Kelas 12 / Semester 2 / Bulan Maret

396 25 0
                                    

Detik-detik penghabisan di SMA. Kelas 12 sebentar lagi akan usai, hanya tinggal hitungan bulan. Seluruh anak kelas 12 SMA Nusantara sibuk menyusun masa depannya masing-masing. Ada yang berjuang agar bisa masuk perguruan tinggi negeri bergengsi, ada yang fokus ingin studi ke luar negeri, dan bermacam-macam rencana masa depan lainnya. Begitupun Nalar dan Kilau yang masing-masing sudah mulai jelas menata cita-citanya. Nalar ingin masuk teknik pertambangan, agar bisa mengeksplorasi lebih banyak alam di Indonesia, sesuai dengan kecintaannya terhadap alam. Sedangkan Kilau, akhirnya memutuskan untuk ambil jurusan seni, supaya kelak ia bisa berkecimpung di dunia teater dan membuat sanggar sendiri.

Setelah kejadian Sakti di bulan Oktober tahun lalu, hubungan Nalar dan Kilau menjadi dekat. Namun, hanya bertahan satu bulan saja, sebelum akhirnya mereka berdua sama-sama sibuk dengan dunianya sendiri. Sebenarnya, istilah tarik-ulur sangat pas untuk hubungan mereka berdua, bahkan sejak dulu. Mereka bisa mengobrol berdua selama berjam-jam, tapi juga bisa tidak saling menyapa walau berpapasan. Berbulan-bulan seperti itu, hingga Nalar sadar waktunya bersama Kilau mungkin tinggal sedikit. Cepat atau lambat mereka akan terpisah ketika kelulusan tiba. Namun, bukan Nalar namanya jika tanpa perhitungan. Ia tidak mau jika terlalu agresif, maka mungkin saja Kilau akan menjauh. Namun, waktu juga tidak menunggu. Ia tidak mau menyia-nyiakannya.


***


Minggu ini, praujian praktek di sekolah sedang berlangsung. Anak-anak kelas 12 diberikan kesempatan untuk berlatih terlebih dahulu, sebelum masa ujian praktek dilaksanakan dua minggu lagi. Nalar dan Kilau tidak sengaja bertemu di kantin, saat keduanya sama-sama membeli air minum setelah latihan untuk praktek olahraga.

"Eh, ketemu Kilau," sapa Nalar sambil tersenyum manis.

"Eh, udah lamaaa...," balas Kilau tersenyum. "Temenin gue makan bakso, mau nggak?"

"Boleh," jawab Nalar cepat sambil mengecek jam tangannya. "Tapi, jam 09:15 gue naik ke kelas ya."

"Siaaap! Mau bakso juga nggak? Mau apa aja isinya?" tawar Kilau.

Mereka berduapun duduk di pojok kantin sambil memakan bakso. Mereka mengobrol segala macam hal, termasuk tentang masa depan dan kemungkinan Nalar akan pindah ke luar kota untuk urusan studinya.

"Seriusan pindah?" tanya Kilau kaget.

"Kalau keterimanya yang di luar kota ya gue pindah."

"Ih, ngapain sih... Di Jakarta juga banyak universitas bagus kok.."

"Tapi, nggak semua universitas punya jurusan yang gue mau. Kalau lo gimana?" Nalar bertanya balik pada Kilau.

Kilau diam saja. Ia hanya mengaduk-aduk mangkuk baksonya yang masih tersisa mie dan tiga butir bakso di dalamnya. Wajahnya tampak agak muram.

"Ngambek, ya? Hehehe.. 'Kan cuma sebentar. Lagian juga belum tahu keterimanya yang di sini atau yang di luar kota," kata Nalar menenangkan.

Kilau tersenyum kecil. Pikirannya terbang kemana-mana. Ia sebenarnya bingung dengan perasaannya pada Nalar. 'Kalau lo suka Nalar, kenapa nggak pernah lo tunjukkin? Kalau nggak suka, kenapa lo jadi sedih pas Nalar bilang dia mau pindah?' tanya Kilau pada dirinya sendiri.

Nalar tetap makan, sepertinya ia sengaja tidak ingin memperpanjang obrolan mengenai rencana kepindahannya ini, hingga akhirnya habislah satu mangkuk bakso miliknya.

"Cepetan habisin punya lo, Lau. Kita naik bareng. Udah 09:05 nih," ajak Nalar.

"Nggak ah, gue masih mau di sini. Kalau lo mau naik, naik aja. Anak-anak kelas gue juga masih di lapangan kok sampai jam 10:00 nanti," kata Kilau sambil tetap mengaduk isi mangkuknya.

Kilau di Hati NalarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang