2. Cewek Belagu Itu Larasita

26.2K 2.4K 107
                                    

"Lah ... ini kursi gue kenapa?" tanya Lara bingung melihat kursi dan meja miliknya terbalik berantakan. Hanya miliknya, saja. Tidak dengan yang lain. Bahkan teman-temannya sudah duduk rapi sambil ngerumpi, terlihat tak peduli pada meja dan kursinya saat ini.

Mendecak lidah, Lara menjatuhkan pandangannya pada Dwi Laksamana-sahabatnya-yang duduk di belakang bangkunya. "Siapa ini pelakunya, Sa?"

Laksa mendongak malas dari game ponsel yang ia mainkan. Lantas, menunjuk Saka yang duduk tenang tak jauh dari mereka. "Sangsaka, suami lo."

Bibir Lara menipis, ingin mengumpati Laksa yang seenak jidat mengatakan Saka suaminya. Lara tidak terima, meski Laksa hanya bercanda. Sebab, perkataan adalah doa. Lara takut malaikat yang lewat akan mencatat dan mengaminkan ucapan Laksa.

Mengabaikan Laksa, Lara kini menatap punggung Saka. Benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan cowok itu yang luar biasa gila. Entah dosa seperti apa yang telah Lara buat di masa lalu sampai di kehidupan ini, Lara harus mendapat karma buruk berupa Sangsaka. Rasanya, Lara mulai tak kuat menghadapi segala tingkah laku Saka.

"Punya masalah hidup apa, sih dia?" gerutu Lara sambil memperbaiki letak meja dan kursinya. "Makin nyebelin aja!"

"Sabar, Ra," sahut Andrea Kejora menenangkan Lara. Gadis berjilbab itu ikut membatu Lara memperbaiki posisi kursinya. Sebab, mereka duduk bersebelahan dan kebetulan tadi datang bersama. "Ya ... begitulah kalau habis obat. Kadang sehat. Kadang kumat."

Mau tak mau Lara tersenyum tipis mendengar ucapan Andrea yang menghina Saka. Ia menghempaskan tubuhnya di kursi setelah diperbaiki letaknya oleh Andrea. Ditatapnya Andrea yang kini mengintip ponsel Laksa.

"Kalah lagi?" tanya Andrea tertawa melihat wajah melas Laksa. "Serius?!"

"Bacot!" sahut Laksa kesal. Ia memasukkan ponselnya di saku seragam. Mengabaikan Andrea, ditatapnya Lara penasaran. "Dari mana aja kalian berdua?"

"Biasa, hunting cogan sekolah," jawab Lara seraya mengedipkan mata pada Andrea dan dibalas oleh cengiran oleh cewek berjilbab itu.

"Kebiasaan," cibir Laksa. Dia mengeluarkan roti dari laci mejanya, disodorkannya pada Lara. "Sarapan dulu, mumpung belum ada guru."

"Gue?" tanya Andrea melihat hanya Lara yang saja yang diberikan roti oleh Laksa tidak dengannya. "Pilih kasih lo sama sahabat sendiri."

Laksa lantas berdecak melihat Andrea memberengut. "Beli sendiri. Gue cuma beli satu."

"Pelit!"

Lara terkekeh melihat perdebatan antara Andrea dan Laksa. Sudah biasa terjadi. Mengabaikan mereka, ia segera membalik tubuh, duduk lurus. Membuka roti cokelat dari Laksa dan siap melahapnya sebelum guru tiba. Namun, belum sempat roti di tangannya ia gigit, sebuah rubik ukuran 3×3 melesat cepat menghantam tangannya. Tersentak, roti di tangannya terlepas jatuh.

"Mampus!"

Kesal, Lara menepuk meja keras seraya berdiri. Dilemparnya tatapan tajam pada cowok tengil yang kini menyeringai mengejeknya, Sangsaka-pemilih rubik 3×3 yang kini duduk seraya mengongkang kaki di bangku paling depan baris tengah, sedangkan dirinya paling belakang sebelah kanan.

Lara mendengus gusar saat suaranya bahkan tak lagi keluar untuk mengumpati Saka. Terlalu lelah menghadapi cowok itu yang selalu berbuat ulah padanya. Hingga, roti yang sudah tergeletak di lantai, masih ia pungut dan ia gigit untuk melampiaskan kesal di dada. Termasuk, rubik Saka yang ia injak-injak dengan sepatunya.

"Kotor, Ra," tegur Laksa ingin merebut roti dari Lara. Namun, tak dihiraukan oleh cewek itu. "Nanti sakit perut."

"Biarin."

SangsakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang