Bab 17

14 7 6
                                    

Hari ini. Senyumnya bukan lagi milik pribumi. Gadis itu, sudah ada yang memiliki.

___

"Ngomong atuh Ham. Diem-diem bae," celetuk salah satu teman Ilham yang menyadari sifat Ilham yang hanya diam saja. Mereka sedang berada di Wargan, menghibur Ilham yang sedang dilanda kegalauan.

"Tenang Ham. Lusi gak mungkin nyakitim cowok sebaik lo deh. Yakin gue," ujar Fadlan yang berada disebelah sisi Ilham. Semuanya mengangguk setuju apa yang diucapkan oleh Fadlan. "Lo udah ngelangkah jauh Ham. Percuma mau mundur juga," sambung Beni.

Brandon menghela napasnya kasar. "Mundur aja Ham. Gue punya feeling si Lusi bakal nyakitin lo," ujar Brandon dan langsung dihadiahi raut tanya oleh semuanya. "Kan dari cerita si Ilham ini, Lusinya juga enggak mau bukan diajak ngomong berdua dengan Ilham. Yang otomatis dia enggak mau lagi dong dideketin sama cecunguk ini," ujar Brandon membuat semuanya diam. "Tadi juga, pas Ilham lewat kelas dan berpapasan. Ada gak si Lusi nanya atau senyum. Enggak kan?" sambung Brandon. Lagi-lagi semuanya terdiam.

"Enggak enggak enggak. Kan tadi juga papasan sama Lusinya ada si Dirga. Mungkin dia ngehargain si Dirga dulu," protes Beni. "Asal lo tahu ya. Gue sempet noleh ke belakang. Dan lo tahu Ham, Lusi mandangin lo dengan raut yang bisa dikatakan merasa bersalah gitu," sambung Beni dengan menggebu-gebu.

"Bulshit itu. Gue tahu ya. Cewek itu banyak dengan kepalsuan," ujar Brandon.

Ilham menghela napasnya gusar. "Udahlah, jangan pada debat gini. Urusan ini biar gue aja yang urus," ucap Ilham dan pamit meninggalkan teman-temannya.

"Kasian ya. Baru juga bangun udah runtuh," ucap Beni dan diangguki oleh semua orang yang berada di Wargan.

"Gue kasih saran deh Ham. Mendingan lo sama Desi aja, gue liat dia kayak suka sama lo," ujar Brandon.

Ilham bergegas memasukan bukunya kedalam tas lalu menyelempangkan dibahunya. "Gue duluan ya dan izin buat gak gabung di Wargan dulu," pamit Ilham pada Beni dan Brandon.

Brandon dan Beni yang mengerti suasana hati Ilham pun menganggukan kepalanya. "Jangan lupa, pikirin saran gue yng tadi," ujar Brandon membuat Ilham tersenyum sinis. Brandon dan Beni terkekeh melihat balasan yang diberikan oleh Ilham.

"Lo jangan loyo kayak gini. Kalau masalah cewek itu dibawa happy aja. Nanti juga kalau dia butuh datang sendiri," ujar Beni serta menepuk punggung Ilham yang sedari tadi tidak ada gairah hidup, bahkan biasanya ia menebarkan kebahagiannya meskipun itu hanya seutas senyum.

"Sumpah gue kasihan banget sama si Ilham," sambung Beni dan diangguki oleh Brandon. Mereka menatap nanar punggung Ilham yang baru saja keluar dari kelas. "Kita juga enggak bisa bantu lebih, selain ngasih dia semangat dan petuah-petuh," sambung Brandon dan dijawab anggukan kepala oleh Beni.

"Ngomong – ngomong, benarkan kalau Desi suka sama si Ilham?" tanya Brandon pada Beni. Beni mengerutkan dahinya bingung. "Ngapain lo tanya – tanya tentang dia?" tanya Beni balik.

Brandon menggelengkan kepalanya sebgai jawaban. "Biar nanti kalau si Lusi udah enggak dijangkauannya lagi, Ilham enggak terlalu kaget karena ada Desi," ujar Brandon yang Beni menatap Brandon dengan bingung. "Lemot lo," ejek Brandon kala melihat respon bodoh dari Beni.

Ilham berdiam diri di pinggir area parkiran serta memainkan ponselnya. Area parkir terlihat sangat ramai. Mata Ilham menatap sekitar yang mungkin sekiranya bisa membuat hatinya sediki aman.

Hari ini. Senyumnya bukan lagi milik pribumi. Gadis itu, sudah ada yang memiliki.

Setelah sedikit bisa mengeluarkan motornya, Ilham pun beranjak dari tempat ia berdiam dan menghampiri motor kesayangannya. Motor Ilham melaju dengan kecepatan sedang, meresapi setiap angin yang menerpa tubuhnya. Ilham pun membelokkan motornya pada area taman. Taman yang belakangan ini menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh Ilham. Tempat pertama yang menjadi saksi kisah cinta seorang Ilham.

Ilham memarkirkan motornya dan berjalan menuju kursi yang belakangan ini menjadi tujuan utama ia kesini. Kursi pertama Ilham duduk dengan seorang perempuan lain selain saudaranya. "Gini amat ya. Kisah cinta gue," monolog Ilham serta menatap hamparan rumput dihadapannya.

Kala itu, bersenda gurau bersama ini akan selamanya

Menikmati senja yang pertama kali dan berharap sampai tua jua

Kala itu, matamu akan selaluku pandangi tanpa jeda

Nyatanya hanya kala itu bukan sekarang apalagi selamanya.

Sebait untaian kata yang Ilham tulis dalam kertas sobekannya menjadi saksi betapa cinta dan kagumnya Ilham pada seseorang Lusi. Gadis yang entah kenapa. Langsung terikat dalam hati seorang Ilham.

"Wih! Bagus. Gue suka," ujar seseorang yang tidak tahu datang darimana dan sudah duduk tepat disebelah Ilham. Ilham menoleh ke sumber suara dan mendapatkan sesosok yang selalu membuatnya gemas.

Ilham menghela napasnya pasrah. "Lo ngikutin gue ya?" tebak Ilham kepada si pelaku yang duduk di sebelahnya. Desi yang sedang asik membaca kata – kata Ilham menoleh sebentar dan menggelengkan kepalanya. "Terus ngapain lo ada di sini?" tanya Ilham lagi. Desi mengangkat sebuah es krim yang dipegangnya dan Ilham pun mengangguk paham.

"Buat gue ya ini," pinta Desi serta menatap Ilham dengan raut lucunya. Ilham tersenyum sebagai jawaban disertai anggukan kepala. "Yay! Terima kasih Ham," ujar Desi dengan girang. Setelah mengucapkan itu, mata Desi menatap ke arah depan tepat pada matahari yang akan menurun. "Tapi, lo punya enam puisi lagi yang harus dikasih ke gue," ujar Desi serta menatap kembali Ilham.

"Iya – iya. Gue tahu dan inget," jawab Ilham yang sudah hapal diluar kepalanya. "Ngomong – ngomong, 'kan lo temenan nih sama Lusi. Gue pengen nanya, itu beneran enggak dia pacaran sama Dirga?" tanya Ilham padad Desi yang terlihat bahagia menatap matahari. Entah sadar atau tidak, bibir Ilham melengkung ke atas melihat cewek yang selalu membuatnya selalu menghela napas – sabar.

Desi yang ditanya Ilham pun menolehkan kepalanya ke si petanya. "Ngapain lo senyum – senyum? Oh, lo udah move on dan langsung terpikat sama gue ya," ujar Desi dengan senyum jahilnya serta menunjuk – nunjuk wajah Ilham. Seketika Ilham mengerjapkan matanya. "Apaan enggak juga. Lusi itu one only in my heart," ujar Ilham yang membuat senyum Desi turun dengan perlahan.

Desi menatap ke arah depan kembali, senyuman yang sempat luntur tadi ia lengkungkan kembali. Ragamu bersamaku, namun hati dan pikiranmu bukan tentangku, batin Desi.

"Heh! Jawab." Ujar Ilham serta mencubit pelan pipi Desi. Hal itu membuat Desi merengut kesal dan menatap Ilham dengan mengembungkan pipinya. "Pipi lo jangan dikembungin gitu," ujar Ilham serta menusuk – nusuk pipi Desi. Yang membuat jantung Depi berdetak tidak karuan. "Buat gue gemes," ujar Ilham serta mencubit kembali pipi Desi.

Untuk keamanan jantungnya, Desi pun memundurkan posisi duduknya dan menormalkan kembali raut wajahnya. Desi menghela napasnya, guna menormalkan detak jantungnya. "Iya," ujar Desi yang membuat Ilham mengangkat alisnya – tidak paham. "Iya, Lusi dan Dirga pacaran," sambung Desi yang membuat Ilham terdiam ditempat.

"Des, Lo tahu 'kan gue suka sama Lusi," ujar Ilham serta menatap ke arah depan, menerawang keputusan apa yang akan ia ambil kedepannya. "Lo suka Lusi?" tanya Desi dengan seolah – olah terkejut. Ilham memutarkan bola matanya – malas. "Jangan pura – pura enggak tahu deh lo," ujar Ilham ketus. Hal itu membuat Desi terkekeh.

"Iya – iya," ujar Desi. "Terusin ucapan lo," titah Desi pada Ilham.

"Menurut lo, gue harus mundur atau terus maju buat deketin Lusi?" tanya Ilham pada Desi.

MundurHam. Sebab disini ada cewek yang lebih layak lo dapatkan daripada Lusi, batin Desi. Ingin sekali ia mengucapkan itu, namun apalah daya sangpujaan hatinya menyukai sahabatnya. "Sebagai cewek, gue menyarankan lo untukmaju. Sebab kami – para cewek menilai cowok dari kerja kerasnya," ujar Desidengan menggebu – gebu. "Baru juga pacaran Ham. Orang pacaran itu gampangputus, jadi ya maju aja," sambung Desi.

(I)Lusi (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang