Sebelumnya Saka pikir pesta ulang tahun pernikahan Papa Lara akan besar, mewah meriah, tapi rupanya tidak demikian. Hanya pesta kecil, di mana hanya rekan bisnis dan keluarganya yang berkumpul di sini.
"Bunda," sapa Saka ceria. Menyengir lebar pada Cendana juga pada Tante Tera--Mama Tama. Sayangnya, senyum cerahnya langsung sirna saat melihat Tante Serena--Mama Lara ada di sana. Lengkap dengan dedemit Serenada yang mengintilinya. Benar-benar sangat mengganggu pandangan mata Saka.
"Saka, Lara," panggil Cendana tak kalah ceria. Dia berdiri, mendekat dan menyentuh pundak Lara. Tersenyum lebar pada wanita-wanita yang duduk semeja dengannya, "Kenalin, Jeng. Ini Ayudia Larasita. Calon mantu saya. Calonnya Saka. Hahaha."
"Woah," Tera memekik senang seraya menepuk meja tak keras. "Udah mau nikah, Ka?"
"Yoi, Tante."
"Tama juga bilang mau nikah," kata Tera. "Maksa banget lagi. Padahal masih sekolah."
"Kita udah janjian mau nikah bareng Tante," sahut Saka menyengir lebar. Dia menarik pinggang Lara merapat padanya. "Kita udah nggak sabar mau main obok-obokan menciptakan arena balap lari kecebongan, Tante. Sirkuit Mandalika bakal kalah sama sirkuat buatan kecebong Saka. Makanya ngebet nikah muda. Penasaran sama hasil kecebong Saka. Hahaha."
"Hah, bisa aja kamu becandanya. Lihat calon kamu sampai pucat begitu," sahut Tera menunjuk Lara. "Pasti menyesal punya calon gila kayak Saka. Iya, kan, Nak?"
Mendengarnya, Saka dengan cepat menoleh pada Lara. Terkejut melihat wajah pucat cewek itu. Melihat tatapan sendu Lara, Saka tahu cewek itu bukan pucat karena dirinya. Namun, karena mamanya dan Serenada yang kini menatapnya tajam. Saka menunduk, berbisik pelan, "Ra, lo nggak papa?"
Lara menggeleng. Berdenyut hati terasa nyeri melihat tatapan tajam penuh kebencian mamanya. Lara tahu mamanya menganggap dirinya adalah anak pelakor dalam rumah tangganya. Namun, Lara tetap saja merasa kecewa. Tidakkah mamanya itu memiliki ikatan batin padanya? Bukankah katanya ikatan batin antara ibu dan anak amat kuat terjalin? Lalu, kenapa mamanya tidak?
"Pulang, Ka," lirih Lara pada akhirnya, tak sanggup lagi menerima hujaman tatapan kebencian mamanya. Lara tak ingin ada di sini. Terlalu menyesakkan dada dan menyakitkan hatinya. Ini baru tatapan kebencian mamanya yang dia terima. Apalagi, dengan tatapan benci saudara lelakinya nanti. Pasti lebih menyakitkan lagi. Lara tak sanggup menerimanya. Dia mendongak, menatap Saka sendu memohon pada cowok itu, "Ayo, pulang. Gue mau pulang. Sesak berada di sini."
Saka mengangguk, mengeratkan lengannya pada pinggang Lara. Dia bisa merasakan bahwa tubuh cewek itu kini bergetar dan tegang, ketakutan. Mungkin akan luruh jika tidak dia topang. Saka sudah menduga akan terjadi seperti ini. Lara tak akan kuat melihat kebahagian keluarganya tanpa dirinya, juga tatapan kebencian mamanya dan Serenada. Saka membenci mereka. "Iya, ayo pulang."
"Kak Saka jangan pergi dulu," ucap Serenada tiba-tiba, berdiri sok imut, membuat Saka yang melihatnya ingin muntah. "Acaranya belum dimulai, loh. Masa udah pulang duluan? Nanti aja, Kak."
"Nggak peduli!" sahut Saka nyaris membentak, amat jijik melihat Serenada. Mual bukan main. Cantiknya Serenada itu sangat unik, mirip dedemit. "Cewek gue mau balik. Nggak betah di sini."
"Nurut banget sama pacar, Saka. Padahal kamu dulu dekat, loh sama Serenda," ucap Serena menimpali. Dia mendengus melihat Lara. Ditatapnya dari atas sampai bawah. Lantas, menggeleng tak percaya. "Nggak nyangka cuma karena gadis ini kamu membentak Sere. Dikasih apa kamu sama dia? Nurut banget."
"Tante ngehalu kalik. Saya nggak ngerasa dan ingat pernah dekat sama Sere. Cuma kenal doang karena tetanggaan. Kalau bukan karena tetangga ogah saya kenal sama anak Tante," cibir Saka tak merasa bersalah. Tersenyum pada bundanya yang kini mengacungkan jempol di samping meja tak dilihat orang lain selain dirinya. "Nggak sudi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sangsaka
Teen FictionBagi Sangsaka, dari banyaknya manusia ciptaan Tuhan, hanya dirinya saja yang mendapat rahmat kesempurnaan wajah tampan. Yang lain? Tidak usah dijelaskan, kasihan. Sangat mencintai kesempurnaan dan membenci kekurangan. Apalagi, jika kekurangan itu a...