10. Burung Perkutut

14.7K 1.7K 171
                                    

“Lepasin, Saka!”

“Tuh, gue lepasin! Males juga pegang tangan lo,” kata Saka melepaskan tangan Lara dengan kasar di luar gedung club. Menepuk kedua telapak tangannya berlebihan seolah membuang debu seraya bergidik ngeri. “Najisun!”

Lara meringis, mengusap lengannya sendiri. “Sakit, tahu!”

Mendecak lidah, Saka mengumpat, “Nggak usah sok imut! Geli banget gue lihatnya.”

“Lo kenapa, sih? Kenapa lo pukul Bang Lakna?” tanya Lara heran seraya menatap Saka dengan delikan tajam.

Kesal. Saka mengangkat telunjuk menuding sampai mengenai lubang hidung Lara. Ia terkesiap sendiri. Jorok. “Jangan sok manis lo manggil Laknat itu Abang segala. Gue sentil gigi lo sampai ke bulan. Sebel gue.”

Menggelengkan kepala, Lara mengentak kakinya sebal meninggalkan Saka. Sangat emosi jiwa menghadapi kelakuan Saka yang setiap hari makin menyebalkan saja.

“Kenalan online lo sama dia?” tanya Saka mengejar langkah Lara. Dia berdecak, menahan kesal di dada. Entah mengapa. “Nggak habis pikir gue. Lo otaknya memang bodoh banget apa gimana? Mau aja kenalan online terus diajak ketemuan di club. Nanti diperkosa nangis.”

Lara menoleh, tak percaya dengan ucapan Saka. Diperkosa Lakna? Ia menggelengkan kepala. “Nggak sehat lo,” komentarnya malas menanggapi. Dia menyusupkan tangan pada saku jaketnya, merasa kini udara malam sangat dingin dari biasanya. Apa karena adanya Saka?

“Udah berapa lama sama Lakna?”

Lara menoleh lagi, terkejut. Ditatapnya Saka yang berjalan angkuh di sampingnya. Mendadak Lara terpaku, siluet wajah samping Saka memang gila. Rahang, hidung, dan bibirnya sangat memesona. Menggoda. Ganteng banget gila!

Saka menoleh, mengangkat sebelah alisnya seraya menyeringai melihat wajah terpesona Lara. “Cakep, kan gue?”

“Kumat!” semprot Lara seraya memalingkan wajah. Agak malu ketahuan sudah terpesona pada Saka. “Nggak usah sok ganteng.”

“Memang ganteng, kok,” sahut Saka. Dia membalik tubuh Lara menghadapkan sepenuhnya padanya. “Lihat gue baik-baik. Biar lo nggak nyesel. Live eksklusif buat lo doang ini.”

Kening Lara mengerut. Bingung apa yang akan ditunjukkan Saka aneh ini padanya.

“Roti sobek, yuhuuu!” seru Saka sambil mengangkat kaus putih menunjukkan perutnya pada Lara. Ia bersiul saat cewek itu menganga lebar menatap perutnya. “Hadeh. Lo aja yang lihat kayak mau pingsan begini, apa lagi yang lain. Bisa pada hamil halu entar. Dahlah, tutup aja. Takut lo khilaf. Gue nggak sudi tubuh gue disentuh lo.”

Meski Lara mengakui dia terpesona melihat perut Saka yang tak kalah sexy dari perut Kai EXO, tetap saja dia ilfil melihat Saka begini. Sumpah! Dia ingin menangis melihat Saka. Duh, kasihan. Mana masih muda.

“Saka ...,” ucap Lara mendekat. Dia menjinjit dan menepuk kepala Saka yang kini tengah mengerutkan alis menatapnya. “Jangan gila, please. Lo masih muda.”

“Hah?”

“Duh. Lo kenapa makin hari makin aneh, sih?” tanya Lara lagi, kali ini dia benar-benar kasihan pada Saka. Dia bahkan menyingkirkan dulu rasa bencinya pada cowok itu. Dan omong-omong, mengusap kepala Saka cukup menyenangkan juga. Lucu. “Yang gue tahu kalau otak manusia makin pintar, rada sedikit gila. Udahin ya, Ka belajarnya. Mending lo bodoh kayak gue aja. Waras. Daripada pintar gila. Lo masih muda.”

“Apaan, sih lo?!” Saka menepis tangan Lara. Menyugar rambutnya takut berantakan. “Gue nggak gila. Bodoh!”

“Orang gila nggak bakal ngomong dirinya gila, Ka.” Lara kembali mendekati Saka. Mengusap lengan cowok itu. “Lo kayaknya memang lagi stres berat sampai mukul Bang Lakna tanpa alasan begitu. Kenapa?”

SangsakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang