Part 1: Dibawah payung ini

4K 225 44
                                    

Stephanie Keisha atau biasa dipanggil Tiffany, gadis itu tampak membereskan buku nya dan siap untuk berjalan keluar dari kelasnya. Lagi-lagi ia mendengus kesal, seharusnya ia pulang dengan sahabat-sahabat nya, tetapi mereka dengan isengnya malah meninggalkannya sendiri sementara ia masih membersihkan kelas karena hari ini adalah jadwal piketnya.

"Aku pulang duluan, ya." Pamit Tiffany kepada teman-temannya yang lain yang juga sedang melaksanakan piket, mereka tampak masih ingin mengobrol dalam kelas.

Teman-temannya itu hanya melambaikan tangan kepada Tiffany yang pergi.

Tiffany memeriksa ponselnya. Ia tampak semakin kesal saat melihat tak ada sms dari temannya. "Mengapa mereka tak mengirimkanku sms?" tanya Tiffany dalam hati. "Apakah mereka sedang menyiapkan surprise untukku?"

Sebentar lagi ulang tahun Tiffany. Tiffany yakin teman-temannya sedang menyiapkan surprise untuknya. Tapi selalu saja tak berjalan mulus karena Tiffany selalu tahu apa yang direncanakan teman-temannya.

Tahun lalu, mereka hendak membuat Tiffany menangis dengan menakut-nakutinya dalam toilet. Salah satu temannya berdandan seperti hantu toilet, tapi bukannya takut, Tiffany malah menarik wig rambut panjang yang menutupi wajah hantu itu, sehingga wajah menor dandanan hantu itu pun terlihat dan membuat Tiffany tertawa terbahak-bahak.

Saat di gerbang sekolah, Tiffany menatap kearah langit, siang itu hujan turun dengan derasnya. Lagi-lagi ia mendengus. "Benar-benar sial, setelah ditinggalkan oleh Krystal dan Irene, sekarang aku harus berjalan sendirian di tengah hujan." gerutunya lalu mengambil payung dalam tas dan membukanya, lalu ia mulai berjalan keluar dari gerbang sekolah.

Tiffany berjalan hingga langkahnya sampai di depan sebuah café di mana seorang lelaki yang berdiri di sana dengan ekspresi kebingungan. Tiffany hanya menatap lelaki itu sekilas dan tetap melanjutkan langkahnya, hingga langkahnya terhenti saat suara lelaki itu terdengar, "Hei!"

Tiffany hendak menoleh namun ia urungkan niatnya itu, "Mungkin bukan aku yang ia panggil." Lalu, ia kembali melanjutkan langkahnya.

"Gadis yang memakai payung pink!" suara lelaki itu kembali terdengar.

Tiffany kini menghentikan langkahnya lagi, kali ini ia yakin bahwa lelaki itu memang memanggilnya. Lalu ia menoleh ke arah lelaki itu, "Apakah kau barusan memanggilku?" tanyanya.

Lelaki itu mengangguki pertanyaan Tiffany, "Apakah kau akan berjalan ke halte bus yang ada disebelah sana?" tanya lelaki itu sembari menunjuk halte bus yang letaknya lumayan jauh dari cafe itu.

Tiffany mengangguk, halte bus memang tujuan awalnya.

Lelaki itu bernafas lega lalu ia tersenyum manis, "Bisakah kau membantuku? Sekarang aku harus buru-buru ke suatu tempat."

"Apa yang bisa kubantu?"

---

Mereka pun berjalan berdua dengan langkah yang agak cepat ditengah hujan, lelaki itu yang menggenggam payung itu karena tubuhnya lebih tinggi dari tinggi badan Tiffany.

"Terima kasih." lelaki itu menatap Tiffany dengan senyuman yang tak pernah ia hilangkan sejak tadi.

"Tak usah berterimakasih." ucap Tiffany. "Lagipula tempat tujuan kita sama."

Lelaki itu tak menjawab lagi. Ia masih terus tersenyum seolah-olah bantuan Tiffany adalah bantuan yang sangat berarti untuknya.

