Kelas baru, tahun ajaran baru. Seperti yang sudah diharap-harapkan Nalar dan Kilau akhirnya masuk ke kelas 11 IPA, namun mereka duduk di kelas yang berbeda. Nalar di 11-IPA-C dan Kilau di 11-IPA-B. Tidak masalah bagi Nalar, karena perbedaan kelas ini membuat niatnya untuk melupakan Kilau seakan terwujud. Namun, realita berkata kebalikannya. Sekarang, hampir setiap malam Kilau menelepon Nalar.
"Kenapa lagi sih, Lau?" tanya Nalar saat mengangkat handphone-nya yang baru saja berdering. Ini sudah kali ketiga Kilau menelepon Nalar hari ini. Pertama, 1 jam setelah pulang sekolah saat Nalar masih rapat pecinta alam. Kedua, pukul 18:30 saat Nalar baru saja selesai salat Maghrib. Ketiga, sekarang pukul 21:15.
"Ya, nggak apa-apa. Kenapa sih, Lar?" jawab Kilau sewot.
"Ya, aneh aja.. Dulu, gue dianggurin. Sibuk sama yang lain. Sekarang aja dicariin," goda Nalar.
"Wah, kampret lo, ya!!!" sahut Kilau sambil tertawa. "Nggak gituuu.. Ujung-ujungnya pasti gue nyari yang nyambung 'kan, terus kalau nyambungnya sama lo, gue harus gimana dong?"
"Cailaaah.. Bisa aja si Neng. Berhubung gue udah ngantuk, jadi buruan deh lo mau cerita apa?"
"Besok aja deh ya, pulang sekolah. Gue tungguin di Masjid komplek depan sekolah 15 menit setelah bel pulang. Lo bawa dua helm, jangan lupa. Nanti gue balik bareng lo!" perintah Kilau.
Di ujung telepon, Nalar sebenarnya bingung dengan permintaan Kilau. 'Kenapa harus di depan Masjid? Kenapa nggak langsung aja sih bareng dari sekolah? Repot banget nih anak!' ujar Nalar dalam hati. Namun akhirnya yang keluar dari bibir Nalar adalah...
"Oke siap, besok pulang sekolah di Masjid komplek depan sekolah. Gue bawa dua helm," kata Nalar mengulang kalimat Kilau.
"Cakeeep! Sampai besoook!" sahut Kilau ceria seraya mematikan sambungan telepon.
***
"Jadi, lo mau ngomong apa?" tanya Nalar sambil menyandarkan tubuhnya ke bean bag. Nalar dan Kilau sekarang sedang berada di Kaffe Koffi, salah satu tempat minum kopi ternyaman di dekat rumah mereka. Proses pulang-sekolah-bareng-tapi-diamdiam yang mereka lakukan sore ini berjalan lancar. Tidak ketahuan siapapun, tidak juga papasan dengan siapapun. Tampaknya Kilau sudah ahli melakukan hal ini.
"Ba-nyak. Kira-kira bisa sampai jam 20:00 nih, lo sanggup nggak?" tantang Kilau.
Nalar melihat jam tangannya, "Jangankan jam 20:00, sampai ini tempat tutup juga gue jabanin!"
"Asyiiik! Bentar ya, gue pesen minum dulu. Lo mau apa?"
"Hot mocha coffee, tapi pakai campuran dark chocolate. Eh, ini gue dibayarin 'kan?"
"Iyaaa.. Wait, wait," jawab Kilau sambil membawa dompet menuju meja kasir.
Nalar tahu pasti banyak yang ingin diceritakan oleh Kilau. Tipe orang seperti Kilau ini, giliran tidak ada yang mau diceritakan pasti cuek. Tapi, kalau sudah kebelet curhat bisa panjang lebar ceritanya. Tidak lama kemudian, Kilau kembali sambil membawa dua minuman serta satu piring berisi kentang dan sosis goreng.
"Oke, gue mulai ya. Sebenarnya gue mau cerita tentang Bintang nih," kata Kilau memulai cerita.
Mata Nalar refleks melotot, tapi ia langsung sadar dan berusaha santai.
"Gue sama Bintang tuh dibilang deket ya deket, Lar. Kita sering jalan bareng, nonton bareng, ya intinya pergi bareng deh ya... Tapi ya gitu, Bintang nggak mau ketahuan siapa-siapa. Feeling gue dia punya banyak cewek, tapi nggak bilang aja ke gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kilau di Hati Nalar
Fiksi RemajaKilau dan Nalar bertemu lagi di SMA yang sama. Kilau yang periang namun misterius akhirnya berteman dengan Nalar yang menyenangkan dan apa adanya. Diam-diam, Nalar menaruh Kilau di hatinya. Namun ternyata, Kilau menyimpan banyak rahasia dari Nalar...