lusi.
Karena penasaran Ilham pun membukanya dengan perasaan tak karuan. Ilham tersenyum tipis. Di sana terdapat foto Lusi yang sedang di lapangan bersama Dirga. Raut wajah Lusi terlihat sangat bahagia serta terdapat bunga dalam dekapannya. Tidak ada kata atau kalimat yang tertera di storynya Lusi, hanya emoticon love dan username Dirga.
Ilham menatap buku yang dihadapannya kosong, lalu ia kembali menatap ponselnya lagi dan langsung mematikannya. "Fiks, mundur," ucapnya serta diakhiri senyum tipis. Ketika hendak beranjak dan pergi tidur karena pikirannya lelah, ponsel Ilham berdering. Dengan terpaksa pun ia mengangkat teleponnya. "Oke. Gue ke sana," jawab Ilham.
Telepon tersebut dari Brandon yang mengajaknya nongkrong di Wargan. Sebenarnya ia sangat malas kemana-mana. Tubuhnya sedari siang terasa lemas. Ia lelah.
"Bu! Ade nongkrong dulu," ucap Ilham kala melihat anggota keluarganya sedang duduk serta menatap layar televisi. Sang Ibu mengangguk dan Ilham pun langsung berpamitan kepada semuanya.
Ilham pun menjalankan motornya dengan sedang, menikmati angin malam yang jarang-jarang ia rasakan.
"Datang juga lo," sapa salah satu penghuni Wargan kala Ilham datang serta bersalaman.
"Ya. Daripada di rumah mumet," jawab Ilham dengan diakhiri senyum tipisnya. Sang lawan bicara pun mengangguk paham apa yang sebenarnya terjadi pada Ilham saat ini.
Ilham pun berpamitan dan masuk ke dalam Wargan yang langsung disambut heboh oleh teman-temannya. "Yang lagi galau datang juga nih," ujar Beni dengan kekehan para teman-temannya.
Ilham hanya tersenyum dan duduk dikursi plastik yang kosong. "Gue butuh masukan dari lo lo pada," ujar Ilham yang membuat semuanya terdiam bingung.
"Gue lanjut ngejar apa berhenti," usul Ilham pada teman-temannya.
Teman-teman Ilham seketika terdiam. Mereka berfikir apa langkah selanjutnya yang harus Ilham ambil. Jujur, mereka juga bingung akan jawabannya. "Menurut gue selagi masih selangkah, mening mundur aja," ucap salah satu teman Ilham dan diangguki oleh beberapa yang lainnya.
"Kenapa?" tanya Beni bingung.
"Lo tahulah si Dirga kayak apaan. Bentukan cowok keren, mana ada yang enggak terpikat sama doi," sambung teman satu lagi dan Ilham pun mengangguk setuju akan hal itu.
"Tapi Ham, menurut gue mening lanjut aja. Belum tentu si Lusi nerima si Dirga kan?" ungkap Beni dengan sesekali menyesap rokoknya. Ilham sejenak berfikir. "Kalau belum diterima, kenapa dia bikin story emot love di instagram."
"Kayak enggak tahu cewek aja lo mah," ujar Beni dengan diakhiri kekehan.
"Sebenarnya, gue udah mikir mau mundur," ucap Ilham. "Tapi, hati gue ragu-ragu."
"Lo belum ngedengar quots yang isinya 'sebelum jalur kuning melengkung tak apa menikung'," ujar Beni dengan gemas.
"Ya. Kan lo tahu sendiri saingan gue si Dirga Ben. Gue dibandingin dia cuma remahan, sumpah," ujar Ilham frustasi. Ia ingin melanjutkan pendekatannya dengan Lusi tapi ia takut. Takut kehadirannya tak ada diinginkan, takut keberadaannya diacuhkan. Mana saingan dia si Dirga.
"Lo kalau gini gimana mau keluar dari zona nyaman lo," ujar Beni. Beni paham kondisi Ilham, ia juga frustasi dengan keadaan Ilham yang selalu nethink, mengalah, dan pasrah.
"Ck, udahlah maju aja dulu Ham. Lusi baik, gak akan pernah nyakitin cowok. Kalau pun dia enggak nyaman dia pasti bilang. Untuk masalah Dirga, katanya dia belum kasih jawabannya," ujar Fadlan yang sedari tadi diam memperhatikan mereka.
"Nah, kesempatan bagus Ham. Gas besok tembak di sini, di hadapankita semua."
KAMU SEDANG MEMBACA
(I)Lusi (Selesai)
Teen FictionKisah seorang pemuda yang berusaha melawan sifat buruknya, mencoba keluar dan mencari secercah harapan akan sebuah keoptimisan. Ilham, laki-laki itu. Laki-laki yang berjuang menaklukan sifat dan dambaan hatinya.