Tiffany pun melirik lelaki yang ada di di sampingnya itu. Entah mengapa ia langsung salah tingkah melihat senyuman lelaki itu. "Baru pertama kali aku melihatnya, mengapa aku merasa senyumnya sangat manis?" pikir Tiffany lalu membuang mukanya saat lelaki itu kembali menatapnya.

"Ada apa?" tanya lelaki itu saat Tiffany berusaha menyembunyikan wajahnya yang sudah merah seperti kepiting rebus.

Tiffany menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Tidak apa." Jawabnya. "Hanya saja aku merasa wajahmu tak asing bagiku." sambungnya berusaha mengarang jawaban.

Lelaki itu terdiam sejenak mendengar jawaban Tiffany.

Tak lama kemudian lelaki itu kembali bertanya, "Namamu Tiffany, ya?" tanya lelaki itu yang membuat Tiffany tersentak kaget.

"Darimana kau tahu namaku?"

Lelaki itu menunjukkan gagang payung yang tertempel sebuah kertas yang bertuliskan nama 'Tiffany' disana.

Tiffany hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, "Oh."

"Apakah kau tak penasaran dengan namaku?" tanya lelaki itu.

Tiffany menatap bingung ke arah lelaki itu, "Untuk apa?" tanya Tiffany. "Lagipula kita tak akan bertemu lagi setelah kita sampai ditempat masing-masing."

Lelaki itu semakin tersenyum, ia tampaknya tak memperdulikan ucapan Tiffany. "Memangnya kau yakin kita tak akan bertemu lagi?"

Tiffany mengerutkan keningnya, ia tampak bingung dengan ucapan lelaki itu.

"Namaku Daniel Buck." ucap lelaki itu. "Kita tak tahu bagaimana takdir Tuhan akan berjalan nanti, siapa tahu kita ditakdirkan untuk bertemu di suatu tempat."

"Daniel? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu." Tiffany menggumam. "Tapi, dimana? Sepertinya kita tak satu sekolah." lanjutnya sambil melihat seragam yang dikenakan Daniel.

"Memangnya hanya aku yang mempunyai nama itu?" jawab Daniel  memalingkan wajahnya ke arah lain.

Tiffany hanya memanyunkan bibirnya, dan tak merespons ucapan Daniel lagi.

---

Di atas bus, Tiffany dan Daniel duduk di bangku yang berbeda meskipun dalam bus itu sangat sepi.

Tiffany mengeluarkan sesuatu dari tas nya, yaitu mp3nya. Lalu, ia memasang kedua headsetnya di telinganya. Ia mulai mendengarkan lagu, sesekali ia tersenyum mendengarkan lagu itu. Lagu yang berjudul 'Let It Rain' yang dinyanyikan oleh Nichkhun 2PM.

Then you came and change my life
being the bestest friend of mine
oh i can't ask for more
so let them bring it on

let it rain ... let it rain
oh i ain't scared no more

let it rain... let it rain
i know i got you by my side

Beberapa kali Daniel dan Tiffany melirik satu sama lain, hal itu membuat mata mereka saling bertemu. Tatapan itu tak lama, mungkin hanya tiga detik, lalu mereka sama-sama membuang tatapan itu karena ingin menyembunyikan semburat merah yang muncul di wajah mereka masing-masing.

Beberapa menit kemudian, Tiffany menekan bel tanda berhenti yang berada di tiang bus. Lalu, bus pun berhenti.

Tiffany beranjak dari duduknya, di depan pintu bus, Tiffany sejenak melirik ke arah Daniel yang juga sedang menatapnya. Sebenarnya Tiffany penasaran dengan lelaki itu, ingin rasanya ia menanyakan nomor telfon Daniel, tapi sifat gengsinya itu menghalanginya. Sehingga ia hanya bisa berharap dapat bertemu dengan Daniel lagi.

Tiffany pun membuka payungnya dan berjalan keluar dari bus.

Beriringan dengan langkah kaki Tiffany yang menjauh dan juga bus yang berjalan di arah yang berlawanan membuat Daniel tak bisa lagi melihat Tiffany.

"Aku yakin kita akan bertemu lagi nanti, Stephanie Keisha." gumam Daniel sembari tersenyum.

TBC~

[1] Eyesmile CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang